Gambaran Gereja Sebagai Bangunan
Gereja memiliki makna-makna kaya yang diungkapkan Alkitab dengan berbagai gambaran, seperti ladang (1Kor.3:9), carang pokok anggur (Yoh.15:1-8), pernikahan (Ef.5:25-33), keluarga (1Tim.3:15), tubuh (Kol.1:24; Ef.4:16), kawanan ternak (Yoh.10:14-16), Bait Allah (Ef.2:21-22), bangunan (1Kor.3:10-15), dsb. Tiap-tiap gambaran memiliki makna yang menjelaskan aspek tertentu satu gereja. Gambaran-gambaran tersebut saling melengkapi untuk menjelaskan kebenaran gereja secara keseluruhan. Karena tidak memungkinkan di sini untuk membahas semua gambaran tersebut, maka artikel ini hanya fokus kepada gambaran gereja sebagai bangunan.
Gereja adalah kumpulan orang-orang percaya di dalam Yesus Kristus, baik yang bersifat universal, dari sepanjang zaman dan di segala tempat, ataupun yang bersifat lokal, di suatu tempat dan pada zaman tertentu. Ketika Alkitab menggambarkan gereja sebagai bangunan, ia tidak bermaksud menyamakannya dengan gedung gereja, tetapi menggunakan berbagai elemen bangunan, seperti fondasi, batu penjuru, tiang, bangunan atas, dsb – untuk menjelaskan kebenaran gereja Kristus. Berikut ini kita akan melihat makna-makna yang terkandung dalam gambaran tersebut.
Yesus Kristus adalah satu-satunya fondasi dasar gereja
Fondasi adalah bagian terpenting dari satu bangunan. Fondasi berfungsi untuk menopang bangunan di atasnya. Ia umumnya tidak kelihatan karena terkubur di bagian bawah bangunan. Di Matius 7:24-27 Yesus menekankan pentingnya fondasi bagi bangunan di atasnya. Ia mengumpamakan orang bijak sebagai orang yang mendirikan bangunan di atas fondasi batu yang kokoh. Sebaliknya orang bodoh mendirikannya di atas fondasi pasir yang goyah. Bangunan atas mungkin sama saja penampakannya, tetapi keberadaannya baru teruji saat badai menerpa. Bangunan di atas fondasi batu kokoh bertahan. Sebaliknya, bangunan yang di atas fondasi pasir goyah ambruk dan hancur. Dengan perumpamaan ini, Yesus menekankan bahwa fondasi yang menentukan keberadaan bangunan di atasnya.
Fondasi berfungsi menopang keberadaan bangunan di atasnya. Ketika fondasi dipakai secara kiasan, ia juga memiliki arti yang sama. Misalnya, Ayub 38:4 dan Mazmur 78:69 mengatakan Tuhanlah yang meletakkan dasar (fondasi) bumi. Amsal 10:25 juga berkata bahwa orang fasik akan lenyap karena tidak memiliki fondasi, tetapi orang benar akan bertahan karena memiliki fondasi yang kekal. Dalam bagian-bagian ini Tuhanlah fondasi yang menopang keberadaan dunia ciptaan serta hidup orang benar.
Yesus Kristus adalah satu-satunya fondasi dasar gereja (1Kor. 3:11; Kol. 2:7). Gambaran ini memiliki dua makna. Pertama, keberadaan gereja tergantung sepenuhnya kepada Yesus Kristus. Hidup matinya gereja terletak bukan pada manusia yang membangun di atasnya, dan juga bukan pada bahan bangunan di atasnya, tetapi kepada dasarnya yang telah diletakkan, yakni Yesus Kristus. Dengan demikian keberadaan gereja terjamin aman selamanya. Alam maut tidak akan menguasainya, karena Kristuslah adalah fondasi batu karang yang kokoh (Mat. 16:18). Oleh sebab itu sekalipun bangunan di atasnya terbakar, orang-orang percaya akan diselamatkan karena fondasi mereka adalah Yesus Kristus (1Kor. 3:15).
Kedua, Yesus Kristus adalah satu-satunya fondasi. Hal itu menyatakan kesatuan dan keutuhan dari gereja. Sama seperti ada banyak anggota tetapi hanya satu tubuh dengan satu kepala, demikian juga ada banyak gereja tetapi hanya ada satu dasar yang sama (1Kor. 12:12-27). Ada berbagai aliran dan denominasi gereja, tetapi berdiri di atas dasar yang sama, yakni Yesus Kristus. Dia-lah yang menjadi dasar dan menyatukan berbagai gereja yang berdiri di atasNya.
Yesus Kristus adalah Batu Penjuru Gereja
Pada konstruksi zaman kuno batu penjuru adalah bagian terpenting dari fondasi bangunan. Ia terletak di pojok pondasi, maka disebut batu penjuru (cornerstone). Ia adalah batu pertama yang diletakkan dan menjadi rujukan (standar) bagi batu-batu lain yang akan dipasang.
