Tradisi Shema Israel Dalam Keluarga Yahudi
Dalam kehidupan keluarga Yahudi, ada sebuah tradisi yang dilakukan, yaitu mengajarkan Taurat yang diucapkan secara berulang-ulang oleh orang tua kepada anak-anak mereka. Jika kita melihat dalam kitab Ulangan 6:4-9, tradisi mengajarkan Taurat (atau sering disebut Shema Israel) ini menjadi sebuah tradisi yang sangat penting sebagai bentuk perjanjian dengan Allah Israel yang tidak boleh putus melainkan terus berlanjut dari generasi ke generasi dalam kehidupan bangsa Israel. Dengan jelas kita dapat melihat pola pengajaran Taurat dalam kehidupan orang Yahudi itu selalu dimulai dari keluarga. Seorang ayah atau ibu mengajarkannya secara berulang-ulang kepada anak-anaknya dan membicarakannya ketika duduk di dalam rumah, ketika sedang dalam perjalanan, ketika berbaring atau ketika bangun. Dengan demikian, Taurat itu menjadi pengajaran penting yang diajarkan melalui keluarga dari generasi ke generasi selanjutnya. Penekanan penting dari pengajaran Taurat itu adalah “diperdengarkan” secara berulang-ulang di dalam keluarga masing-masing.
Namun, kita juga melihat bahwa pengajaran Taurat yang diperdengarkan secara berulang-ulang ini tidak selamanya berhasil. Meskipun telah diperdengarkan dan diajarkan secara berulang-ulang dari generasi ke generasi, kita melihat bahwa generasi-generasi selanjutnya dalam kehidupan orang-orang Yahudi terdapat “gagal paham” mengenai Taurat Tuhan. Keluarga-keluarga Yahudi gagal dalam mendengarkan dan memperdengarkan Taurat Tuhan dan mereka akhirnya tidak mampu menjalankan Taurat Tuhan dan bahkan mereka menjadi generasi-generasi yang tidak lagi dibentuk dari pengajaran Taurat Tuhan. Pendengaran akan Taurat Tuhan mengalami distorsi karena konteks budaya di sekitar Israel yang tidak mengenal Yahweh, gaya hidup orang-orang kafir, pemikiran-pemikiran mereka yang kemudian terhisap ke dalam kehidupan keluarga-keluarga Yahudi dan menggeser pengajaran Taurat Tuhan sebagai kebenaran mutlak yang harusnya didengarkan dan diperdengarkan di dalam keluarga.
Mendengar dan Memperdengarkan Firman Tuhan dalam Keluarga
Mendengar adalah sebuah sikap yang sangat penting dalam proses pembelajaran dalam kehidupan manusia. Dengan mendengar, seorang dapat menangkap message dari sebuah pembicaraan dan mengolah message itu menjadi sebuah pemikiran baru yang akan membentuk pola pikir dan pola perilakunya. Dallas Willard menyatakan “Hearing God is about the very specific issue of what it means to live with guidance in our life (mendengar suara Tuhan adalah sebuah isu yang sangat penting untuk menjelaskan bagaimana hidup dituntun dan mempunyai arah tujuan yang jelas).” Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma pernah menyatakan bahwa iman kepada Kristus itu pertama-tama timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh Firman Kristus (Roma 10:17). Firman yang didengarkan itu tidak berhenti sebatas mendengar saja, melainkan diolah dan direnungkan menjadi sebuah keyakinan iman yang semakin hari semakin diperteguh oleh kebenaran Firman yang disingkapkan melalui Allah Roh Kudus. Selanjutnya yang menjadi penekanan penting adalah Firman itu diperdengarkan ke dalam kehidupan anggota-anggota keluarga sehingga mengalami transformasi dalam kehidupan keluarga. Memperdengarkan Firman itu berbicara tentang tindakan mengajarkan dan memperdengarkan Firman Tuhan yang dilakukan secara berulang-ulang di dalam kehidupan anggota-anggota keluarga.
