Kemerdekaan Kristiani
Topik artikel ini adalah kemerdekaan Kristiani. Ini adalah topik esential bagi orang percaya. John Calvin menegaskan bahwa Injil tidak dapat dirangkum tanpa membahas topik ini. Dengan kata lain kemerdekaan Kristiani adalah bagian tak terpisahkan dari Injil Yesus Kristus. Lebih lanjut, Calvin berkata bahwa pengajaran akan kemerdekaan seorang Kristen adalah keharusan, karena tanpa kemerdekaan Kristiani, hati nurani tidak dapat melakukan sesuatu apapun tanpa keraguan. Maksudnya adalah hanya ketika orang percaya memahami dengan benar bahwa ia telah merdeka di dalam Kristus, maka hati nuraninya baru akan memiliki damai sejahtera dan ketenangan saat ia memilih untuk melakukan atau pun tidak melakukan suatu tindakan.
Firman Allah dalam Galatia 5:1 menegaskan bahwa orang percaya adalah orang yang telah dimerdekakan oleh Kristus. Pertanyaan selanjutnya adalah kita dimerdekakan dari apa dan untuk apa. Calvin dalam bukunya the Institutes of Christian Religion, buku III, pasal 19, menekankan 3 aspek kemerdekaan Kristiani: (1) kemerdekaan dari tuntutan Taurat, (2) kemerdekaan hati nurani untuk melakukan Taurat dengan kerelaan tanpa paksaan dari Taurat, dan (3) kemerdekaan untuk melakukan adiafora (hal-hal yang tidak esential kepada iman). Kita akan melihat poin-poin ini satu per satu.
Kemerdekaan dari Tuntutan Taurat
Pertanyaan yang sangat mendasar adalah bagaimana manusia berdosa mendapatkan pembenaran di hadapan Allah (justification). Apakah dengan melakukan hukum Taurat? Apakah menuruti segala tuntutan hukum Allah? Roma 3:20 menjawab: “Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.” Alkitab demikian jelas dan tegas bahwa manusia berdosa dibenarkan bukan karena melakukan hukum Taurat.
Lalu bagaimana manusia berdosa mendapatkan pembenaran? Sekali lagi Roma 3:23-24 menjawab: “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.” Manusia berdosa dibenarkan semata-mata oleh anugerah Allah di dalam Yesus Kristus.
Pembenaran (justification) adalah diperhitungkan kepada, bukan didapatkan oleh, orang percaya. Martin Luther menyebut orang percaya sebagai simul justus et peccator, sekaligus benar dan berdosa. Orang percaya tetap orang berdosa. Lalu bagaimana mereka orang berdosa dapat sekaligus disebut juga orang benar? Jawab: karena pembenaran diperhitungkan kepada mereka. Jadi sekalipun mereka orang berdosa, mereka dianggap benar. Sebagai ilustrasi, seorang murid gagal total dalam ujiannya, ia seharusnya tidak lulus, tetapi dianggap lulus oleh gurunya. Demikian kita dihadapan Allah, kita orang berdosa, tetapi yang dianggap benar oleh Allah.
Pertanyaan selanjutnya adalah atas dasar apa kita orang berdosa dapat diperhitungkan sebagai orang benar. Bukan karena kita melakukan Taurat, tetapi oleh karena anugerah Allah di dalam Yesus Kristus (Roma 3:24). Kebenaran ini harus dipahami dan diterima oleh setiap orang percaya. Jika tidak, mereka akan terperangkap dalam tuntutan hukum Taurat dan tidak memiliki kemerdekaan Kristiani.
Hukum Taurat adalah baik. Melakukan hukum Taurat adalah baik. Tetapi Roma 3:20 berkata, Taurat bukan jalan keselamatan, bukan jalan pembenaran, tetapi oleh Taurat manusia mengenal dosa. Jadi Taurat seperti cermin. Dengan bercermin manusia tahu dirinya kotor. Tetapi badan yang kotor tidak akan menjadi bersih dengan bercermin. Badan yang kotor hanya akan menjadi bersih dengan mandi bersabun. Taurat seperti cermin yang olehnya kita tahu kita makhluk berdosa, tetapi yang dapat membersihkan dosa kita adalah darah Yesus Kristus yang ditumpahkan di atas kayu salib.
