Ignorance Is Bliss
Pengkhotbah 1:12-18
karena di dalam banyak hikmat ada banyak susah hati, dan siapa memperbanyak pengetahuan, memperbanyak kesedihan.
- Pengkhotbah 1:18
Ketika masih di seminari, saya pernah membagikan kerinduan saya untuk melanjutkan studi di bidang filsafat kepada kelompok persekutuan saya. Sementara rekan-rekan mahasiswa yang lain mengangguk ketika saya meminta mereka mendoakan saya, dosen saya sekaligus pemimpin kelompok persekutuan tersebut menyahut, entah bercanda atau tidak, “Saya doakan kamu tidak studi filsafat. Lihat saja filsuf-filsuf yang murung-murung. Kamu mau jadi seperti itu? Lebih baik belajar Alkitab saja.” Doa dosen saya terkabul. Saya tidak belajar filsafat dan sampai sekarang tampang saya tidak murung-murung. Itulah sebabnya saya bisa menulis renungan ini (mohon maaf sebelumnya bagi Anda yang filsuf).
Meskipun ucapan dosen saya itu mungkin hanyalah kelakar belaka, tetapi ada kebenaran yang terkandung di dalamnya. Semakin banyak hal yang kita mengerti, semakin banyak pula hal yang kita khawatirkan. Inilah maksud Raja Salomo dengan banyak hikmat menimbulkan banyak kesusahan hati dan mengapa pengejaran hikmat adalah sia-sia. Sentimen ini juga terkandung dalam ungkapan yang sangat terkenal: Ignorance is bliss. Secara sederhana ungkapan ini berarti lebih baik tidak tahu daripada tahu lalu menjadi pusing dan stres.
Lihat saja orang-orang desa yang terpencil, bahkan suku-suku primitif. Hidup orang-orang ini terlihat begitu sederhana dan bahagia karena mereka tidak tahu-menahu tentang berita-berita politik, ekonomi, atau kriminalitas yang merisaukan orang-orang kota kebanyakan. Selain itu, mereka juga tidak memiliki sosial media, tidak memiliki akses untuk melihat orang-orang yang lebih beruntung dari mereka. Inilah alasan mengapa mereka jarang merasa iri atau tenggelam dalam depresi. Orang-orang seperti ini hanya tahu kalau tetangga mereka tertimpa kemalangan, mereka harus siap menolong. Hidup yang sederhana, tetapi tenang.
Membaca dan mencari informasi adalah sesuatu yang baik. Namun, di era keterbukaan informasi, ada kalanya kita harus berhenti sejenak. Informasi-informasi yang dibagikan lewat grup sosial media, berita-berita di internet, bahkan buku-buku laris yang sedang tren mungkin sekali malah membuat kita dirundung perasaan-perasaan negatif, seperti khawatir, marah, atau takut. Jika ini yang kita rasakan, mungkin saatnya kita berhenti melahap informasi. Lebih baik mulai membaca Alkitab sambil mendekatkan diri kepada Tuhan Yesus. Jauh lebih sederhana, tetapi menenangkan hati dan membawa sukacita.
Refleksi Diri:
- Berapa jam Anda habiskan per hari untuk menggali informasi atau mengikuti breaking news dan tren-tren terbaru? Apa yang Anda rasakan sesudahnya?
- Bagaimana cara Anda membatasi diri dari informasi berlebihan dan memilih mendekatkan diri kepada Tuhan?