Bagikan artikel ini :

hamba-Nya: status kita

Lukas 17:7-10

Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari tuannya, ...
- Yohanes 13:16

Kita pasti tidak asing dengan istilah “hamba Tuhan”. Istilah ini umum disematkan kepada seorang rohaniwan, pemimpin umat atau pelayan Kristen lainnya.
Namun, kita perlu memikirkan kembali apakah istilah “hamba Tuhan” hanya sekadar menunjukkan status, jabatan, posisi atau menjadi sikap hidup seorang Kristen. Saya pernah bertemu seseorang yang seringkali berkata, “Saya hanya hamba-Nya,” tapi dalam praktik kehidupan sehari-hari, yang ditonjolkan adalah tentang dirinya. Ironis, bukan?

Mengapa kita disebut “hamba Tuhan”? Karena kita adalah milik Tuhan Yesus, Dia yang telah menebus kita. Pada masa Alkitab dituliskan, seorang hamba tidak punya tempat untuk menonjolkan dirinya karena menyadari tidak ada yang dapat ditonjolkan dari dirinya. Seorang hamba pasti akan selalu ingat posisi dirinya, hidup bukan untuk dirinya tetapi untuk tuannya.

Menyadari status kita sebagai hamba, maka kita akan mempunyai pola hidup yang sesuai dengan status tersebut. Sama seperti seorang pria yang menyadari dirinya sebagai seorang suami ketika menikah, maka ia harus berlaku sebagai seorang suami bukan seperti pria bujangan. Kita adalah hamba Tuhan, artinya kita tidak seharusnya menonjolkan diri kita. Orang yang mengenal kita seharusnya melihat dan mengenali pribadi Tuhan Yesus melalui diri kita. Ketika Maria didatangi malaikat dengan satu kenyataan yang tidak mudah, ia berkata, “Jadilah padaku menurut perkataanmu, sebab aku ini hamba Tuhan.” (Luk. 1:38). Ketika Paulus diperhadapkan dengan orang-orang yang meragukannya di Galatia, ia juga berkata, “Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.” (Gal. 1:10). Setiap orang percaya harus mengerti dan menyadari statusnya saat berhadapan dengan Tuhan Yesus.

Biarlah ketika mengatakan diri kita adalah hamba-Nya, kita sungguh-sungguh hidup bagi Dia, tidak memanipulasi istilah “hamba Tuhan” sebagai upaya untuk mencari kehormatan atau kedudukan di mata orang lain. Sekalipun mungkin ada orang yang tidak menghargai kita, ingatlah itu sebagai hal yang biasa. Kita adalah hamba Tuhan Yesus, tujuan hidup kita hanyalah menjadi berkenan di hadapan-Nya.

Refleksi Diri:

  • Apa yang membuat seseorang tidak mempunyai jiwa seorang hamba, melainkan jiwa seorang bos?
  • Mengapa kita harus mempunyai jiwa seorang hamba? Bagaimana cara supaya mempunyai sikap hidup seorang hamba?