Jika kita melihat ke dalam Alkitab mulai dari Perjanjian Lama sampai dengan Perjanjian Baru, maka kita akan melihat kata “dengarlah Firman Tuhan” menjadi penekanan yang sangat penting yang disampaikan oleh nabi-nabi dan rasul-rasul kepada umat Israel dan orang-orang Kristen. Bahkan dapat disimpulkan bahwa kata “dengarlah Firman Tuhan” ini menjadi inti message dari seluruh nabi-nabi dan rasul-rasul kepada umat Israel dan orang-orang Kristen. Firman Tuhan sebagai kebenaran mutlak yang kita yakini sebagai kebenaran yang mampu mengubahkan hidup kita (2 Timotius 3:16) harus didengarkan. Dari pendengaran akan Firman Tuhan itu, kita akan sampai kepada beriman kepada sang kebenaran itu. Distorsi-distorsi kebenaran sangat mungkin bisa terjadi dalam kehidupan orang-orang Kristen karena pengaruh pemikiran dunia, tradisi dunia dan gaya hidup dunia menjadi sebuah hal yang sangat masif. Rick Warren menyatakan “we often miss hearing God’s voice simply because we aren’t paying attention (kita kadang tidak dapat mendengar suara Tuhan karena kita memang tidak pernah mengharapkannya)”. Terkadang dunia dan segala kegemerlapannya menjadi objek yang paling kita harapkan dibandingkan mendengar suara-Nya melalui Firman-Nya. Tuhan yang kita percayai dalam Yesus Kristus adalah Tuhan yang suka berbicara kepada manusia.
Sejak dari awal penciptaan, kita melihat bahwa Allah adalah pribadi yang suka berinteraksi dan berbicara kepada manusia. Ketika Allah berbicara, Ia merindukan anak-anak-Nya mendengar suara-Nya berbicara. Mahatma Gandhi menyatakan bahwa “God speaks to us every day, only we don’t know how to listen (Allah sebenarnya berbicara kepada kita setiap hari, hanya saja kita tidak tahu bagaimana untuk mendengar Dia)”. Yang menjadi pertanyaan lanjutan adalah bagaimana mendengar dan memperdengarkan Firman Tuhan? Bapa Gereja Agustinus menyatakan “we speak to God when we pray. God speaks to us when we read the bible (kita berbicara kepada Allah ketika kita berdoa. Allah berbicara kepada kita ketika kita membaca kitab suci).” Henry T. Blackaby dalam bukunya Hearing God’s Voice menyatakan pernyataan yang sangat menarik “when God speaks, He does not give new revelation about Himself that contradicts what He has already revealed in Scripture. Rather, God speaks to give application of His word to spesific circumstances in your life. When God speaks to you, He is not writing a new book of Scripture, rather He is applying to your life what He has already said in His word (ketika Tuhan berbicara, Dia tidak memberikan pewahyuan yang bertentangan dengan apa yang tertulis dalam Alkitab, bahkan Alkitab berbicara tentang bagaimana suara Tuhan itu diaplikasikan dalam kehidupan kita sebagai seorang Kristen).” Alkitab yang menjadi sumber kebenaran Allah memberikan kita hikmat yang menuntun kita untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah dalam kehidupan kita sehari-hari.
Bukan hanya membaca dan mendengarkan kebenaran Alkitab, melainkan juga memperdengarkan kebenaran Alkitab dalam kehidupan keluarga kita sehari-hari. Yang menjadi ironi adalah banyak orang Kristen yang tidak menyadari bahwa mendengar dan memperdengarkan akan Firman Tuhan itu sangat penting dalam kehidupan ini. Henry T. Blackaby menyatakan “A Word from Jesus changed everything (mendengar Firman Tuhan itu dapat mengubahkan segalanya).” Mendengar dan memperdengarkan akan Firman Tuhan dalam kehidupan keluarga kita akan membawa keluarga kita kepada tahap memikirkan Firman-Nya dan dengan anugerah dari Allah Roh Kudus membawa keluarga kita kepada tahap perubahan hidup semakin serupa dengan Kristus.(HH)