Pencarian Hikmat di dalam Alkitab
Artikel singkat ini membahas pengertian hikmat dalam Alkitab. Alkitab mengajarkan adanya hikmat surgawi dan hikmat duniawi. Orang-orang percaya seharusnya mengejar hikmat surgawi bukan hikmat duniawi. Mereka harus datang kepada sumber hikmat, merendahkan diri memohon Allah mencurahkan hikmatNya bagi mereka.
Apakah hikmat? Apa bedanya dengan pengetahuan?
Apakah hikmat? Hikmat terkait erat dengan pengetahuan, namun hikmat harus dibedakan dari pengetahuan. Dalam bahasa Yunani, pengetahuan adalah gnosis dan hikmat adalah sophia. Filsafat, philosophia, pada dasarnya adalah mencintai hikmat. Dalam bahasa Latin, hikmat sapientia dibedakan dari pengetahuan scientia. Scientia adalah pengetahuan akan satu obyek, sedangkan sapientia melibatkan bukan saja pengetahuan tetapi juga tindakan yang sepadan dengan pengetahuan itu.
Manusia disebut homo sapiens, makhluk yang berhikmat. Ia bukan saja memiliki pengetahuan, tetapi mampu menerapkan pengetahuannya menjadi solusi bagi masalah yang dihadapi dalam hidupnya. Misalnya, ia bukan saja memiliki pengetahuan tentang api, tetapi mampu menggunakan api untuk memasak, menghangatkan diri, dsb.
Dengan demikian hikmat secara sederhana dapat diartikan sebagai ketrampilan dalam menerapkan pengetahuan untuk hidup yang baik dan benar. Namun pengajaran Alkitab tentang hikmat melebihi konsep ini. Di bawah ini kita akan melihat beberapa hal tentang hikmat menurut pengajaran Firman Allah.
Alkitab menekankan pencarian hikmat
Pertama, tidak dapat dipungkiri Alkitab menekankan perlunya orang-orang percaya mencari hikmat. Penulis Amsal dengan lugas berkata: “Perolehlah hikmat, perolehlah pengertian” (Amsal 4:5). Mereka yang kekurangan hikmat, hendaklah memintakannya kepada Allah (Yak.1:5). Bahkan Yesus Kristus pun bertumbuh dalam hikmat-Nya (Luk.2:52) dan Ia mengajar orang banyak dengan penuh hikmat (Mark. 6:2).
Contoh klasik pencarian hikmat dapat dilihat dalam cerita Salomo. Saat Allah menjanjikan untuk mengabulkan apapun yang dimintanya, Salomo tidak meminta harta, umur panjang, maupun kemenangan atas musuh. Ia, sebaliknya, meminta hikmat, yakni “hati yang faham menimbang perkara,” untuk dapat “membedakan yang baik dan yang jahat,” sehingga mampu untuk memimpin bangsa Israel. Allah berkenan kepada permintaan Salomo, dan memberikannya hikmat sehingga ia menjadi orang yang paling bijak di Timur (1Raja 3:5-12; 4:29-30).
Hikmat Duniawi dan Hikmat Surgawi
Kedua, Alkitab membedakan dua macam hikmat. Yakobus 3:13-18, misalnya, mengatakan ada hikmat duniawi dan surgawi. Apakah hikmat duniawi? Yakobus 3:15 mengatakan ada 3 ciri hikmat duniawi: “dari dunia, dari nafsu manusia, dan setan-setan.” Dunia, nafsu manusia, dan setan tidak bisa menjadi sumber hikmat, karena semua hikmat berasal dari Allah. Maka dalam Yakobus 3:15 hikmat duniawi artinya hikmat yang telah tercemar oleh dunia, oleh nafsu manusia, dan oleh setan. Alkitab English Standard Version memakai istilah earthly, unspritiual, and demonic.
Segala hikmat berasal dari Allah sendiri. John Calvin berkata, “segala kecerdasan alami, pengetahuan dan ketrampilan umum, dan ilmu-ilmu pengetahuan, yang olehnya manusia memperoleh hikmat, adalah pemberian Allah.” Segala hikmat, termasuk yang dimiliki oleh orang-orang dunia, bersumber pada Allah sendiri, maka baik adanya, karena segala pemberian Allah adalah baik adanya (Yak.1:17). Semua hikmat berasal dari Allah, tetapi hikmat yang baik itu itu kemudian dicemari oleh dosa – dipengaruhi oleh nafsu kedagingan dan setan – oleh sebab itu disebut hikmat duniawi.
