Bagikan artikel ini :

Petani, Pemerah Susu, dan Pengkhotbah

Pengkhotbah 5:8

Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah.
- Ibrani 13:16

Suatu kali, saya curhat keluhan-keluhan dalam pekerjaan saya yang menumpuk kepada seorang teman. Teman saya menimpali dengan penghiburan seperti ini, “Tapi kan pekerjaanmu menolong orang? Justru makin banyak kerjaan, makin banyak orang yang kamu tolong!” Kemudian ia melanjutkan dengan kecil hati, “Daripada pekerjaanku yang hanya untuk digaji saja. Tidak ada gunanya untuk orang lain.” Ngomong-ngomong, teman saya adalah seorang apoteker. Hmmm…

Entah berapa seringnya saya mendengar komentar demikian. Seolah-olah hanya pekerjaan sebagai hamba Tuhan full-time yang terpuji. Seakan pekerjaan lain tidak berkontribusi apa pun bagi orang lain. Dalam perikop bacaan hari ini, Salomo mengatakan bahwa pemikiran demikian salah.

Ayat 8 ini memang sulit dimengerti, dan lebih sulit lagi diterjemahkan. Terjemahan yang lebih literal adalah, “Tetapi keuntungan dari sebuah tanah adalah untuk semua, raja [pun] dilayani oleh ladangnya.” Jika di ayat 7 Salomo membicarakan tentang orang-orang yang berada di posisi tinggi, yakni pejabat, kini Salomo mengkontraskannya dengan orang-orang yang berada di posisi paling rendah dalam masyarakat pada masa itu, yakni buruh tani. Manakala pejabat hanya mendatangkan penindasan, buruh tani yang bekerja di ladang malah menguntungkan banyak orang, bahkan termasuk raja! Seolah Salomo mau mengatakan, “Untuk apa profesi yang tinggi, tetapi malah mendatangkan celaka bagi orang lain. Lebih baik profesi yang rendah, tetapi menyejahterakan orang lain.”

Martin Luther, Reformator Jerman, mengatakan bahwa “seorang pemerah susu dapat memerah sapi demi kemuliaan Tuhan” (a dairymaid can milk cows to the glory of God). Ia bahkan mengatakan bahwa seorang petani yang memupuk ladang dengan kotoran dan seorang pemerah susu menyukakan Allah, setara dengan seorang hamba Tuhan yang berkhotbah atau berdoa. Tuhan tidak pernah membuat tingkatan-tingkatan profesi. Semua pekerjaan, entah serendah atau seremeh apa pun, asalkan menolong orang lain dan tidak menghasilkan keuntungan dengan cara-cara yang berdosa, memperkenankan dan memuliakan Tuhan.

Ingat, Tuhan Yesus menghabiskan tiga puluh tahun hidupnya sebagai tukang kayu dan hanya 3,5 tahun sebagai rabi Yahudi! Apa pun pekerjaan Anda, ingatlah bahwa Anda sedang melayani Tuhan dan orang lain.

Refleksi Diri:

  • Apa bidang pekerjaan Anda sekarang? Apakah Anda pernah merasa rendah diri karena profesi Anda?
  • Bagaimana cara Anda melayani orang lain—rekan kerja, bawahan, atasan, klien, pelanggan, pasien, pengguna akhir—yang Anda temui dalam pekerjaan?