Misteri Inkarnasi Yesus Kristus
Pendahuluan.
Puji syukur kepada Tuhan yang telah membawa kita ke penghujung tahun 2020, sehingga kita dapat merayakan Natal pertama di masa Covid-19! Di tengah maraknya dampak negatif akibat pandemi ini, kita patut bersyukur untuk trend baru di kalangan jemaat Tuhan yang berangsur-angsur pergi meninggalkan habitat pemikiran pseudo-Kristen yang terpengaruh filsafat Neo-Kantianisme, yang cenderung untuk mereduksi iman kepercayaan Kristen kepada aspek etika moral saja, dan mulai bergerak ‘to the next level,’ kepada habitat pemikiran baru yang bertitik-tolak pada perspektif biblika, yang menjunjung tinggi otoritas Alkitab sebagai sumber kebenaran yang hakiki yang Allah bukakan tentang kisah-Nya (His-story) dalam kaitannya dengan penciptaan (Creation), kejatuhan manusia dalam dosa (Fall), jalan keselamatan bagi manusia (Redemption), serta ciptaan baru (New Creation). Pada momen Natal yang indah ini, mari kita memasuki misteri doktrin inkarnasi dengan belajar dari argumen argumen dan kontra argumen seputar kontroversi tentang identitas Yesus Kristus dalam Sejarah Gereja.
Pelbagai Inkarnasi di dalam Sejarah Gereja
Gnostisisme. Sejak dari abad pertama, dari surat-surat Rasul Yohanes dan Rasul Paulus kita tahu bahwa ajaran Gnostisisme dari filsafat Yunani sudah merajalela. Gnostisisme mengajarkan bahwa segala sesuatu yang bersifat materi itu buruk , sedangkan yang bersifat rohani itu baik. Dari pandangan Gnostisisme ini lahirlah pandangan Docetisme yang memisahkan unsur materi dan rohani. Dari lensa Docetisme, inkarnasi Yesus Kristus itu mustahil terjadi. Allah yang adalah Roh tidak mungkin bersatu dengan materi. Karena itu dibuatlah suatu rasionalisasi bahwa ada dua sosok Yesus yang berbeda: Yesus yang nampak sebagai wujud manusia (pseudo-Christ) dan Kristus yang sesungguhnya yang adalah Roh (authentic-Christ) yang suci murni dan tidak terkontaminasi dunia yang ktotor. Gnostisisme menolak presuposisi kebenaran yang disaksikan oleh Firman Allah, dan berangkat dari asumsi perspektif humanistik filsafat Yunani. Mereka membuat klaim bahwa di dalam pembaptisan-Nya, Yesus menjadi Kristus, tetapi di dalam pergumulan di Getsemani, Kristus meninggalkan Yesus, sehingga yang ada adalah Yesus yang tersalib, bukan Kristus. Rasul Yohanes dengan telak menolak doktrin ini. Di dalam surat 1 Yohanes 5, berulang kali ia menegaskan bahwa Yesus datang dari air dan darah. Pemahaman tentang air di sini diperjelas di dalam percakapan Tuhan Yesus dengan Nikodemus (Yoh. 3:5-8). ‘Lahir dari air’ artinya lahir secara lahiriah (Yoh. 3:5-8). Kedatangan Yesus Kristus dari air dan darah artinya kehadiran-Nya yang memiliki realita kemanusiaan (materi), sama seperti manusia ciptaan lainnya.
Nestorianisme muncul di Konstantinopel di abad kelima. Nestorianisme mengajarkan bahwa di dalam sosok Yesus Kristus ada dua pribadi dan bukan dua sifat. Implikasinya, Maria hanyalah ibu dari Yesus dan bukan ibu Kristus. Konsili Efesus mengecam doktrin ini dan mengukuhkan bahwa Maria adalah ibu Tuhan. Dari dara Maria Yesus Kristus mewarisi sifat kemanusiaan-Nya. Nestorianisme menolak kesaksian Alkitab tetang kuasa Roh Kudus yang memungkinkan kelahiran Yesus Kristus dari seorang dara (Luk. 1:32ff) dan berpegang teguh kepada asumsinya sendiri.
Monophysitisme di abad kelima muncul sebagai reaksi terhadap kecaman yang dilancarkan terhadap Nestorianisme. Monophysitisme mengajarkan bahwa sebelum Allah Putra berinkarnasi, Dia mempunyai sifat ilahi dan sifat manusia, tetapi setelah inkarnasi Dia hanya memiliki sifat ilahi saja karena sifat manusia-Nya sudah terserap ke dalam sifat ilahi-Nya. Yesus hanya yang hanya memiliki kehendak ilahi saja tidak mungkin menjadi manusia sejati, Dia adalah Allah yang sejati saja. Konsili Konstantinopel mengecam doktrin ini dan mengukuhkan kehendak, atau sifat ganda di dalam Yesus Kristus. Monophysitisme mengabaikan realita di dalam pergumulan Yesus Kristus di Getsemani, yang nyata-nyata mengekspresikan dua kehendak, dan Ia rela menaklukkan kehendak manusia-Nya kepada kehendak ilahi-Nya.