Hikmat duniawi terbatas. Ia hanya berguna untuk memahami kehidupan dalam dunia ini. Hikmat duniawi tidak mampu menembus ke dalam rahasia-rahasia Kerajaan Allah. Dengan hikmat duniawi manusia berdosa tidak mampu memahami rahasia penyelamatan Allah melalui jalan salib, oleh sebab itu mereka memandang pemberitaan salib sebagai kebodohan (1Kor.1:21, 23, 27). Namun apa yang dianggap bodoh oleh dunia ternyata jauh lebih berhikmat (1Kor.1:25). Oleh sebab itu hikmat duniawi adalah kebodohan bagi Allah (1Kor. 3:19). Untuk memahami rahasia Kerajaan Allah yang berguna untuk hidup benar di dunia hari ini dan di dunia yang akan datang manusia perlu hikmat surgawi.
Apakah hikmat surgawi? Hikmat surgawi adalah murni, damai, ramah, penurut, penuh belas kasihan, dan buah-buah yang baik (Yak. 3:17). Bagaimana mendapatkan hikmat surgawi ini? Dalam komentarinya di 1Korintus 1:20, Calvin menjelaskan perbedaan antara hikmat duniawi dan surgawi. Hikmat duniawi berdasarkan kekuatan akal budi manusia, sedangkan hikmat surgawi berdasarkan iluminasi Roh Kudus melalui FirmanNya. Tanpa terang Roh Kudus sedalam apapun hikmat yang dimiliki oleh manusia, mereka tidak akan mampu menembus rahasia hidup kekal dalam Yesus Kristus. Hikmat duniawi, yang tidak tunduk kepada Firman Allah sebagai satu-satunya kebenaran, adalah kebodohan di hadapan Allah (1Kor.3:19).
Hikmat surgawi, hikmat yang sejati, menurut Calvin, terdiri dari dua komponen: pengetahuan akan Allah dan pengetahuan akan diri sendiri. Pengetahuan akan diri sendiri yang dimaksudkan di sini adalah pengetahuan diri sendiri sebagaimana yang dinyatakan oleh Firman Allah, yakni bahwa kita adalah manusia yang penuh cacat cela maka perlu selalu tergantung pada anugrah Allah. Calvin berkata, “Saat kita menyadari akan kebodohan, keangkuhan, kemiskinan, kelemahan, dan – terutama – kebobrokan dan korupsi diri sendiri, kita akan mengakui bahwa terang sejati hikmat, kebajikan yang benar, kebaikan yang berlimpah, dan kebenaran yang murni tergantung sepenuhnya pada Tuhan sendiri.”
Pengetahuan diri ini hanya mungkin saat kita memandang kepada terang Allah yang sejati. Di bawah terang matahari tengah hari, saat memandang ke bawah dan ke sekeliling kita, kita merasa telah memiliki mata yang kuat dan tajam. Tetapi saat kita memandang ke atas, tahulah kita betapa pudarnya dan lemahnya penglihatan kita. Dalam hal rohani demikian juga halnya. Jika hanya melihat diri sendiri, maka kita akan puas dengan kebenaran, hikmat dan kebajikan diri sendiri, tetapi saat kita memandang kepada Allah maka tahulah kita betapa kita manusia begitu bobrok dan betapa kita perlu hikmat dan anugrah Allah.
Pencarian Hikmat Surgawi
Bagaimana mendapatkan hikmat surgawi? Pertama, manusia berdosa harus datang kepada Kristus, Ia adalah Hikmat Allah yang sejati (1Kor.1:24). Mazmur dan Amsal berkata permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan (Mzmur 110:10; Ams. 9:10). Sebagaimana mata yang buta tidak akan bisa melihat pelangi yang indah dan telinga yang tuli tidak akan mampu mendengar musik yang merdu, maka hanya mereka yang dicerahkan oleh Hikmat Allah yang sejati akan mampu memahami hikmat surgawi.
Kedua, manusia berdosa harus mengakui kebodohan diri sendiri. Halangan utama dalam mendapatkan hikmat surgawi adalah keangkuhan dari hikmat duniawi. Saat kita merasa telah berhikmat, maka kita akan kehilangan hikmat yang lebih tinggi dan yang lebih dalam. Maka Paulus berkata: “Jika ada di antara kamu yang menyangka dirinya berhikmat menurut dunia ini, biarlah ia menjadi bodoh, supaya ia berhikmat” (1Kor.3:18).
Ketiga, orang-orang percaya harus berdoa memohon agar Roh Kudus mencerahkan mata rohani mereka sehingga mereka memperoleh hikmat surgawi (Yak.1:5). Sesuai dengan janjiNya, Ia akan memberikan mereka hikmat dengan kemurahan sebagaimana Ia telah memberikannya kepada Salomo yang meminta kepadaNya. (PD)