“Buang-Buang Waktu, Tenaga, dan Air Mata”?
Paulus, seorang rasul yang dipakai Tuhan secara luar biasa. Melalui surat-surat yang ditulisnyalah para teolog, khususnya teolog dalam tradisi Reformed, merumuskan apa yang kita kenal dengan doktrin predestinasi atau doktrin pemilihan. Doktrin ini menyatakan bahwa Allah dalam kedaulatan dan kasih karuniaNya memilih orang-orang tertentu untuk diselamatkan. Keselamatan semata-mata adalah anugerah Tuhan, bukan usaha kita (termasuk pengambilan keputusan dalam memilih untuk percaya).
Paulus sendiri dengan jelas menyatakan hal ini melalui kesaksian pengalaman pribadinya dalam Galatia 1:11-16. Allah memilih Paulus “sejak kandungan ibuku” dan memanggilnya “oleh kasih karunia-Nya” (ay. 15), dan oleh sebab itulah ia kini begitu giat memberitakan Injil di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi (ay. 16).
Mungkin hal ini membuat Anda mengeryitkan dahi. “Jika orang-orang yang akan diselamatkan sudah dipilih Allah sejak semula, apa gunanya Paulus menginjili? Toh entahkah Paulus menginjili atau tidak, orang-orang tersebut pasti akan masuk surga karena Allah sudah mempredestinasikan demikian.” Memang benar, doktrin pemilihan dan panggilan mengabarkan Injil dianggap sebagai sesuatu yang berkontradiksi. Namun, benarkah demikian?
Setidaknya ada tiga jawaban untuk keberatan ini. Jawaban pertama yang biasa diberikan adalah bahwa pemilihan Allah atau predestinasi dapat dianalogikan sebagai blueprint dari sebuah rumah, sementara perkabaran Injil adalah proses pembangunan rumah tersebut. Tentu, seperti blueprint rumah tersebut, rencana keselamatan telah Allah rancangkan. Namun, rencana atau blueprint itu harus dilaksanakan, yakni dengan cara Paulus berikut orang-orang yang telah merasakan anugerah tersebut mewartakan kabar baik tersebut kepada mereka yang belum percaya. Dengan demikian, orang-orang yang memang telah dipilih sejak semula akan berespon dengan menerima Injil, dan mereka yang tidak dipilih akan menolaknya.
Tetapi, mungkin jawaban ini masih kurang memuaskan kita. “Baiklah. Tapi Allah berdaulat dan maha kuasa, bukan? Semisalkan Paulus secara pribadi menolak untuk mengabarkan Injil, Allah bisa memakai orang lain untuk menjalankan rencana keselamatannya. Bahkan, semisalkan semua orang Kristen di seluruh abad dan tempat malas mengabarkan Injil, Ia bisa saja memakai yang lain, seperti misalnya malaikat! Tak hanya itu, Ia bisa memakai batu untuk bersorak memuji-Nya (Luk. 19:40). Tentunya Ia bisa memakai batu atau ciptaan apapun untuk mengabatkan Injil!"
Untuk menjawab keberatan lanjutan ini, kita akan masuk ke jawaban kedua. Mengapa tiap orang Kristen secara pribadi perlu mengabarkan Injil meski rencana keselamatan pasti akan digenapi terlepas dari ketidaktaatan manusia mengabarkan Injil? Pertanyaan seperti ini muncul karena sebuah presuposisi salah bahwa tujuan ultimat penginjilan adalah pertobatan orang-orang yang belum mendengar Injil. Jika presuposisi ini benar, maka Ia tidak mungkin memakai kita manusia (yang masih jatuh bangun dalam dosa, malas, dan suka mencari-cari alasan untuk tidak taat) untuk menjadi saluran Injil-Nya. Malaikat bahkan batu mungkin jauh lebih efektif daripada kita. Namun, ingat bahwa Allah tidak menyuruh kita untuk membuat seseorang bertobat karena pertobatan seseorang adalah anugerah-Nya. Di satu sisi, ini adalah teguran keras bagi kita: jangan sombong ketika kita bisa membawa orang kepada Injil. Kita hanya alat, dan adalah anugerah yang memampukan orang tersebut untuk bertobat. Di sisi lain, ini adalah penghiburan sekaligus perintah untuk kita: masalah apakah orang yang injili bertobat atau tidak bukanlah urusan kita. Yang penting kita taat.
Tetapi, jawaban seperti ini makin membuat kita berkecil hati. "Tetapi, bagaimana semisalkan seumur hidup saya menghabiskan waktu dan energi untuk menginjili, tetapi rupanya orang-orang yang saya injili tidak ada satupun yang adalah orang-orang pilihan? Bukankah saya sudah membuang-buang waktu dan energi untuk hal yang sia-sia?" Ini adalah keberatan yang sangat wajar. Bagaimanapun, kita rindu usaha penginjilan kita membuahkan hasil sehingga kita ingin tahu siapa-siapa saja orang-orang yang dipredestinasikan untuk selamat. Dengan demikian, kita tidak perlu “buang-buang” waktu, tenaga, bahkan mungkin air mata, untuk orang-orang yang memang tidak dipilih.
