Tuhan yang (tidak) Otoriter!
John Humphyrs dalam sebuah bukunya yang berjudul, “In God we doubt” menyatakan bahwa Tuhan itu seperti diktator, itu sebab setiap orang harus melakukan apa yang Ia perintahkan, supaya mendapatkan perkenanan-Nya, lalu masuk surga! Humphyrs juga katakan bahwa sebaik-baiknya seseorang mencoba mencari tahu alasan dibalik perintah atau aktivitas Tuhan, pasti tidak akan ada yang mengerti, sebab bagi Humphyrs, Tuhan yang otoriter itu bertindak secara sembrono (absurt). Benarkah?
Sebetulnya, dewasa ini, banyak orang yang memiliki gambaran Tuhan yang demikian. Tuhan dianggap sebagai pribadi yang otoriter, bertindak sesuka hati dan celakanya, manusia dituntut harus tunduk sepenuhnya (total submission). Tidak heran, dengan karikatur Tuhan yang sangat distortif seperti itu, maka muncullah ungkapan, “lebih baik menjadi independen di api neraka, daripada disuruh melayani di surga!” Maka ditengah gambaran-gambaran akan Allah yang dikecam “otoriter” ini sebetulnya perlu diketahui bahwa Tuhan yang punya kuasa mutlak (absolute authority) tidak sama dengan Tuhan yang bertindak dengan semena-mena (authoritarian figure).
Alkitab jelas menyatakan bahwa Tuhan berdaulat penuh terhadap semesta (baca: Yes. 46:9-10; Mzm. 115:3; Rm. 9:20-21, dan sebagainya). Kedaulatan dan status keilahian-Nya jelas tidak dimiliki oleh yang lain sebagaimana dikatakan oleh Rousas John Rushdoony, “He alone is God, and he will neither share nor give His glory to another.” Meskipun demikian, Tuhan yang memiliki otoritas penuh atas segala sesuatu tidak berarti otomatis kemudian menggunakan otoritasnya sesuka hati (abuse of power).
Alkitab jelas mencatat bagaimana Tuhan justru menggunakan kuasanya untuk menyelamatkan, membentuk, dan menyempurnakan manusia ciptaan-Nya (baca: Yoh. 3:16; Luk. 9:10). Oleh sebab itu, tuduhan Tuhan sebagai pribadi yang otoriter tidak memiliki basis yang kuat. Gambaran Kristus yang rela mati dan memberikan diri-Nya bagi keselamatan manusia berdosa adalah bukti paling gamblang tentang Tuhan yang justru anti-otoriter! Tuhan orang Kristen adalah Tuhan yang penuh kasih (1 Yoh. 4:16).
Namun perlu diketahui, kasih tidak meniadakan penghakiman dan pendisiplinan yang Tuhan hadirkan kepada manusia yang dikasihi-Nya. “Barangsiapa kukasihi, Ia kutegur dan Kuhajar …” (Why. 3:19). “Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak” (Ibr. 12:6).
Manusia berdosa yang keras dan bebal, perlu sekali-kali diberi perintah atau disiplin supaya mereka sadar bahwa mereka harus berhenti melangkah dan segera berbalik, sebab mereka selama ini terus berjalan menuju jurang kebinasaan. Sama seperti orang yang sakitnya cukup parah, untuk kesembuhannya, orang tersebut butuh obat dengan dosis yang lebih keras, demikian halnya terkadang Tuhan menghadirkan sapaan-Nya kepada manusia yang terbiasa menutup “telinga” dan “mata” batin mereka!
Menyebut Tuhan sebagai pribadi yang “otoriter” adalah sebuah pernyataan yang salah, sebab seolah menyamakan Allah dengan manusia yang rapuh. Van Til dengan tepat sekali menyatakan, “God is totally self-conscious.” Artinya, Allah tidak pernah bertindak diluar natur, karakter, dan kebijaksanaan-Nya yang baik dan sempurna. Semua dalam kendali kesadaran Ilahi-Nya yang mutlak, dan ini berbeda dengan manusia yang dapat khilaf dan bertindak diluar pikiran dan kesadarannya (unconscious atau subconscious), apalagi setelah dibutakan oleh kuasa yang baru ia dapatkan, dan faktanya dalam pengalaman dan realitas sehari-hari bahwa semakin besar kuasa yang manusia dapatkan, semakin berkurang sensitivitas moral mereka, begitulah.
Sebagai kesimpulan, Allah yang berdaulat dan penuh kasih adalah ibarat orang tua yang tidak menginginkan apapun selain yang terbaik bagi anak-anaknya. He’s a loving father who desires nothing but the best for His children. Ini berbeda dengan para penguasa otoriter yang hanya memikirkan kepentingan diri dan memperoleh kesenangan dari penderitaan orang lain. Apabila Tuhan tidak otoriter, diktator, tiran atau despot, maka ketaatan kita kepada Tuhan (total submission) bukanlah sebuah kejanggalan tetapi keniscayaan, bukanlah sebuah keanehan tetapi kewajaran! *** YCT