Kiat Melipatgandakan Kebahagiaan
Pengkhotbah 4:7-9
Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka.
- Pengkhotbah 4:9
Suatu kali ketika pulang kampung, saya mentraktir mama saya ke sebuah restoran yang cukup mahal. Mama saya tentunya berterima kasih, tetapi kemudian berkomentar, “Lebih baik uangnya kamu pakai untuk makan di tempat yang enak-enak di Bandung.” Terlintas di kepala saya masuk ke sebuah restoran seorang diri, duduk di meja seorang diri, makan seorang diri, dan pulang seorang diri. Saya kemudian menyahut, “Makan seenak apa pun, kalau dimakan sendirian, tidak ada enaknya.”
Tentu saja ada di antara Anda yang melakukan sebaliknya. Justru Anda lebih suka makan sendiri. Poin saya bukan untuk memperdebatkan mana yang lebih baik. Poin saya adalah ketika kita berbagi kebahagiaan dengan orang yang kita kasihi, kebahagiaan itu bukannya berkurang, melainkan bertambah.
Itulah yang Raja Salomo ajarkan pada ayat bacaan hari ini. Saya bekerja keras dan mendapatkan upah dari kerja keras tersebut, kemudian saya menikmatinya dengan makan seorang diri. Bandingkan dengan ketika saya mentraktir mama saya. Kebahagiaan saya bukan hanya menjadi dua kali lipat, tetapi berkali-kali lipat: (1) kebahagiaan saya sendiri, (2) kebahagiaan mama saya, (3) kebahagiaan saya melihat mama saya bahagia, (4) kebahagian mama saya melihat saya bahagia, (5) kebahagiaan saya melihat mama saya bahagia karena saya bahagia, dan seterusnya. Entah berapa kali lipat kebahagiaan itu jadinya. Aneh, bukan? Padahal dengan mentraktir mama saya, uang yang saya keluarkan lebih banyak.
Gertrude Stein, seorang penulis Amerika, pernah mengatakan, “Siapa pun yang mengatakan bahwa uang tidak bisa membeli kebahagiaan tidak tahu di mana seharusnya membelanjakan uangnya.” (Whoever said money can’t buy happiness simply didn’t know where to go shopping). Gertrude tentu saja tidak sedang mempromosikan pasar tertentu, melainkan menyampaikan fakta bahwa uang bisa memberikan kebahagiaan. Ini tidak salah. Uang pun adalah pemberian Tuhan yang selayaknya dinikmati. Namun, pertanyaannya adalah di mana kita “belanjakan” uang tersebut? Apakah kita pakai untuk diri sendiri dan menjadi orang yang kikir? Atau kita menggunakannya untuk berbagi kebahagiaan dengan orang lain?
Kalau Anda tidak bahagia meskipun mempunyai uang banyak, mungkinkah karena Anda tidak pernah berbagi?
Refleksi Diri:
- Apakah Anda pernah mengalami kebahagiaan yang berlipat ganda dengan menikmatinya bersama orang yang Anda kasihi? Jika sudah lama, maukah Anda melakukannya lagi?
- Siapa orang yang jarang Anda perhatikan (supir, petugas pemungut sampah, satpam kompleks, dan sebagainya)? Bagaimana Anda bisa berbagi kebahagiaan dengannya?