The Compassionate Heart Of Jesus (Hati Yesus Penuh Belas Kasih)
Matius 9:35-38
EKSPRESI PRIBADI
Sebuah kutipan mengatakan “hidup lebih indah jika menjadi berkat bagi sesama.” Itulah juga panggilan Allah bagi setiap orang percaya. Allah menghendaki kita bukan menjadi penampung berkat, hidup dalam keegoisan, hanya berkutat dengan agenda dan kepentingan diri sendiri, melainkan menjadi penyalur berkat bagi sesama. Seperti gambaran kontras antara laut mati dengan danua Galilea. Walau keduanya mendapatkan suplai air dari mata air di bukit Hermon yang dialirkan melalui sungai Yordan, namun keduanya memiliki kondisi yang berbeda dan bertolak belakang. Kondisi Laut mati sangat mencekam dan gersang. Sebaliknya danau Galilea, sekalipun secara ukuran jauh lebih kecil, namun jauh lebih indah dan lebih hidup! Kondisi yg berbeda itu disebabkan keduanya memiliki karakteristik yang berbeda. Laut Mati menerima berkat suplai air dari sungai Yordan untuk dinikmati dan disimpan bagi diri sendiri. Sedangkan danau Galilea bukan sekedar menerima suplai air dari sungai Yordan di bagian utara melainkan mengalirkan air itu ke sungai Yordan sebelah selatan, sehingga airnya selalu baru dan segar. Gambaran hidup seperti itulah yang Tuhan kehendaki, yaitu kehidupan yg menjadi berkat bagi orang lain.
Sharingkanlah dalam Care Group, hidup seperti apa yang Anda tunjukkan? Apakah hidup sebagai penyalur berkat atau justru menjadi penampung berkat?
EKSPLORASI FIRMAN
Hidup menjadi berkat adalah hidup yang berbelas kasihan kepada orang lain! Hidup seperti demikianlah yang ditampilkan dalam diri Yesus! Setidaknya ada 3 ciri kehidupan yang berbelas kasih:
MELIHAT dengan Kepedulian!
Setiap orang memiliki persfektif yang berbeda ketika melihat orang lain. Ada orang melihat berdasarkan pengalaman masa lalu, penilaian subjektif, agenda pribadi, dsbnya. Sama halnya juga dengan Yesus. Alkitab mencatat bagaimana Yesus memandang orang lain. Tepatnya, secara keseluruhan Injil menyebutkan Yesus memandang orang sekitar 40 kali. Namun, yang menarik perhatian kita adalah Yesus memandang orang lain berdasarkan perfektif kasih dan belas kasihan. Seperti dikatakan dalam ayat 36a, “melihat orang banyak itu…” Artinya, Yesus mau melihat dengan kesengajaan dan bukan sekadar melihat secara biasa melainkan memperhatikannya dgn penuh kepedulian akan keadaan dari mereka. Di mata Yesus, mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala. Kata ‘lelah’ dan ‘terlantar’ dapat diterjemahkan dilecehkan dan tidak berdaya. Seperti halnya domba sebagai makhluk yang lemah dan rapuh serta hidupnya bergantung pada gembala. Demikian pula keadaan mereka seperti demikian. Mereka ada dalam kondisi kritis dan krisis. Mereka tidak bisa bergantung dengan diri sendiri dan keluar dari keadaan susah mereka. Mereka mengalami kesulitan yang berat dan tidak mampu mengatasinya sendiri. Ironisnya para pemimpin Israel yang seharusnya menjadi gembala bagi mereka, justru mengingkari tanggung jawabnya dalam membimbing, melindungi serta memberikan perhatian yang layak terhadap kebutuhan mereka, baik jasmani maupun rohani. Malah sebaliknya mereka ditekan, diperlakukan tidak adil, ditindas, dimanfaatkan, disesatkan. Sebab di mata para pemimpin agama orang banyak itu tidak penting, rendah dan patut diabaikan. Maka tidak heran jika mereka sama sekali tidak peduli dengan kesusahan dan kondisi sulit yang mereka alami.
Hidup berbelas kasih selalu dimulai dari melihat orang lain seperti Yesus melihat (the eye of love). Sehingga kita tidak sekadar melihat tetapi mau melihat segala kesusahan dan kebutuhan orang-orang di sekitar kita. Hal itu menjadi fokus perhatian kita. Maka, di mata kita, mereka adalah orang-orang yang harus segera di tolong. Khususnya jiwa mereka yang kosong akibat tersesat di dalam dosa. Mereka butuh pemulihan dan kelegaan yang hanya ada di dalam Kristus!
