Yesus dan Kaum Marginal
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, marginal berarti “berada di pinggir, tidak terlalu menguntungkan”. Merujuk dari definisi tersebut, kaum marginal adalah kaum yang terpinggirkan. Mereka terkadang mengalami ketidakadilan dan eksploitasi namun tidak dapat menyuarakan keadaan menyedihkan yang mereka alami. Selain itu kaum marginal juga adalah kelompok-kelompok yang dianggap tidak memberikan kontribusi bagi masyarakat karena mereka kekurangan sumber daya.
Alkitab mencatat banyak peristiwa dimana Yesus melayani kaum marginal. Pada zaman Yesus, mayoritas populasi adalah rakyat miskin yang tinggal di perkebunan atau kampung nelayan atau masyarakat kota yang masuk dalam golongan ekonomi bawah. Para pengemis dan budak mencakup jumlah paling banyak dari kaum marginal. Selain itu banyak janda-janda miskin beserta anak-anak mereka. Yesus berkata bahwa Dia datang untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin (Lukas 4:18-19) dan kita menyaksikan bagaimana Yesus mempraktekkan-Nya. Kita membacaberbagai contoh di Alkitab bagaimana Yesus melayani mereka yang sakit. Pada zaman Yesus, penyakit seringkali dianggap sebagai hukuman dari Allah atau akibat dari dosa, jadi mereka yang sakit terkadang dikucilkan. Selain itu, keterbatasan fisik membuat mereka tidak dapat berkontribusi bagi masyarakat. Kita pun membacaberbagai kisah dimana Yesus melayani mereka yang dianggap pengkhianat atau pendosa dan oleh karena itu dijauhi oleh mayoritas masyarakat. Dalam hal ini, contohnya adalah pemungut cukai, pelacur, dan perempuan Samaria. Lalu, bagaimanakah sikap/tindakan Yesus dalam melayani kaum marginal?
Pertama, Yesus membangun relasi dengan mereka.Dalam beberapa kisah Alkitab, merekalah yang mendekati Yesus terlebih dahulu, namun ada juga kejadian dimana Yesus menghampiri mereka untuk memulai pembicaraan (seperti dalam kisah Zakheus dan perempuan Samaria). Lebih daripada itu, Yesus juga bergaul, berkunjung ke rumah, dan makan bersama dengan mereka (Lukas 7:34, Lukas 15:2) dimana tindakan-Nya ini memicu kritik pedas terutama dari kalangan pemimpin agama.
Kedua, Yesus menyembuhkan mereka.Banyak dari mereka menerima kesembuhan jasmani. Dalam beberapa kasus, Yesus bahkan menyatakan diri sebagai Allah yang berotoritas mengampuni dosa (Markus 2:5, Lukas 7:48), dan hal ini berujung pada kesembuhan rohani bagi sang penerima pengampunan.
Ketiga, Yesus memulihkan relasi atau mengintegrasikan mereka kembali kepada keluarga mereka serta masyarakat luas. Dalam kisah kesembuhan orang yang lumpuh, Yesus memerintahkan orang tersebut untuk “pulang ke rumahnya”(Markus 2:11). Selain itu dalam kisah penyembuhan sepuluh orang kusta, Yesus memerintahkan mereka untuk pergi kepada para imam (Lukas 17:14). Tujuan dari perintah Yesus ini adalah agar para imam bisa menyatakan bahwa mereka sudah sembuh sehingga mereka bisa kembali kepada aktivitas normal mereka di tengah masyarakat. Melalui dua kisah ini kita melihat bahwa Yesus ingin memastikan bahwa orang-orang yang disembuhkan-Nya juga tidak lagi dipinggirkan oleh keluarga atau masyarakat. Yesus mengundang kita orang-orang yang percaya untuk menjadi murid-murid-Nya, mengikut Dia, mencontoh teladan-Nya. Bagaimana meneladani Yesus dalam pelayanan kaum marginal di masa kini? Kita perlu mengidentifikasi siapa saja yang termasuk kaum marginal. Mereka adalah masyarakat kelas ekonomi bawah, bahkan yang sangat berkekurangan seperti pengemis, pemulung, anak jalanan, dsb. Selain itu, kaum yangterpinggirkandari kehidupan masyarakat masa kini bisa berarti penyandang cacat, penderita penyakit tertentu seperti HIV/AIDS, penderita gangguan kesehatan mental, pekerja seks, kaum LBGT, pecandu narkotika atau alkohol atau judi, narapidana, atau korban human trafficking.
Setelah mengidentifikasi siapa yang termasuk kaum marginal, kita bisa mengikuti beberapa pola pelayanan Yesus di atas yang disesuaikan dengan konteks masa kini: membangun relasidan menjadi sahabat dalam proses perawatan atau pemulihan, memberitakan Injil, memberikan bantuan materi, serta membantu dalam proses integrasi kembali kepada keluarga dan masyarakat.
Dalam kondisi krisis seperti yang dialami dunia saat ini akibat pandemi Covid-19, kaum marginal akan mengalami kondisi yang jauh lebih sulit. Mereka yang tinggal di daerah yang kumuh dan padat akan mengalami kesulitan untuk menjaga kebersihan diri ataupun menjaga jarak dengan orang lain. Mereka yang miskin semakin kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bantuan dana terhadap mereka kemungkinan terputus atau berkurang karena donatur mengalami penurunan pendapatan atau dana bagi mereka dialihkan untuk kebutuhan lain mengatasi pandemi ini. Para penderita HIV/AIDS atau beberapa penyakit lain seperti malaria juga kesulitan mendapatkan obat karena distribusi obat yang terganggu atau penimbunan yang dilakukan oleh oknum-oknum akan obat-obat yang dianggap bisa menjadi alternatif untuk kesembuhan bagi mereka yang terkena Covid-19.
Terhadap kaum marginal, orang Kristen tentu sangat diharapkan untuk bisa mengirimkan bantuan berupa bahan makanan pokok bagi mereka. Gereja Kristen diharapkan dapat menggalang dana dari jemaatnya dan menggerakkan jemaat untuk menyiapkan serta mengirimkan paket-paket sembako (bisa disertai sabun cuci tangan atau hand sanitizer) kepada mereka. Fasilitas fisik yang dimiliki gereja bisa dialihmanfaatkan sementara waktu untuk menampung mereka yang tidak memiliki tempat berlindung. Gereja bisa bekerjasama dengan jemaat yang bergerak di bidang medis (seperti dokter, pemilik apotek, dll.) untuk membantu mereka yang memang sudah mengalami sakitnamun tidak bisa menerima perawatan karena tenaga medis saat ini difokuskan untuk memutus mata rantai virus Covid-19.
Akhir kata, dalam menjalani pelayanan terhadap kaum marginal, orang percaya sangat memerlukan belas kasihan seperti yang ditunjukkan oleh Yesus. Mari kita memandang dan meminta kekuatan kepada Allah untuk memampukan kita untuk memulai dan menjalani pelayanan ini. Sebagai dorongan dan penguatan bagi kita, percayalah bahwa sebagai orang percaya apa yang kita lakukan terhadap kaum yang terpinggirkan akan dilihat dan diperhitungkan oleh Allah (Matius 25:31-46).***YS