Bersandar Saja Pada Kekuatan-Nya
Hakim-hakim 6:11-24
Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya dan berfirman kepadanya, demikian: “TUHAN menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani.”
- Hakim-hakim 6:12
Seorang anak muda yang tampaknya punya masa depan cemerlang, kariernya berakhir mengenaskan. Sejak kuliah prestasinya gemilang sehingga tidak sulit baginya untuk mencari pekerjaan. Ia menjadi rebutan perusahaan-perusahaan besar. Tidak berlangsung lama setelah bekerja, tekanan pekerjaan begitu besar. Tuntutan banyak dan pemuda ini tampak jadi bulan-bulanan. Ia sering disalahkan, dimaki-maki. Pemuda ini merasa dirinya bodoh, tidak berdaya, gagal, sampai akhirnya ia dipecat. Sungguh malang apa yang dialaminya. Ia meratap dan melihat betapa lemah dirinya sendiri.
Kita bisa berada di posisi yang sama seperti pemuda ini. Kegagalan membuat kita merasa kecil, tidak memiliki kemampuan. Kita mulai membandingkan diri dengan orang lain dan semakin terpuruk lagi. Hidup penuh ketakutan dan kekhawatiran. Belum lagi terbatasnya orang-orang di sekitar yang mendukung. Tantangan yang besar dan terjebak pada kelemahan diri adalah kombinasi yang menghasilkan kegagalan dan ketidakberdayaan.
Gideon awalnya seorang yang penakut dan penuh keraguan. Ia sama seperti orang Israel lainnya, berada di persembunyian, memandang dirinya tidak bisa apa-apa. Gideon juga meragukan janji-janji Tuhan untuk menyelamatkan orang Israel. Ia tidak disebutkan punya bakat terpendam, yang ada hanya memendamkan dirinya terus. Di dunia saat ini, apakah orang dengan latar belakang seperti ini akan dipilih untuk posisi penting? Tidak mungkin! Orang Israel dipimpin oleh seorang yang sebenarnya penuh kelemahan, bukan seorang pemberani. Namun, Tuhan tetap memilih dan memakai Gideon. Tuhan dapat menggunakan yang lemah untuk kemuliaan-Nya. Tuhan Yesus telah menanggung kelemahan kita, supaya kita bersandar pada kekuatan-Nya. Seperti yang Rasul Paulus katakan, dalam kelemahannya ia menikmati kekuatan Allah.
Menyadari kelemahan diri itu baik, tetapi hanya jika mengarah pada kepercayaan kepada Tuhan. Kalau tidak, justru akan berakhir sebagai kelumpuhan spiritual, ketidakmampuan, dan keengganan untuk melayani-Nya. Menyadari keterbatasan kita dan bersandar pada kekuatan Tuhan yang tidak terbatas, membuat kita tidak menyerah pada tantangan tetapi memampukan kita untuk tetap maju. Joni Eareckson Tada seorang yang penuh kelemahan tubuh—lumpuh dari leher sampai ke kaki—tetapi tetap melayani Tuhan, mengatakan demikian, “Saya belajar bahwa semakin kita lemah, semakin kita perlu bersandar pada Allah; dan semakin kita bersandar pada Allah semakin kita menemukan bahwa Dia kuat.”
Refleksi Diri:
- Apa kelemahan Anda yang sampai hari ini membuat Anda minder dan tidak melayani Tuhan?
- Apa yang selama ini menjadi sandaran kekuatan Anda ketika merasa lemah dan tidak berdaya?