Ketika manusia berdosa berpikir bahwa melakukan Taurat dapat menghapuskan dosa, mereka akan terperangkap ke dalam kutukan hukum Taurat. Karena semakin mereka melakukan Taurat, semakin mereka sadar dirinya kotor, dan semakin pula mereka menjadi frustasi. Inilah kutukan hukum Taurat.
Firman Allah di Galatia 5:1 berkata: orang Kristen adalah orang yang telah dimerdekakan oleh Kristus. Pertama Kristus membebaskan kita dari kutukan hukum Taurat. Galatia 3:13 berkata: “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita.” Penebusan adalah bahasa yang dipergunakan dalam pasar budak. Seorang budak dapat ditebus, yakni ia dibeli dan harganya telah lunas dibayar. Dan setelah dibeli dengan harga yang tuntas, ia menjadi milik tuan yang membelinya. Sebagai manusia berdosa kita adalah hamba-hamba dosa. Hukum Taurat menuntut kita agar dapat melepaskan diri dosa-dosa kita. Saat kita gagal, maka hukum Taurat mendatangkan kutukan atas dosa-dosa kita. Jadi sebagai manusia berdosa, kita terperangkap oleh dosa dan hukum Taurat itu sendiri. Tetapi saat Kristus menebus kita, maka kita telah dibebaskan atau dimerdekakan baik dari dosa maupun hukum Taurat itu sendiri (1Kor 7:23). Kita tidak lagi menjadi hamba dosa, maka hati nurani juga harus dibebaskan dari tuntutan hukum Taurat. Saat hukum Taurat memberitahukan kita orang berdosa, maka kita lari kepada Kristus untuk mendapatkan pengampuan. Saat hukum Taurat menuntut kita, maka Yesuslah yang menjadi pembela kita. Dengan demikian kita bebas dari dosa dan tuntutan hukum Taurat.
Kemerdekaan untuk melakukan Taurat dengan sukarela dan sukacita
Namun setelah dibebaskan dari dosa, kita tidak bebas untuk melakukan dosa. Sebaliknya kita yang telah dibebaskan dari hukum Taurat, sekarang dapat dengan bebas dan sukarela melakukan hukum Taurat. Bagaimana menjelaskan dua hal yang kelihatannya seperti bertentangan ini?
Pertama, setelah bebas dari dosa, maka kita tidak bebas berbuat dosa, karena dosa adalah seperti perangkap. Karena kalau kita melakukan dosa lagi, maka kita kembali terperangkap kembali menjadi budak dosa. Seperti seekor tikus yang telah bebas dari perangkap, ia tidak bebas untuk masuk ke dalam perangkap. Oleh sebab itu setelah ditebus dari dosa, kita tidak boleh berjalan kembali ke dalam dosa.
Kedua, berbeda dengan dosa, setelah bebas dari hukum Taurat, kita bebas dengan sukarela melakukan Taurat. Taurat bukan dosa. Taurat adalah hukum Allah yang baik. Tetapi hukum Allah yang baik dapat menjadi kutukan bagi kita saat hati nurani kita terangkap oleh tuntutannya. Hukum Taurat adalah seperti vitamin. Vitamin tidak boleh dipakai sebagai obat. Saat sakit, kita harus minum obat, bukan vitamin, untuk sembuh. Setelah sembuh baru vitamin berguna. Saat masih dalam dosa, yang membebaskan kita adalah darah Yesus, bukan Taurat. Setelah bebas oleh darah Yesus, kita melakukan Taurat agar iman kita dikuatkan.
