Sang pengasih
Kujauhi Dia, sepanjang malam dan selama siang; Kujauhi Dia, sepanjang rentang tahun-tahun; Kujauhi dengan cara yang rumit dalam pikiranku sendiri; dan dalam kabut air mata aku bersembunyi dari-Nya, dan di bawah gelak-tawa.Harapan akan pandangan yang tinggi kukejar; dan berbalik, tiba-tiba, tenggelam dalam bayang-bayang raksasa ketakutan, dari sana Kaki yang kuat mengikuti, mengejar. Tetapi dengan pengejaran yang tidak tergesa-gesa, dan langkah yang tenang, kecepatan penuh pertimbangan, contoh yang agung, memukul – dan sebuah Suara mengalahkan lebih cepat daripada Kaki – “Semua hal mengkhianati kamu, juga yang mengkhianati Aku.”
Potongan awal puisi yang diterjemahkan secara bebas, di atas, adalah karangan Francis Thompson (1859-1907) dengan judul “The Hound of Heaven”. Melalui puisinya [dengan judul yang tidak biasa, provokatif, dan kedengaran tidak pantas itu], ia ingin menggambarkan bagaimana Allah [seperti “seekor anjing pemburu”] terus mengejar, memburu tanpa lelah, dengan kesabaran, penuh kasih, sampai menemukan dan menangkapnya. Puisi tersebut adalah cerita pertobatannya. Cerita bagaimana dirinya sebagai buronan dari tuntutan pemuridan; kemudian ia pergi mencari pemuasan dimana-mana bagi jiwanya, namun tidak mendapatkannya; lalu kesadaran itu mulai muncul karena ia menemukan bahwa hidup tanpa Allah tidak berarti; dan ia akhirnya menyerah pada kasih Kristus.Jika kita mengasihi Kristus, itu karena Ia mengasihi kita terlebih dahulu (1 Yoh. 4:19). Jika kita menjadi pengikut Kristus, bukan karena kita telah memilih untuk ikut Kristus, melainkan karena Kristus telah memilihkannya untuk kita.
Sepanjang sejarah Kekristenan ada banyak orang bersaksi mengenai bagaimana Kristus mengetuk di pintu mereka, mengejar mereka, memukul mereka dengan pentungan-Nya, membawa mereka kepada pertobatan. Semua kesaksian tersebut menunjukkan betapa Allah begitu mengasihi manusia.
Agustinus dari Hippo (354-430).Ia menganggap pengalaman pertobatannya adalah karena anugerah, bukan karena hasil usahanya melainkan dari Allah. Seperti yang diungkapkannya dalam tulisannya, “Confessions”, “Engkau memanggil dan berteriak keras dan memecahkan ketulianku. Engkau bersinar dan memancar, Engkau mengusir kebutaanku. Engkau wangi, dan aku menarik nafasku dan sekarang ingin mencium lebih lagi wangi-Mu. Aku merasakan Engkau, dan aku tidak merasakan hal lain selain lapar dan haus akan Engkau. Engkau menyentuhku, dan aku dibakar untuk memperoleh kedamaian yang adalah kepunyaan-Mu.”
C. S. Lewis (1898-1963). Ia mengungkapkan bagaimana rasanya pengejaran ilahi ini dengan lebih gamblang dengan berbagai-bagai metafora. Antara lain, “Allah adalah Pemancing Agung”, “Allah seperti kucing mengejar tikus”, “Allah seperti anjing pemburu”, “Allah adalah Pemain Catur Ilahi”. Momen penyerahan dirinya pada Kristus diuraikannya, “Sesuatu yang paling menakutkan bagiku akhirnya datang ke atasku. Dalam waktu Tritunggal 1929 aku menyerah, dan mengakui bahwa Allah adalah Tuhan, dan berlutut serta berdoa. Mungkin malam itu adalah pertobatan yang paling menyedihkan dan tidak rela di seluruh Inggris.”
John Stott (1921-2011). Mengapa saya seorang Kristen?Mungkin orang berharap saya menjawab, “Saya seorang Kristen karena saya dilahirkan di negara yang mayoritas Kristen. Orang tua saya beragama Kristen, saya sekolah di sekolah yang berlandaskan kekristenan, dan saya menerima dasar-dasar pendidikan Kristen. Dengan kata lain, kondisi saya sejak lahir, asuhan dan pengajaran-pengajaran yang saya terimalah yang menentukan bahwa saya seorang Kristen.” Tentu saja ini benar, tetapi hanya sebagian kebenarannya. Karena saya sebetulnya mampu menolak warisan kekristenan saya, dan banyak orang yang melakukannya. Selain itu, banyak juga orang yang menjadi Kristen tanpa mendapat asuhan dalam keluarga kristiani. Mungkin ada juga yang berharap saya menjawab, “Pada tanggal 13 Februari 1938, ketika saya berusia 17 tahun, saya membuat sebuah keputusan untuk ikut Kristus setelah mendengar khotbah dalam sebuah kebaktian. Malam itu, di sisi tempat tidur, saya membuka pintu hati saya untuk Kristus, serta mengundang-Nya masuk sebagai Juruselamat dan Tuhan.” Itu juga benar, namun hanya satu sisi kebenaran. Alasan sesungguhnya mengapa saya seorang Kristen bergantung mutlak bukan pada pengaruh orang tua ataupun guru-guru saya, juga bukan pada keputusan pribadi saya mengikut Kristus, tetapi pada “The Hound of Heaven”. Ya itulah jawabannya, semua karena Yesus Kristus saja, yang mengejar saya dengan tanpa lelah bahkan ketika saya berlari menjauh dari diri-Nya untuk menjalani keinginan hati saya sendiri. Dan jika bukan kerena pengejaran-Nya, saat ini saya akan berada pada kehidupan di atas tumpukan sampah dan kesia-siaan.
Jika kita sadar akan pengejaran tanpa lelah oleh Kristus, dan menyerah dari usaha melarikan diri dari-Nya, tidak akan ada ruang untuk menjadi sombong atas apa yang telah kita lakukan, yang ada hanyalah rasa syukur yang besar atas karunia dan pengampunan-Nya, dan teguh berdiam menghabiskan waktu dan kekekalan dalam pelayanan kasih-Nya.(AA)
[Sumber: Ringkasan bab awal buku, “Mengapa Saya Seorang Kristen” oleh John Stott].