TERGERAK oleh belas kasihan
Hidup yang berbelas kasih tidak hanya sebatas melihat dengan kepeduliaan, melainkan hatinya berdenyut dengan belas kasihan. Sebagaimana dikatakan dalam ayat 36, “melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasian.” (Mat. 14:14; 15:32; 20:34; Mrk. 6:34). Artinya Yesus memiliki hati yang sensitif terhadap kesusahan orang lain. Ketika Ia melihat kesusahan itu, langsung hatinya tenggelam dalam perasaan atau emosi belas kasih yang sangat dalam. Charles Spurgeon mendefenisikan belas kasihan sebagai ekspresi dari emosi terdalam, yaitu sebuah perjuangan di dalam perut, sebuah kerinduan yang paling mendalam atas rasa iba…” Itulah compassion. Dibangun di atas dua akar kata co + passion yg berarti “menderita bersama2.”—co-suffering. Sebuah keterbukaan hati terhadap penderitaan, kesusahan orang lain. Sehingga penderitaan, kesusahan mereka adalah penderitaan dan kesusahan-Nya. Dengan demikian, Ia bisa merasakan dan menyelami apa yang mereka rasakan. Masuk ke dalam perasaan yang sama dengan apa yang mereka rasakan sehingga dapat merasakan yang sama. Maka tidak heran, ketika Ia melihat sahabat-sahabatNya menangis di kuburan karena kematian dari Lazarus, Yesuspun tergerak hatinya oleh compassion yang dinyatakan dengan ikut menangis dalam kesedihan yang mendalam (Yoh. 11:33-35).
BERGERAK dalam tindakan Nyata
Kehidupan yang berbelas kasih tidak hanya di perasaan tergerak saja, tetapi mau bergerak dalam tindakan nyata. Itulah yang Yesus tunjukkan. Belas kasihan-Nya di ekspresikan dan diinkarnasikan dalam tindakan yaitu “Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan” (ay. 35; bdk. 14:14; 15:32; 18:27; 20:34). Dalam setiap kejadian, hati yang tergerak belas kasihan tidak hanya berupa simpati terhadap kebutuhan seseorang, tetapi juga bergerak dalam tanggapan praktis untuk memenuhi kebutuhannya.
Bicara belas kasihan Yesus tidak bisa lepas dari perumpamaan Samaria yang murah hati (Luk. 10:25-37). Sesungguhnya sosok orang Samaria yang dihadirkan dalam perumpamaan tersebut merujuk pada diri Yesus sendiri. Sebab pada realitasnya tidak ada dan tidak mungkin ada orang Samaria melakukan seperti yang diperumpamakan. Dalam kisah tersebut, ia mengambil tindakan tidak populer. Kontras dengan Imam dan Lewi yang hidup dalam keegoisan. Mereka mengabaikan korban perampokan yang sedang dalam kondisi sekarat. Kompak mereka mengambil sikap yang sama, “melihat dan menghindarinya dengan menempuh jalan lain.” (ay. 31, 32)”. Melihat tetapi tidak ada kepedulian. Apalagi hatinya tergerak oleh belas kasihan sama sekali tidak ada! Padahal ia adalah sesama Yahudi. Alasannya karena mereka mengutamakan kesucian daripada belas kasihan. Sebab bersentuhan dengan orang mati adalah suatu sumber kenajisan besar. Berbeda dengan orang Samaria yang lewat dijalan itu. Ia melihatnya dengan penuh kepedulian. Hatinya berbelas kasih kepadanya. Tidak cukup hanya bersimpati tetapi mengungkapkannya lewat pertolongan yang konkrit dan totalitas; memberi pertolongan medis darurat, membawa ke penginapan dan memintanya merawat orang itu sampai pulih sepenuhnya, mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Itulah hidup berbelas kasih sebagaimana yang Yesus tunjukkan.
Kita yang sudah mengecap belas kasihan Kristus, seharusnya hidup berbelas kasih kepada orang lain sebagaimana Kristus berbelas kasih kepada kita! Kehidupan kita mencerminkan Kristus yang berbelas kasih! Denyut hati kita seirama dengan denyut hati Kristus yang berbelas kasih! [DA]
APLIKASI KEHIDUPAN
Pendalaman
Apa artinya kehidupan yang berbelas kasih kepada orang lain?
Penerapan
Apa contoh konkrit perbuatan belas kasihan yang pernah Anda lakukan?
SALING MENDOAKAN
Akhiri Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain.