Konsili Pertama Dan Terutama
Sudah bukan rahasia lagi bahwa Protestantisme, tidak seperti gereja Katolik Roma maupun gereja Ortodoks Timur, memiliki ribuan denominasi dengan teologi yang beragam pula. Hal ini mungkin membuat kita merasa asing ketika mendengar kata 'konsili'. Apa itu konsili? Konsili adalah pertemuan antara wakil-wakil gereja dan teolog dari berbagai tradisi gereja untuk mendiskusikan dan mengambil keputusan mengenai hal-hal yang bersifat doktrin maupun praktis. Di masa kini, khususnya di dalam tradisi Reformed, jarang sekali kita mendengar diadakan konsili. Yang lebih akrab bagi kita adalah rapat gereja maupun rapat sinode.
Apakah minimnya konsili di masa kini terjadi karena hambatan budaya, bahasa, dan geografis, bahkan perpecahan gereja, seperti yang sering diyakini? Sepertinya tidak. Konsili-konsili yang telah diadakan sejak masa gereja mula-mula telah banyak melahirkan keputusan-keputusan dogmatik penting yang kini kita warisi sehingga sepertinya tidak ada lagi urgensi untuk mengadakan konsili lagi di masa kini. Konsili-konsili yang telah diadakan sepanjang sejarah gereja telah berhasil merangkumkan pokok-pokok ajaran paling fudamental di dalam Kekristenan. Selebihnya merupakan keberagaman tiap tradisi yang harusnya kita hargai, bukannya malah kita jadikan bahan perseteruan terhadap denominasi lain.
Dari konsili-konsili yang diadakan sejak abad keempat, tradisi Reformed menerima keputusan dari empat konsili paling awal, yakni:
1. Konsili Nikea (325): membidahkan doktrin Arianisme yang mengajarkan bahwa Allah Anak lebih rendah dari Allah Bapa, serta mendeklarasikan bahwa Allah Anak memiliki natur yang sama (homoousios) dengan Bapa.
2. Konsili Konstantinopel I (381): mengembangkan keputusan dogmatik dalam Konsili Nikea dengan menambahkan doktrin Roh Kudus.
3. Konsili Efesus (431): membidahkan doktrin Nestorianisme yang mengatakan bahwa Kristus memiliki dua pribadi, serta mendeklarasikan penyatuan natur ilahi dan manusiawi dalam satu pribadi Kristus (hypostatic union).
4. Konsili Kalsedon (451): membidahkan doktrin Monofisitisme yang mengatakan bahwa Kristus hanya memiliki satu natur, yakni natur ilahi, karena natur manusiawi-Nya terserap di dalam keilahian-Nya. Konsili ini juga mencetuskan apa yang disebut sebagai Definisi Kanseldonian, yakni deklarasi teologis mengenai dasar-dasar Kristologi yang dianggap ortodoks
Keempat konsili ini memiliki sejarah masing-masing yang tidak dapat diceritakan satu per satu. Namun, terlepas dari kepelbagaian konteks
historisnya, kita melihat sebuah karakteristik penting menjadi persamaan: keempat konsili ini membahas topik-topik yang bersifat doktrinal.
Apakah konsili-konsili gerejawi selalu berputar-putar hanya mengurus doktrin, doktrin, dan doktrin? Rupanya tidak! Ratusan tahun sebelum keempat konsili ini, gereja mula-mula telah mengadakan sebuah konsili yang melahirkan keputusan berkenaan dengan kehidupan praktis. Konsili ini adalah Konsili Yerusalem yang dicatat di dalam Kis. 15:1-21. Yakobus, saudara Tuhan Yesus yang menjadi pemimpin gereja Yerusalem, mendeklarasikan keputusan dari Konsili Yerusalem bahwa setiap orang non-Yahudi dapat menjadi pengikut Kristus tanpa harus mengikuti tradisi Yahudi, misalnya sunat dan hari-hari raya Yahudi. Hanya, orang-orang non-Yahudi tidak boleh makan makanan yang dipersembahkan kepada berhala, daging binatang yang mati dicekik, dan darah. Mereka juga harus menjauhkan diri dari percabulan, yang terkandung diantaranya adalah pelacuran bakti dan penyembahan berhala.
Mungkin kita menjadi heran dan bertanya, jika keputusan dari keempat konsili yang terjadi sesudahnya dipegang mati-matian dan menjadi pokok ajaran fundamental Kristen, mengapa justru Konsili Yerusalem, konsili yang pertama dan diadakan oleh para rasul dan generasi pertama murid Tuhan Yesus, malah diabaikan? Buktinya, di masa kini kita makan darah dan tidak begitu peduli bagaimana seekor binatang dibunuh untuk menjadi makanan kita.
Memang harus diakui bahwa kita tidak lagi mengikut beberapa butir keputusan Konsili Yerusalem. Namun keputusan terpenting dan fundamental dari konsili ini tetap kita amalkan sepanjang sejarah Kekristenan. Apakah itu? Yakni keputusan bahwa setiap orang, baik dari budaya, bahasa, lokasi geografis, dan kewarganegaraan yang berbeda, dapat datang kepada Tuhan Yesus dan mengikuti-Nya tanpa harus menjadi orang Yahudi. Bahkan, secara umum kita dapat menyimpulkan bahwa untuk menjadi murid Kristus, tidak perlu kita mengikuti budaya dari bangsa lain. Tuhan Yesus tidak membatasi diri hanya di dalam satu budaya saja. Sebaliknya, di dalam bukunya Christ and Culture, teolog H. Richard Niebuhr berpendapat bahwa Kristus justru mentransformasi budaya yang ada.
Konsili Yerusalem, dibandingkan dengan keempat konsili lainnya, mungkin jarang sekali disebutkan di dalam buku-buku teologi sistematik. Namun inilah konsili yang terpenting karena tanpanya, buku-buku teologi sistematik itu tidak akan ada. Berapa banyak di antara buku-buku tersebut yang ditulis oleh orang Yahudi? Hampir tidak ada. Justru teolog-teolog itu adalah orang-orang non-Yahudi dengan keberagaman budaya mereka masing-masing. Syukur kepada Tuhan, karena Ia merancangkan konsili yang pertama, Konsili Yerusalem, agar semua orang, tidak peduli siapapun, dapat datang kepada-Nya tanpa hambatan budaya. –DO