Bagikan artikel ini :

Pahlawan Yang Menari

Zefanya 3:16-18

TUHAN Allahmu ada di antaramu sebagai pahlawan yang memberi kemenangan. Ia bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorai karena engkau dengan sorak-sorai, seperti pada hari pertemuan raya.”
- Zefanya 3:17-18a

Apa gambaran yang muncul di benak Anda ketika mendengar kata “Allah”? Mungkin Tuhan Yesus versi Hollywood yang pirang dan bermata biru yang tidak banyak berekspresi. Mungkin hakim tua yang duduk di atas takhta, yang siap menghakimi seluruh dunia.

Ada kecenderungan sejak zaman kuno untuk membayangkan Allah sebagai sosok yang tidak banyak berekspresi, seolah-olah tidak terpengaruh oleh apa pun di dunia yang fana ini. Sosok seperti ini tentunya terlihat sangat “ilahi”. Jika Anda termasuk golongan ini, mungkin sulit untuk membayangkan bagian yang kita baca.

Zefanya mengajak kita membayangkan sosok Tuhan sebagai pahlawan yang menang (ay. 17). Ini masih mudah dibayangkan. Namun, bagaimana dengan kalimat sesudahnya? Di dalam bahasa aslinya, tersirat gambaran pada ayat ini bahwa Tuhan sedang menari sambil bernyanyi. Pahlawan yang menari. Seperti inilah sosok Allah yang Zefanya ingin kita bayangkan.

Sukacita adalah buah roh yang harus kita miliki. Mengapa? Selain karena segala berkat di sepanjang hidup kita, anugerah terbesar yakni kematian Tuhan Yesus yang menyelamatkan kita adalah alasan utama kita bersukacita. Ini benar. Namun, sayang sekali bahwa kita lupa bahwa sebelum kita bersukacita, Tuhan pun bersukacita bagi kita bak pahlawan yang menari. Begitu pentingnya sukacita, sampai-sampai mukjizat pertama yang Tuhan Yesus lakukan bukanlah membangkitkan orang mati atau meredakan badai, tetapi supaya pesta tetap berlangsung (Yoh. 2:1-10)!

Pernah seorang jemaat bertanya kepada saya, “Kenapa Tuhan menciptakan manusia kalau tahu bahwa Ia harus mati demi menyelamatkan kita? Tidakkah ini membuat-Nya sedih?” Memang benar. Tetapi sukacita yang Tuhan rasakan ketika melihat kita menerima anugerah-Nya melampaui kesedihan tersebut. Itulah sebabnya, tidak peduli seberapa pun sedihnya penyaliban, kata “Jumat Agung” dalam bahasa Inggris adalah “Good Friday”. Kemenangan-Nya di kayu salib yang membebaskan kita dari jajahan dosa dan maut tidak hanya membuat kita bersukacita, tetapi juga diri-Nya sendiri bersukacita. Bahkan, Tuhan bersukacita lebih atas kita daripada kita bersukacita atas keselamatan kita sendiri. Tuhan kita adalah Tuhan atas sukacita. Hendaknya kita pun memiliki sukacita dalam hidup kita.

Refleksi Diri:

  • Adakah hal-hal di dunia ini yang membuat Anda tidak dapat merasakan sukacita?
  • Apakah Anda sudah mengalami sukacita atas keselamatan melalui pengorbanan Kristus Yesus di kayu salib? Jika belum, apakah Anda mau merasakan sukacita tersebut?