Kutuk Tiga Generasi
Pengkhotbah 2:18-19
Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.
- Amsal 22:6
Sebuah pepatah Tiongkok mengemukakan “kutuk tiga generasi”, yakni kekayaan tidak akan bertahan tiga generasi. Pepatah ini menyampaikan pesan bahwa generasi pertama berjuang membangunnya, generasi kedua melanjutkannya, dan generasi ketiga menghancurkannya. Mengapa? Karena generasi ketiga, yang memperoleh warisan tanpa menyaksikan perjuangan generasi-generasi sebelumnya, tidak akan menghargai warisan tersebut dan malah akan menghancurkannya.
Kutuk serupa juga terjadi pada Dinasti Daud. Daud, generasi yang pertama, membangun dinastinya. Salomo, generasi kedua, memajukan kerajaan Israel dan menjadikannya negara adikuasa di Timur Tengah kuno. Namun, bagaimana dengan anak Salomo, Rehabeam, generasi ketiga? Perikop 1 Raja-raja 12:1-24 mengisahkan betapa bodohnya Rehabeam saat memilih mendengarkan hasutan kawan-kawannnya yang sama bodohnya dengannya, daripada nasihat orang-orang yang berpengalaman. Kebodohan Rehabeam berakhir dengan pecahnya kerajaan Israel menjadi dua: Israel Utara dan Yehuda Selatan.
Salomo sendiri mungkin sudah menyadari betapa penerusnya tidak berhikmat dan itulah yang menjadi keluhannya di perikop yang kita baca. Sudah susah payah berjuang, kini hasil jerih lelah itu harus diserahkan kepada penerus yang bodoh. Apa gunanya Salomo berjuang melakukan segala hal selama ini? Semuanya sia-sia.
Itulah sebabnya mengapa dalam kebudayaan Yahudi, ayah adalah pendidik utama seorang anak. Tentu saja bukan bermaksud untuk mengecilkan peranan ibu. Namun, pada umumnya seorang ibu mengasihi anaknya dengan kelembutan dan pengasuhan, sementara seorang ayah mengasihi dengan disiplin dan ketegasan. Seorang ibu lebih tidak tega melihat anaknya mengalami kesulitan, sekecil apa pun itu. Sebaliknya, ayah akan membiarkan anaknya menghadapi kesulitan untuk menjadikan anaknya, pribadi yang lebih tangguh. Inilah prinsip yang dipegang orang-orang Yahudi dan mungkin inilah alasan mengapa banyak di antara mereka yang menjadi orang-orang hebat.
Coba kita bandingkan dengan orangtua zaman sekarang. Pendidikan diserahkan kepada guru-guru sekolah, laoshi-laoshi sekolah minggu, bahkan suster! Orangtua tidak punya waktu, katanya. Mirip dengan Salomo yang mungkin karena kesibukannya sebagai raja, apalagi dengan seribu wanita di sisinya, tidak memiliki waktu untuk Rehabeam. Akibatnya sangat fatal.
Mari kita patahkan “kutuk tiga generasi”. Caranya? Jadilah pendidik utama bagi anak-anak Anda.
Refleksi Diri:
- Berapa jam dalam sehari Anda habiskan bersama anak-anak Anda? Apa yang Anda perbincangkan dengan mereka?
- Bagaimana anak-anak memandang Anda? Apakah sebagai pendidik dan teladan atau sekadar penyedia kebutuhan saja?