Keutamaan Kristus
Membicarakan tentang Kristus adalah membicarakan Sosok yang tak ada duanya. Kristus adalah pusat kekristenan, bukan hanya dalam konteks sejarah, wawasan dan pusat pembicaraan tetapi juga dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Jaroslav Pelikan, seorang ahli teologi dan sejarah kekristenan di dalam bukunya Jesus Through the Centuries yang membahas pengaruh Kristus dalam sejarah kebudayaan, mengatakan bahwa terlepas dari pandangan atau kepercayaan kita akan Yesus Kristus, tak terbantahkan bahwa Kristus adalah Sosok dominan dalam sejarah peradaban barat selama 20 abad.
Di dalam bukunya, The Incomparable Christ, John Stott menyatakan tiga hal tentang Kristus yang menjadi pusat: Pertama, Kristus adalah pusat sejarah dunia. Mayoritas dunia menerima bahwa era sejarah dibagi dua antara sebelum Masehi (BC = Before Christ) dan sesudah Masehi (AD = Anno Domini, tahun Tuhan), terkait dengan kelahiran Kristus. Kedua, Kristus adalah pusat Alkitab. Dia sendiri yang mengatakan bahwa seluruh kitab suci bersaksi tentang Dia (Yoh. 5:39). Para bapa gereja mengiyakan hal ini: Jerome dari abad ke-4 mengatakan bahwa mengabaikan Kitab Suci berarti mengabaikan Kristus, Martin Luther di abad ke-16 mengatakan bahwa Kristus adalah kunci kepada Kitab Suci. Ketiga, Kristus adalah pusat misi. Karena mendengar Amanat Agung-Nya dalam Matius 28:19-20, sekian banyak orang pergi membawa berita keselamatan dalam Kristus kepada orang-orang di segala penjuru dunia, termasuk di tempat-tempat yang belum pernah terjangkau manusia lain. Mereka meneladani apa yang menjadi kerinduan Paulus untuk memberitakan Kristus yang disalibkan.
Karena begitu luar biasanya Kristus, ada begitu banyak hal yang bisa dibicarakan tentang Dia. Salah satu aspek menarik dari pribadi dan kehidupan Kristus adalah bagaimana Dia menghidupi berbagai kesempurnaan yang bisa saling bertolak belakang satu sama lain. Hal ini menjadi inti dari khotbah seorang filsuf, ahli teologia dan pengkhotbah kebangunan rohani terkemuka Amerika dari abad 18, Jonathan Edwards. Di dalam khotbahnya, dia menunjukkan kesempurnaan-kesempurnaan yang dipikirkan tidak mungkin akan ada dalam diri seorang manusia, maupun sifat-sifat ilahi yang rasanya saling bertentangan dan tidak mungkin ada bersama-sama, ternyata hadir dalam kehidupan dan pengajaran Kristus.
Pertama, Kristus jauh lebih tinggi dari apapun atau siapapun juga, termasuk jauh melampaui batas-batas imajinasi kita yang terhebat sekalipun, tetapi Dia sekaligus juga telah merendahkan diri sedemikian rupa sehingga menjadi sama dengan manusia yang paling rendah, menjadi sahabat manusia apapun, bahkan bahkan mati sedemikian hina untuk manusia berdosa. Kedua, Kristus sebagai Allah adalah sempurna dalam keadilan-Nya. Dia tidak bisa bertoleransi terhadap dosa sekecil apapun dan akan menghukumnya. Namun Dia sekaligus memiliki belas kasihan dan anugerah yang sempurna. Dia bukan saja memberikan belas kasihan kepada manusia, namun Dia memberikan belas kasihan-Nya melalui penderitaan dahsyat yang dialami-Nya sendiri. Ketiga, dalam diri Kristus ada rasa hormat yang begitu dalam kepada Allah tetapi sekaligus menunjukkan kesetaraan dengan Allah. Dia berdoa kepada Bapa dan menyatakan kalau Dia semata-mata melaksanakan apa yang telah diperintahkan Bapa-Nya. Namun sekaligus Dia memperlihatkan keilahian-Nya: kemahatahuan, kemahakuasaan, kekekalan dan sebagainya. Keempat, Kristus memperlihatkan kebaikan moral dan kekudusan sempurna, namun sekaligus memperlihatkan kesabaran-Nya dalam menanggung penderitaan akibat dosa manusia, yang sesungguhnya tidak layak ditanggungnya. Kelima, Kristus juga menunjukkan ketaatan yang tertinggi kepada Bapa-Nya dengan menjalani apa yang telah ditugaskan Bapa dengan sempurna (Ibr. 5:8; Flp 2:8), sekaligus menunjukkan bahwa Dia adalah Tuhan Pencipta yang berkuasa atas alam ciptaan-Nya, tidak lebih rendah dari Bapa. Keenam, Kristus memperlihatkan kemahakuasaan dan kedaulatan-Nya sebagai Allah, yang bekerja terus sebagaimana Bapa masih bekerja, yang menyembuhkan orang sesuai kehendak-Nya. Namun Dia juga adalah Pribadi yang sepenuhnya menerima kehendak Bapa. Di Taman Getsemani, Dia mengalami pergumulan sedemikian berat untuk tetap berjalan ke salib, tetapi Dia pada akhirnya menerima cawan penderitaan yang harus diminum-Nya. Ketujuh, Kristus memperlihatkan bahwa diri-Nya sangat bergantung dan percaya kepada Bapa-Nya sehingga musuh-musuh-Nya pun tahu akan hal ini (Mat. 27:43) sekalipun sesungguhnya Kristus adalah Allah yang tidak bergantung kepada siapapun bahkan semua yang lain bergantung kepada Dia.
Semua kualitas Kristus yang sepertinya saling bertentangan di atas terekam dengan jelas di Alkitab dalam kehidupan Kristus, mulai dari inkarnasi-Nya sampai kepada kenaikan-Nya ke Surga, bahkan sampai kepada kedatangan-Nya yang kedua kalinya. Jikalau kita menerima kesaksian Firman Tuhan tentang Kristus, pastilah kita akan merasa amat takjub kepada Dia. Gereja di sepanjang sejarahnya juga telah berusaha memahami Kristus, baik dengan cara yang sesuai gambaran Firman Tuhan maupun yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Kehidupan-Nya yang tiada tara juga telah memengaruhi kehidupan orang-orang percaya di sepanjang sejarah sedemikian rupa sehingga mengarahkan jalannya sejarah dan kebudayaan masyarakat yang dipengaruhi-Nya, baik itu dalam pengembangan perawatan kesehatan, pemeliharaan anak-anak, perhatian kepada kaum terpinggirkan, penghapusan perbudakan dan sebagainya. Namun demikian Kristus tidak hanya berpengaruh di dalam sejarah masa lalu dan hidup orang lain, tetapi Dia juga seharusnya memengaruhi kita untuk hidup berbeda dari dunia: berpusat kepada Dia, meninggikan dan memprioritaskan Dia, membawa orang lain untuk mengenal Dia secara pribadi. Kita juga harus membiarkan Dia memengaruhi diri pribadi, keluarga dan dunia yang kita jalani sehari-hari dengan nilai dan teladan-Nya, sebab Kristus memang layak diperlakukan demikian.*(TDK)