Kebijaksanaan-Nya Agung
Mazmur 139:13-24
Dan ini pun datangnya dari TUHAN semesta alam; Ia ajaib dalam keputusan dan agung dalam kebijaksanaan.
- Yesaya 28:29
Sebagai orang Kristen, kita pasti senang mendengar atau melihat kesaksian orang yang mengalami pertolongan Tuhan dalam hidupnya, baik hal-hal kecil maupun hal-hal besar. Misalnya, seorang ibu kehabisan susu untuk anaknya. Eh, tiba-tiba ada orang yang mengirim susu ke rumahnya. Yang lain bersaksi tentang pengalamannya selamat dari kecelakaan pesawat terbang. Kesaksian- kesaksian semacam ini pasti menguatkan kita yang tidak mengalaminya. Kita takjub akan kebaikan dan pemeliharaan Tuhan atas orang beriman. Mungkin di dalam hati kita juga ada kerinduan mengalami hal serupa. Ketika ada masalah, kita berharap Tuhan mengulurkan tangan-Nya menolong kita.
Kerinduan semacam ini tidaklah salah. Persoalan menjadi berbeda ketika orang yang memberi kesaksian itu menambahkan, “Tuhan membuat mukjizat untuk saya. Jika Saudara beriman, Saudara pasti akan mengalami seperti yang saya alami.” Apakah benar perkataan demikian?
Benar bahwa Tuhan Mahakuasa. Tuhan Mahabaik. Tuhan Mahakasih. Tuhan juga Mahaadil. Tak pernah Dia pilih kasih. Namun, semua itu tidak dapat diartikan bahwa Tuhan harus memperlakukan setiap orang sama. Jalan pikiran, rencana, maksud Tuhan dalam hidup orang beriman berbeda-beda. Bagi si A, ia disembuh- kan. Bagi si B, ia harus menderita lama dan kemudian meninggal dunia. Apakah ini menyatakan Tuhan tidak baik atau tidak adil kepada si B? Karena kita tidak tahu pikiran dan rencana Tuhan, kita tidak boleh menjadi hakim atas Tuhan seolah-olah kita lebih berhikmat daripada Dia. Hikmat Tuhan jauh lebih tinggi daripada hikmat kita (bdk. Yes 55:8-9, Rm 11:33).
Pengalaman pribadi yang ajaib bersama Tuhan Yesus, tetaplah pengalaman pribadi. Itu sah bagi yang mengalami tetapi menjadi tidak sah jika dijadikan pola yang orang lain harus alami juga. Keliru jika menuntut Tuhan memperlakukan setiap orang sama. Jangan memenjarakan Tuhan dalam kerangka pikir atau keinginan kita. Rancangan dan perbuatan-Nya terlalu besar untuk dapat kita pahami. Kewajiban kita adalah memercayakan diri kepada-Nya dalam segala hal.
Refleksi Diri:
- Bagaimana Anda akan membagikan pengalaman pribadi bersama Yesus tanpa menjadi hakim atas Tuhan?
- Apa yang akan Anda lakukan supaya lebih memercayai rancangan Tuhan dalam hidup Anda?