Bagikan artikel ini :

Menjadi Ayah di Tengah Sodom

Kejadian 13:1-13

Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.
- Efesus 6:4

Lot adalah tokoh yang kontroversial. Ia disebut orang benar dalam 2 Petrus 2:7-8. Akan tetapi jalan kehidupannya tidak mulus. Ia hidup di tengah zaman dan tempat yang penuh tantangan. Ia menetap di kota-kota lembah Yordan dan berkemah di dekat Sodom. Penduduk Sodom adalah orang-orang fasik. Lot tahu hal itu, tetapi ia memilih tinggal di sana.

Ketika Allah mengutus malaikat untuk menyelamatkan keluarganya, Lot menampung kedua malaikat itu di rumahnya. Malam harinya, penduduk Sodom mendatangi Lot dan ingin melecehkan kedua malaikat itu secara seksual. Apa solusi yang Lot tawarkan? Ia menawarkan kedua anak perempuannya. Ketika keluar dari Sodom, Lot kehilangan istrinya yang tidak rela meninggalkan hartanya. Prahara berlanjut. Kedua anak perempuan Lot membuat ayahnya mabuk sehingga terjadilah inses dalam keluarga itu. (Kej. 19:1-38).

Kehidupan Lot dan keluarganya hancur karena ia gagal menjadi pemimpin yang berpengaruh dalam keluarganya. Bermula dari kedekatan tempat tinggalnya dengan Sodom. Dekat bukan saja secara fisik, tetapi secara pengaruh. Budaya
Sodom memengaruhi pola pikir dan hidupnya. Dalam keadaan seperti itu, ia tidak memperkuat imannya dan iman keluarganya. Ia tidak menganggap serius peperangan rohani dan moral yang terjadi antara kebenaran Allah dengan kefasikan Sodom.

Ayah adalah pemimpin dalam keluarga. Ia harus mewaspadai penyusupan budaya dunia ke dalam rumah tangga orang beriman. Ia harus membentengi keluarganya dengan ajaran dan teladan yang benar. Untuk itu, ia harus bisa membawa keluarganya menjaga jarak dengan dunia ini. Kita memang tinggal di dalam dunia, tetapi bukan dari dunia (Yoh. 17:15-16). Kita harus tahu batas, sejauh mana kita berkecimpung di tengah dunia. Jangan sampai kita membawa diri ke lautan dunia yang semakin dalam dan kemudian hanyut oleh arus dunia yang tak dapat lagi kita tahan. Menjaga jarak artinya kita kritis terhadap pikiran, ajaran, dan praktik hidup dunia ini. Tidak semua yang ada di dalam dunia salah, tetapi tidak semua juga benar.

Hai para ayah! Mintalah anugerah Tuhan agar kita sanggup membawa keluarga kita hidup di hadapan Allah.

Refleksi Diri:

  • Jika Anda seorang ayah, sudahkah Anda menjadi benteng bagi keluarga dalam hal ajaran Kristus?
  • Jika Anda anggota keluarga, sudahkah Anda mendoakan ayah Anda supaya bisa menjadi pemimpin keluarga yang bijak dan takut Tuhan?