Bagikan artikel ini :

Mendadak Rabun

Kidung Agung 5:9

Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa.
- 1 Petrus 4:8

Konflik adalah paradoks yang aneh. Ketika konflik datang, “mata” kita semakin tajam tetapi sekaligus makin rabun. Makin tajam melihat dan menemukan kelemahan-kelemahan orang yang dengannya kita berkonflik, tetapi pada saat yang sama membuat kelebihan-kelebihannya makin kabur. Ini membuat konflik jadi makin sulit diselesaikan.

Kawan-kawan si istri mengerti akan hal ini. Ketika bertengkar, mudah sekali untuk berpikir, memang dia selalu seperti itu! Sudah berapa kali bikin aku sakit hati! Mudah sekali untuk melihat kelemahan-kelemahannya. Itulah sebabnya mereka mengajukan pertanyaan, “Apa kelebihan kekasihmu?” Mereka ingin si istri mengingat kelebihan yang membuatnya tergila-gila dengan sang suami sehingga sampai membuatnya bersedia hidup bersama.

Suatu kali mama saya sakit. Papa saya langsung mengajak saya pergi dari rumah sesudah memarahi mama. Tentu saja mama makin kesal. Mama tidak tahu, sebetulnya papa buru-buru mengajak saya ke apotek. Papa ngebut sepanjang perjalanan sambil bertanya, “Mama seharian makan apa?”, “Mulai jam berapa sakitnya?”, “Biasanya minum obat apa?”, “Aduh, mama kok bisa sampai sakit, ya?” Di lain kesempatan, saya bertanya kepada mama tentang apa yang membuat mama jatuh cinta pada papa. Jawab mama, “Papa perhatian dan tanggap kalau ada masalah.” Memang benar. Saya dan adik saya juga melihat, papa selalu bersedia turun tangan kalau ada masalah meski sebelumnya kami akan dimarahi dulu. Sikap papa adalah caranya menunjukkan perhatian.

Ketika mencintai, cinta membuat kelemahan seseorang tak nampak. Ketika berkonflik, segala sesuatu dalam diri orang lain menjadi kelemahan, bahkan hal-hal yang dulu dianggap sebagai kelebihan. Seseorang yang asertif dan tegas kini dilihat sebagai sosok semena-mena dan otoriter. Yang humoris dan selalu santai dilihat sebagai pribadi tidak sensitif dan kurang peka. Atau mereka yang tenang dan penuh pemikiran dilihat sebagai sosok yang pendendam.

Mengingat kelebihan-kelebihan dari orang yang Anda berkonflik terhadapnya, menjadi pengingat untuk melepas kacamata negative thinking dan sikap menghakimi. Ingatlah kelebihan dan bukan kekurangannya. Mungkin apa yang kini Anda lihat sebagai kelemahan, sebenarnya adalah alasan mengapa Anda begitu mencintainya dahulu.

Refleksi Diri:

  • Kelemahan apa yang selalu Anda tonjolkan ketika berkonflik dengan pasangan?
  • Apakah ada kelebihan tertentu dalam pasangan yang ketika konflik terjadi, justru Anda lihat sebagai kelemahan?