Ketika dalam dosa, Taurat adalah beban. Karena semakin kita bercermin, semakin kita tahu diri kita kotor, semakin kita menjadi frustasi. Tetapi setelah dibebaskan oleh darah Yesus, melakukan Taurat menjadi sukarela dan sukacita. Sekarang kita bebas bercermin, karena begitu ketahuan ada yang kotor, kita ada solusi di dalam Yesus Kristus. Setelah di dalam Kristus, Taurat menjadi penuntun bagi hidup kita, agar kita hidup lebih kudus di hadapan Allah. Inilah kemerdekaan Kristiani yang kedua. Kemerdekaan untuk melakukan Taurat dengan sukarela dan sukacita.
Kemerdekaan untuk melakukan hal-hal yang tidak esential kepada iman
Aspek ketiga kemerdekaan Kristiani adalah hati nurani yang bebas untuk melakukan hal-hal tidak esential kepada iman. Ada hal-hal yang esential dan ada hal-hal yang tidak esential (adiaphora) kepada iman. Sebagai contoh, dalam hal ibadah, hal-hal yang esential misalnya objek ibadah hanya Allah yang sejati – Alllah Tritunggal, cara menyembah juga harus sesuai dengan perintah-Nya. Contoh lain misalnya mengenai sakramen. Melaksanakan sakramen – baptisan dan perjamuan kudus – adalah esential kepada iman iman. Dalam hal esential, orang-orang percaya harus melakukan sesuai dengan yang diperintahkan Allah. Saat kita melanggar, tidak melakukan hal esential sesuai dengan perintah Allah, maka kita bersalah dan berdosa kepada Allah sendiri.
Tetapi ada juga hal-hal yang tidak esential kepada iman. Hal-hal yang tidak esential kepada iman tidak diatur dalam Alkitab. Misalnya dalam hal ibadah, hari, waktu, frekuensi ibadah, hari-hari raya Kristiani, tidak diatur dalam Alkitab. Dan mengenai perjamuan kudus, misalnya, berapa sering melakukan perjamuan kudus adalah tidak esential, karena tidak diatur dalam Alkitab. Maka dalam hal-hal yang tidak esential, orang Kristen bebas melakukannya. Gereja-gereja Reformed, misalnya, ada yang melakukan perjamuan kudus empat kali setahun, ada yang sekali sebulan, dan ada yang setiap minggu. Demikian juga ada yang memakai roti tidak beragi dan ada yang memakai roti beragi. Perbedaan dalam hal-hal yang tidak esential terjadi, karena orang-orang percaya memiliki kemerdekaan Kristiani untuk melakukannya.
Contoh lain, misalnya, kemerdekaan Kristiani diterapkan pada hari ibadah Kristen. Mengapa orang Kristen beribadah pada hari Minggu? Jawaban umum dari pertanyaan adalah karena Yesus Kristus bangkit pada hari Minggu. Namun, jika ditanya lebih lanjut, apakah orang Kristen harus beribadah pada hari Minggu? Jawabnya adalah tidak! Calvin mengatakan bahwa hari Minggu dipilih menjadi hari ibadah bukan karena keharusan tetapi karena kebebasan. Bukan karena Kristus Yesus bangkit pada hari Minggu, maka orang Kristen harus beribadah pada hari Minggu, tetapi sebaliknya, karena kebangkitan Yesus Kristus telah memerdekakan kita hari kungkungan Taurat dan memutuskan kewajiban [hari Sabat]. Hari Minggu dipilih dengan bebas, karena kebangkitan Yesus adalah membebaskan, bukan mengikat. Karena kebangkitan Yesus Kristus, maka orang Kristen bebas beribadah pada hari apa saja. Mereka bisa memilih beribadah pada Jumat, Sabtu, Minggu, atau hari lainnya. Mereka bahkan bisa memilih beribadah lebih dari satu hari dalam seminggu. Itu sebabnya di banyak gereja, selain beribadah pada hari Minggu, juga ada kebaktian pada hari Rabu. Ibadah Kristen dapat dilakukan kapan saja, karena di dalam Kristus kita ada kemerdekaan Kristiani untuk melakukan hal-hal yang tidak esential. (PD)