Bagikan artikel ini :

Piano Mahoni Merah

Kisah Para Rasul 4:32-37

Janganlah kamu lupa berbuat baik dan membagikan apa yang kamu miliki karena kurban seperti itulah yang menyenangkan Allah.
- Ibrani 13:16 (AYT)

Joe Edwards adalah seorang pria muda yang bekerja di sebuah perusahaan piano di St. Louis. Setiap kali perusahaan beriklan di negara bagian Missouri Tenggara, mereka akan menerima balasan kartu pos yang kurang lebih berbunyi demikian: Tolong bawakan saya piano baru untuk cucu perempuan saya. Itu harus piano mahoni merah. Saya hanya bisa membayar $10 sebulan. Tentu perusahan tidak bisa menjual piano dengan cicilan serendah itu dan Joe kemudian mengabaikan kartu pos tersebut. Suatu kali, ketika Joe berhasil memiliki perusahaan pianonya sendiri, ia memutuskan untuk merespons kartu pos tersebut dan mengirimkan sebuah piano tanpa memikirkan bayarannya. Joe melupakan kejadian tersebut dan dua puluh tahun kemudian betapa terkejutnya saat ia berjumpa dengan Elise, pemain piano sangat berbakat, yang ternyata adalah cucu dari nenek miskin yang dikiriminya piano mahoni merah.

Pada masa gereja mula-mula, saling memberi merupakan gaya hidup yang membuat jemaat saat itu berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Setiap orang tidak mementingkan diri dan rela menjual harta miliknya untuk dibagikan demi kepentingan bersama. Dari sekian banyak jemaat yang memberi pada waktu itu, Barnabas menjadi teladan. Barnabas adalah seorang Lewi yang tentu bukanlah orang yang kaya karena hidupnya difokuskan untuk melayani Tuhan. Namun, melayani saja tidak cukup bagi Barnabas. Ketika melihat kebutuhan umat Tuhan, ia rela menjual harta yang dimilikinya demi sesama. Dikatakan pada ayat 37 perikop bacaan hari ini, Barnabas menjual ladang miliknya lalu memberikan hasil penjualannya kepada para rasul. Dalam kekurangannya Barnabas tetap rela memberi.

Cara hidup jemaat mula-mula mengajar kita bahwa memberi harus menjadi gaya hidup anak-anak Tuhan. Kita tidak harus menunggu untuk memiliki banyak harta terlebih dulu baru memberi. Apa yang Tuhan percayakan kepada kita hari ini, itulah yang bisa kita pakai untuk saling memberi. Bukan kuantitas pemberian yang terpenting, melainkan keterlibatan kita. Tuhan Yesus melihat hati, dan Dia sanggup menyempurnakan pemberian kita yang sederhana. Mari belajar memberi karena orang yang baik hati akan diberkati karena ia membagi rezekinya dengan si miskin (Ams. 22:9).

Refleksi Diri:

  • Apa alasan Tuhan menginginkan anak-anak-Nya hidup saling memberi?
  • Apa hal selain materi yang seharusnya bisa Anda berikan kepada sesama yang mungkin membutuhkan?