Bermegah: Bolehkah?
Sudah bukan rahasia bahwa Alkitab dipenuhi oleh kebenaran-kebenaran yang bersifat paradoks. Di satu sisi, Allah adalah kasih. Di sisi lain, Ia adalah Allah yang murka. Di satu sisi, Allah kita adalah Allah yang berdaulat atas segala sesuatu. Namun kedaulatan tersebut tidak meniadakan tanggung jawab manusia.
Tidak hanya tentang Allah, Alkitab bahkan memperlihatkan kepada kita seorang hamba Allah yang juga penuh dengan paradoks. Pribadi ini adalah penulis dari Surat Korintus yakni Rasul Paulus. Di dalam 2 Korintus 12:9b, Paulus menyimpulkan seluruh jawabannya kepada orang-orang Korintus yang menantangnya untuk membuktikan kredensialnya dengan mengatakan, “Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.” Di bagian ini, Paulus bermegah atas kelemahannya karena di dalamnyalah kuasa Kristus nyata.
Namun di bagian lain, yakni dalam 1 Tesalonika 2:19, Paulus mengatakan demikian, “Sebab siapakah pengharapan kami atau sukacita kami atau mahkota kemegahan kami di hadapan Yesus, Tuhan kita, pada waktu kedatangan-Nya, kalau bukan kamu?” Kata “kemegahan” di sini memakai varian yang sama dengan “bermegah”di dalam 2 Korintus, tetapi di bagian ini Paulus tidak mengatakan bahwa kemegahannya adalah kelemahannya. Sebaliknya, ia malah kelihatannya bermegah karena keberhasilannya memenangkan orang-orang Tesalonika sebagai pengikut Kristus! Bayangkan misalnya seorang hamba Tuhan berkhotbah mengatakan, “nanti di sorga saya akan berbangga-bangga di depan Kristus karena pelayanan saya membuahkan kalian semua di ruangan ini!” Tidakkah kita akan mengatakan hamba Tuhan yang seperti ini sombong?
Jadi, apakah kerendahan hati yang ia tunjukkan di dalam 2 Korintus hanya kepura-puraan belaka?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus mengerti terlebih dahulu konteks dari Surat 2 Korintus. Jemaat Korintus pada saat itu terpikat dengan keberadaan orang-orang yang disebut Paulus “rasul-rasul yang luar biasa” (11:5, 12:11). Mereka ini adalah para pemberita Injil yang, berkebalikan dengan Paulus, datang dengan segala kemewahan dan dengan kepiawaian berbicara. Mereka bahkan memberitakan “Yesus yang lain” (2 Kor. 11:4) dan merendahkan pekerjaan pemberitaan Paulus. Ini mengakibatkan Jemaat Korintus menantang Paulus menunjukkan kredensialnya sebagai seorang pemberita Injil. Mereka meminta Paulus memperlihatkan “surat rekomendasi” (atau, menggunakan istilah dalam 2 Kor. 3:1, “surat pujian”).
Bagaimana jawab Paulus? Paulus bisa saja membanggakan pendidikannya sebagai seorang Farisi maupun pengalamannya berhadapan dengan Kristusyang sudah bangkit dan naik ke surga. Bahkan, seperti yang ia nyatakan sendiri, ia bisa saja bermegah akan penglihatannya (12:1-5), atau karena ia berkali-kali dianiaya karena Injil (11:23-27), atau karena ia dapat menghidupi diri sendiri (11:9)sementara para rasul “luar biasa” itu meminta uang dari Jemaat Korintus. Namun, ia memilih untuk membanggakan kelemahannya karena di sanalah Kristus nyata sebagai kredensial sejatinya. “Surat rekomendasi” Paulus sebagai seorang rasul bukanlah dari manusia lain yang mengevaluasi latar belakang pendidikan maupun kepiawaiannya, dan bukan pula dari dirinya sendiri. “Surat rekomendasi”-nya adalah dari Kristus sendiri yang tidak hanya memanggilnya, tetapi juga memberinya kekuatan di tengah segala kelemahannya.
Jadi, apa dan bagaimana bentuk “surat rekomendasi” dari Kristus itu? 2 Korintus 3:2-3 menuliskan, “kamu adalah surat pujian kami … Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami.” “Surat rekomedasi” dari Kristus adalah Jemaat Korintus sendiri!
Dari sini dapat dimengerti mengapa Paulus bermegah atas jemaatnya, tidak hanya jemaat Korintus, tetapi juga Jemaat Tesalonika (1 Tes. 2:19), Filipi (Fil. 2:14-17), dan tentunya jemaat-jemaat lain yang ia menangkan. Paulus bermegah atas “surat rekomendasi” iniyang ditulis sendiri Kristus untuknya. Seolah Kristus, sambil menunjuk kepada jemaat-jemaat ini, berkata pada Paulus, “Lihat, ini adalah bukti Aku tetap menjadikan kamu rasul-Ku meski kamu sesungguhnya tidak layak.”
Apakah ini bertentangan dengan sikap Paulus dalam 2 Korintus 12:7-9? Tidak! Buah pelayanan Paulus adalah afirmasi bahwa Tuhan tetap beranugerah di tengah segala kelemahannya.Di tengah keterbatasannya, ia adalah tetap seorang rasul Tuhan. Buktinya adalah para jemaatnya. Jadi, bermegah atas buah pelayanan, selama dilakukan bukan dengan landasan bahwa ini merupakan hasil kerja sendiri, melainkan dalam penghayatan bahwa hanya kuasa Tuhan yang memampukan segala pencapaian ini, adalah hal yang sah untuk dilakukan. Tidak hanya sah, hal ini justru berkenan kepada Tuhan! Ketika Paulus bermegah atas buah pelayanan sekaligus kelemahannya, ia sebenarnya sedang mengakui dan meninggikan Kristus yang hanya karena kuasa-Nya saja, ia bisa menuai hasil pelayanannya.
Orang Kristen, khususnya kalangan Injili, seringkali lupa merayakan buah pelayanannya karena takut dianggap sombong. Ketakutan inilah yang seringkali merampas sukacita pelayanan. Namun di dalam diri Rasul Paulus, kemegahan atas kelemahan dan kemegahan atas buah pelayanan melebur dengan harmonis, menghasilkan kerendahan hati sekaligus sukacita yang sejati.**(DO)