Untuk menjawab pertanyaan inilah kita akan masuk ke jawaban ketiga, yakni apa sebenarnya inti dari doktrin predestinasi. Celakanya, mungkin selama ini kita salah memahani doktrin ini, dan itulah sebabnya kita tidak dapat menerimanya.
Perkataan Paulus dalam Roma 8:29-30 sering dikutip berkenaan dengan doktrin pemilihan, karena kata predestinasi muncul di sini. “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya (predestined) dari semula untuk…” … selamat? masuk surga setelah mati? Tidak! Ini Paulus melanjutkan, “… menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.”
Pada umumnya, ungkapan “menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya” hanya dianggap sebagai salah satu bagian kecil dari ordo salutis (urutan keselamatan), yakni sanctification (pengudusan), sama seperti calling (pemanggilan) dan justification (pembenaran) pada ayat selanjutnya hanyalah satu tahap saja. Tetap saja tujuan akhir adalah keselamatan, “masuk surga.”
Tetapi, bagaimana jika ini adalah cara yang salah untuk memahami ayat ini? Bagaimana semisalkan keserupaan dengan Kristus adalah tujuan utama predestinasi, dan jaminan keselamatan adalah satu dari sekian banyak anugerah yang Allah berikan ketika Ia memanggil kita menjadi serupa Anak-Nya? Tentu saja keselamatan sangat penting. Tetapi Allah tidak sekedar menghendaki sebanyak-banyaknya orang untuk memenuhi surga. Ia menghendaki orang-orang yang serupa Kristus.
Pemikiran yang sama digemakan kembali oleh Paulus di dalam ayat lain yang sering dikutip dalam diskusi predestinasi, yakni Efesus 2:8-10. Kita suka ayat 8-9 yang menekankan bahwa keselamatan adalah “…by grace… through faith” yang berarti “oleh anugerah… melalui iman” (saya menggunakan terjemahan bahasa Inggris versi ESV karena lebih akurat). Tetapi kita lupa ayat 10 yang mengatakan bahwa keselamatan oleh iman melalui anugerah adalah “…for good works” (“untuk pekerjaan baik).
Jadi, benar bahwa termasuk dalam anugerah melalui pemilihan Allah dalam predestinasi adalah keselamatan. Namun tujuan akhirnya adalah keserupaan dengan Kristus, bukan sekedar masuk surga! Ketika kita serupa dengan Kristus-lah maka Allah akan dipermuliakan (Mat. 5:16).
Soli Deo Gloria!
Jadi, kembali ke keprihatinan bahwa mengabarkan Injil kepada mereka yang tidak dipilih adalah “buang-buang waktu, tenaga, dan air mata.” Yah, kalau ini alasan untuk tidak menginjili, Tuhan Yesus juga tidak akan datang ke dunia, mengajar dan menyatakan kebenaran kepada orang-orang Israel yang sebagian besar menolak bahkan menyalibkan-Nya. Bagaimanapun, Ia kelihatan seperti “buang-buang waktu, tenaga, dan air mata” untuk bangsa yang tegar tengkuk ini. Namun inilah yang Ia lakukan, yakni menyatakan kasih-Nya yang tak bersyarat kepada orang-orang yang tidak layak dan sampai terakhir pun tidak akan percaya.
Inilah alasan mengapa, kembali ke Galatia 1:11-16, Paulus dapat menyatakan dengan gamblang bahwa ia dipilih dan dipanggil oleh kasih karunianya, tetapi juga dengan giat mengabarkan Injil, meski kelihatannya ia seperti orang yang “buang-buang waktu, tenaga, dan air mata.” Paulus tahu bahwa ia dipilih bukan sekedar untuk masuk surga. Tetapi ia dipilih sejak semula untuk menjadi serupa Kristus dengan cara mengasihi dan menyatakan kebenaran bagi bangsa-bangsa lain, meski mungkin sebagian besar dari orang yang ia injili tidak bertobat dan diselamatkan.
Bagaiman dengan kita? Panggilan kita bukanlah untuk membuat orang bertobat, melainkan untuk menjadi serupa Kristus, untuk menyatakan kasih yang tak bersyarat dan melakukan sesuatu yang kelihatannya seperti “buang-buang waktu, tenaga, dan air mata” ketika kita menginjili orang-orang yang sampai akhir tetap berkeras hati dan tidak diselamatkan. Maukah kita melakukannya?(DBO)