Pencemaran Nama Baik
Pengkhotbah 10:12-15, 20
Perkataan mulut orang berhikmat menarik, tetapi bibir orang bodoh menelan orang itu sendiri.
- Pengkhotbah 10:12
“Pencemaran nama baik” adalah suatu bentuk pelanggaran hukum yang sering menjadi bahan pembicaraan akhir-akhir ini. Pada umumnya yang terjadi adalah seseorang yang selama ini tidak dikenal, mengkritik bahkan memfitnah atau menjelek-jelekkan pribadi atau golongan yang terkenal—entah selebriti, pemerintah, atau perusahaan tertentu di akun media sosialnya. Tidak tahunya, kritik atau hinaan ini menjadi viral dan mendapat banyak perhatian publik. Pribadi atau golongan yang dihina kemudian menuntut orang tersebut dengan gugatan pencemaran nama baik.
Di zaman media sosial ini, semua orang ibarat memiliki percetakan surat kabar sendiri, stasiun radio sendiri, bahkan saluran televisi sendiri. Celakanya, tidak semua orang memiliki hikmat dan kepekaan untuk menyaring kata-kata mana yang perlu disampaikan di dalam komunitas lebih kecil atau disiarkan ke seluruh kalangan, atau bahkan sebaiknya disimpan saja di dalam hati. Di dalam kemarahan, kekecewaan, dan ketidakpuasan seseorang, ia dapat menyiarkan sesuatu yang tidak dipertimbangkan dengan hikmat. Pada akhirnya, perkataannya akan merugikan diri sendiri. Benar-benar “mulutmu harimaumu”.
Di bagian ini, Salomo memberikan peringatan yang keras, “Dalam pikiran pun janganlah engkau mengutuki raja, dan dalam kamar tidur janganlah engkau mengutuki orang kaya, …” (ay. 20a). Mengapa? Karena jika perkataan tersebut sampai ke telinga mereka, belum tentu kita siap menanggung akibatnya. Sama seperti halnya orang-orang yang dituntut dengan pasal pencemaran nama baik.
Apakah artinya kita tidak boleh mengajukan kritik atau memberikan ulasan yang tidak baik jika merasa tidak puas akan sesuatu? Tentu boleh. Namun, poinnya adalah bagaimana cara kita menyampaikan kritik tersebut dan seberapa jauh kita mempersiapkan diri menghadapi yang terburuk jika pihak yang kita kritik menuntut balik. Tidak semua kritik perlu langsung disebarluaskan. Tuhan Yesus pernah memberikan perintah untuk mula-mula menegur seseorang dengan empat mata, kemudian dengan seorang yang lebih senior, dan baru sesudah itu secara publik. Memang perintah ini mengenai disiplin gerejawi, tetapi prinsipnya dapat diterapkan dalam hal-hal lain juga.
Karena itu, berhati-hatilah dengan akun media sosial Anda. Apa yang Anda posting, bisa didengar semua telinga. Pertanyaannya: apakah Anda mempunyai mulut yang berhikmat dalam berkata-kata?
Refleksi Diri:
- Apakah Anda pernah menuliskan hal-hal negatif tentang seseorang dalam status Facebook, cuitan Twitter, posting-an Instagram, dan lain sebagainya?
- Apa langkah konkrit yang dapat Anda upayakan untuk menyaring kata-kata Anda di media sosial?