Arianisme muncul di Alexandria di abad keempat dan menghasilkan pikiran yang lebih mendalam dengan mengaitkan doktrin inkarnasi dengan doktrin Allah Tritunggal. Arianisme mengajarkan bahwa Yesus Kristus adalah sebuah hibrida Allah dan manusia (demi-god), seperti Hercules yang kita kenal di dalam mitos Yunani. Karena Allah yang sejati tidak turun ke dalam dunia mengotori tangan-Nya, Ia mengutus Logos (Firman, Allah Putra) untuk melakukan-Nya. Sebagai Logos Allah, Yesus adalah ciptaan Allah tertinggi yang Allah ciptakan secara langsung, sedangkan ciptaan lainnya Allah ciptakan melalui Yesus. Sebagai quasi-Allah, tentu saja tingkatan ke-ilahian Allah Putra lebih rendah dari Allah Bapa yang bersifat kekal dan tidak bermula. Bentuk Arianisme di abad kini dapat kita temui di dalam sekte Saksi Yehovah yang mengajarkan hal yang serupa. Konsili Nicea mengecam doktrin tersebut. Di dalam pengakuan iman Nicea, Athanasius menegaskan: Yesus Kristus, Sang Putra, benar-benar adalah Allah yang sejati (Lt. Deum verum de Deo vero); Dia tidak diciptakan (Lt. non factum), dan Dia memiliki substansi yang sama dengan Bapa (Lt. consubstantialem Patri). Kesetaraan Allah Putra dan Allah Bapa di dalam pengakuan ini selaras dengan kesaksian Firman Tuhan dalam prolog Injil Yohanes: ‘Pada mulanya adalah Firman, dan FImran itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah’ (Yoh. 1:1). Sebelum inkarnasi-Nya, Allah Putra setara dengan dan selalu bersama-sama dengan Allah Bapa. Ketika Tuhan Yesus berkata: ‘Bapa lebih besar dari Aku’ (Yoh. 14:28)? Dia tidak berbicara tentang esensi dasarNya, melainkan tentang managemen pekerjaan-Nya yang membedakan Dia yang diutus dan Allah Bapa yang mengutus-Nya.
Signifikansi Inkarnasi
Mengapa perlu bagi Yeusus Kristus untuk ber-inkarnasi sebagai pribadi yang memiliki sifat Allah dan manusia pada saat yang bersamaan? Di dalam kutipannya yang paling terkenal, Athanasius menyimpulkan: Deus fit homo ut homo fieret Deus, yang artinya Allah menjadi manusia agar manusia boleh menjadi Allah. Maksudnya adalahdi dalam pribadi Yesus Kristus Allah mengambil kemanusiaan manusia ke dalam Diri-Nya, tanpa kehilangan ke-ilahian-Nya, agar melalui Yesus Kristus Allah dapat berbicara, bertindak, serta mengangkat manusia masuk ke dalam ke-ilahian-Nya. Jika seandainya Yesus Kristus bukan Allah yang sejati, maka tidak ada keselamatan bagi manusia yang berdosa. Karena semua manusia sudah sama-sama terpuruk di dalam dosa, sama-sama rusak, kecanduan dan mati kutu di dalam dosa. Manusia sejenius apapun tidak berdaya menolong dirinya sendiri, mereka memerlukan suatu kekuatan dari luar untuk membawanya keluar dari dilemma yang sedang dihadapinya. Jika seandainya Yesus Kristus bukan manusia yang sejati, maka tidak ada manusia yang akan selamat. Yesus Kristus adalah agen rahasia yang diutus dalam sebuah ‘mission impossible’ untuk memperbaiki kondisi manusia yang rusak dari dalam. Di dalam kemanusiaan-Nya Allah Putra menjadi Adam kedua yang dikontraskan dengan Adam pertama, sehingga semua orang yang terhisap di dalam Adam kedua ini terluput dari murka Allah yang menyala-nyala dan diperdamaikan kembali dengan Allah. Si Ular yang telah mengelabui Adam pertama di Taman Eden terpana karena ia terkecoh! Yesus Kristus adalah benih perempuan yang meremukkan kepalanya (Kej. 3:15). Mission accompilished! Puji Tuhan!**IT.