Hosea & Gomer: Narasi Romantis yang Tragis
Sebuah kisah cerita menjadi unik atau menarik ketika seorang penulis berhasil menempatkan narasi begitu rupa yang menggugah pikiran dan perasaan pembacanya. Narasi tersebut akan menampilkan plot atau alur cerita, setting, tokoh karakter, konflik, dan tema, yang begitu dramatis sehingga maksud cerita tersebut dapat tersampaikan dengan jelas. Pada akhirnya pun penulis cerita akan menuntun setiap pembaca dapat memahami pesan moral dari ending narasi tersebut.
Kisah kehidupan nabi Hosea merupakan kisah nyata yang terjadi di masa kejayaan raja Yerobeam 2 di Israel Utara. Sebuah narasi romantis yang berbalut amat tragis mengisahkan hubungan cinta antara Hosea dan Gomer. Kisah cinta dimulai dengan pernikahan kontroversi antara nabi dan perempuan sundal, dilanjutkan dengan pengkhianatan, diakhiri kesetiaan serta menerima kembali. Narasi dramatis, tragis namun sarat pesan ilahi bagi setiap orang berdosa.
Pertanyaannya sekarang, pesan apa yang hendak disampaikan oleh penulis dari narasi kisah ini? Apa maksud penulis kisah ini yang tidak lain adalah Tuhan sendiri melalui kehidupan nyata pernikahan nabi-Nya?
Pertama-tama kisah ini hendak menunjukan sifat kontras antara kekudusan dan kecemaran. Pernikahan antara Hosea yang adalah nabi Tuhan dengan seorang perempuan sundal bernama Gomer jelas menunjukan kontras ini. Seorang pemimpin rohani yang kudus mengikatkan janji setia pernikahan kepada Gomer, seorang perempuan cemar dan hina. Sifat kontras inilah turut menggambarkan bagaimana kasih Allah yang dinyatakan bagi Israel yang terus berlaku cemar. Itu sebabnya Tuhan berfirman kepada Hosea, “Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakanlah anak-anak sundal, karena negeri ini bersundal hebat dengan membelakangi TUHAN” (Hos. 1:2).
Pernikahan Hosea dan Gomer yang amat kontras itu pun dikisahkan guna menggambarkan secara simbolis hubungan antara Allah dan Bangsa Israel. Sebuah hubungan yang tragis dimana cinta dan kesetiaan dibalas dengan dusta dan pengkhianatan. Allah yang penuh kasih mengikatkan perjanjian dengan bangsa Israel. Keindahan perjanjian itu malah diresponi bangsa Israel dengan menyembah berhala sebagai wujud perzinahan rohani. Sebuah respons yang menyakitkan dan memberi luka dalam bagi Allah yang kudus itu.
Sebagaimana ungkapan “cinta bertepuk sebelah tangan”, demikianlah tragedi dalam kehidupan rumah tangga Hosea dan Gomer. Pasal kedua kitab Hosea ini membuka seluruh pengkhianatan Gomer. Seluruh emosi kesal, sedih, kecewa terajut dalam hati Allah. Sebagaimana Hosea dikhianati oleh Gomer, demikian juga Allah dikhianati oleh bangsa-Nya. Hosea kesal seperti tidak menganggapnya sebagai istri, tetapi pada saat bersamaan Hosea kasihan padanya (2:1-2). Hosea mengancam mencabut hak warisnya (2:3-4), namun Gomer tetap lari dengan kekasihnya karena mereka menjanjikan hal materi yang berlimpah (2:4). Hosea mencoba menghentikannya beberapa kali (2:5), tetapi Gomer tetap mencari teman dalam dosanya. Hosea harus mengambil dia kembali dalam pangampunan kasih dan mereka akan mencoba kembali (2:6). Tetapi pertobatannya berlangsung singkat dan dia bersundal lagi dengan kekasih baru (2:7).
Drama tragedi berakhir pada saat Gomer dibuang oleh kekasih-kekasihnya. Saat itu Gomer tidak lebih dari sekerat daging usang, yang tidak diminati, berharga rendah sebagaimana budak. Inilah jerami terakhir. Kondisi inilah yang tepat mengakhiri kisah cinta yang menyedihkan. Sudah patut Hosea melupakan Gomer sebagai ending kisahnya. Sebaliknya, narasi kisah cinta ini belum berakhir. Tuhan berkata, “Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah, seperti TUHAN juga mencintai orang Israel, sekalipun mereka berpaling kepada allah-allah lain dan menyukai kue kismis” (3:1).
Plot narasi kembali memainkan emosi yang dramatis. Tuhan meminta untuk menebus Gomer dari pasar budak sejumlah lima belas syikal perak dan satu setengah homer jelai (3:2). Sebuah harga yang pantas untuk seorang budak. Hosea melunasinya. Membawanya kembali serta menempatkan kembali statusnya sebagai istri. Bagaimana mungkin seorang mengasihi sampai begitu dalam? Jawabannya ada dalam perintah Tuhan pada Hosea, “seperti juga Tuhan mencintai.”
Kasih setia Tuhan Allah bagi umat-Nya, itulah tema utama dari kitab Hosea ini. Kasih setia Tuhan inilah yang hendak ditampilkan kepada umat-Nya. Tidak sampai disitu, narasi kisah cinta Hosea dan Gomer turut mengungkapkan kebenaran mendalam tentang karakter Allah dan sifat manusia. Karakter Allah yang penuh kasih dan sifat manusia yang sarat pemberontakan. Kasih setia Allah yang besar bagi manusia yang penuh dosa dan cemar.
Narasi kisah cinta Hosea dan Gomer ini pun tidak hanya ditujukan kepada Israel Utara. Kisah ini pun hendak ditujukan pada pembaca masa kini. Tuhan ingin agar setiap kita mengalami kasih yang melampaui segala akal tersebut. Kasih dengan tujuan akhir memulihkan dan memperbaharui hidup orang berdosa itu sedang disampaikan pada masa kini. Melalui pekan misi penginjilan bulan ini, kiranya dengan bersemangat kita membawa Injil kasih Kristus kepada setiap orang. Kasih yang adil menghukum dosa manusia, namun pada saat bersamaan adalah kasih yang memulihkan serta mengampuni. Bahkan kasih yang senantiasa cukup bagi ketidaksetiaan kita.
Akhir kata, biarlah kisah cinta Hosea dan Gomer hendak mendidik kita guna mengingat kembali siapa diri kita, orang berdosa. Kasih yang diberikan pada kita amat kontras dengan keberadaan kita. Namun, Dia mengasihi kita melampaui apa yang dapat kita pikirkan dan lakukan. Kisah ini juga mendidik kita untuk berlaku setia sebagai bentuk respons terhadap kasih cinta Tuhan. Meskipun kita terbatas dan tak mampu atau kerapkali berpaling, tangan-Nya siap menopang dan menolong serta membawa kita kembali. Dan kasih Tuhan ini juga yang disediakan bagi setiap orang. Maukah kita mengalami kasih-Nya? Relakah kita mengasihi orang berdosa seperti Tuhan mengasihi umat-Nya? **CW