Yesus Kristus adalah satu-satunya fondasi gereja (1Kor. 3:15), dan secara khusus Ia disebut batu penjuru (Ef. 2:20). Ia adalah batu hidup, yang ditolak dan dibuang manusia, namun telah dipilih Allah menjadi batu penjuru (1Pet. 2:4-7). Gambaran Yesus Kristus sebagai batu penjuru gereja memiliki beberapa makna, sebagai berikut:
Pertama, keabsahan dari satu gereja diukur dari Yesus Kristus. Ia adalah batu penjuru – titik awal, ukuran, dan standar – bagi bangunan yang akan dibangun di atasnya. Kesejatian gereja diukur dari penerimaannya terhadap Yesus Kristus sebagai dasar gerejanya. Gereja yang tidak beralaskan Yesus Kristus dan tidak memproklamasikan Injil sejati Yesus Kristus tidak dapat diterima sebagai Gereja Kristen. Kedua, respon kepada Yesus Kristus sebagai batu penjuru membawa konsekuensi yang jelas. Mereka yang datang kepada Yesus Kristus, Batu Hidup, Batu Penjuru, mereka akan menjadi batu-batu hidup yang dipakai untuk membangun gereja-Nya (1Pet. 2:5). Mereka yang menolak-Nya akan tersandung dan binasa (1Pet. 2:8).
Dengan demikian Yesus Kristus sebagai batu penjuru adalah standar dan ukuran, dalam arti juga sebagai garis pemisah, antara mereka yang di dalam dan di luar dari gereja yang sejati. Penerimaan membawa kepada keselamatan dan penolakan kepada kebinasaan.
Alkitab – Para Nabi dan Rasul – adalah fondasi atas gereja
Dalam Efesus 2:19-20 Paulus menuliskan bahwa gereja adalah “orang-orang kudus dan anggota-anggota di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.” Tentu Paulus tidak bermaksud mengatakan bahwa ada dua fondasi gereja: Yesus Kristus dan para nabi serta rasul. Apa yang ia maksud adalah hanya satu fondasi dasar gereja, yakni Yesus Kristus (1Kor.3:11). Ia juga batu penjuru, bagian terpenting dari fondasi dasar tersebut (Ef.2:20). Namun di atas fondasi dasar ini ada pengajaran para nabi dan para rasul. Dengan kata lain, satu fondasi dengan dua lapisan. Lapisan paling bawah dengan batu penjurunya adalah Yesus Kristus. Di atas fondasi dasar ini, ada satu lapis lagi, yakni Alkitab, Firman Allah, pengajaran para nabi dan rasul.
Gereja beralaskan Yesus Kristus. Yesus yang dimaksud bukanlah yang menurut pandangan manusia ataupun agama-agama lain tetapi Yesus Kristus sebagaimana yang disaksikan oleh pengajaran para nabi dan para rasul di dalam Alkitab (Yoh. 5:39; Luk. 24:27, 44). Allah mulanya menyatakan diri-Nya kepada para nabi dan pada puncaknya di dalam diri Putra-Nya Yesus Kristus (Ibrani 1:1-2). Oleh inspirasi Roh Kudus para nabi dan para rasul menuliskan penyataan Allah menjadi Kitab Suci (2Ti. 3:16). Maka natur Yesus Kristus yang sejati, karya, dan kehendak-Nya hanya dapat diperoleh melalui Alkitab.
Eksistensi gereja terletak pada Yesus Kristus yang adalah fondasi dasar dan batu penjuru gereja. Apakah satu gereja berpijak atau tidak pada Kristus, diukur dari apakah ia berpegang kepada kebenaran-kebenaran Kitab Suci-Nya. Dalam hal ini baik Yesus Kristus maupun Kitab Suci-Nya adalah ukuran absolut untuk menentukan kesejatian satu gereja.
Doktrin-doktrin Kristen adalah Bangunan Atas
Di atas fondasi dasar dan batu penjuru Yesus Kristus, dan fondasi atas pengajaran para nabi serta rasul (1Kor. 3:11; Ef. 2:20), berdirilah bangunan atas gereja. Bangunan atas dapat berdiri dengan bahan-bahan yang kualitasnya beda. Ada yang membangun dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami. Pada saat penghakiman kualitas bahan akan akan terungkap. Namun, bahan bangunan atas tidak menentukan keselamatan gereja itu, karena seandainya pun terbakar ia tetap diselamatkan (1Kor. 3:12-15).
Bahan-bahan yang dipakai untuk membangun bangunan atas adalah teologi-teologi, doktrin-doktrin, atau pengajaran-pengajaran gereja. Yesus Kristus dan Kitab Suci-Nya adalah absolut. Tetapi teologi dan doktrin gereja tidak absolut dan berbeda kualitasnya. Ada teologi dan doktrin yang kualitasnya baik, jelas dan kokoh, seperti emas, perak, dan batu permata. Ada juga teologi dan doktrin yang kualitasnya kurang baik, kabur dan goyah, seperti kayu, rumput kering dan jerami. Kualitas dari doktrin-doktrin gereja saat ini tersembunyi, tetapi pada waktu penghakiman akan menjadi nyata.
Sekalipun kualitas teologi dan doktrin tidak menentukan keselamatan gereja, namun kita harus berjuang membangun rumah rohani dan iman kita dengan teologi dan doktrin yang berkualitas baik. Di satu pihak, doktrin yang baik dan sehat akan membantu kita hidup dengan benar di dunia ini. Di lain pihak, pada waktu penghakiman kita akan mendapatkan balasan jika pekerjaan kita teruji dan tidak terbakar (1Kor.3:14).***(PD)