Fixing Your Failure (Perbaiki Kegagalanmu)
Yohanes 21:15-19
BAHAN CARE GROUP
Ada sebuah budaya yang cukup populer mulai pada tahun 2010 sampai sekarang, yaitu cancel culture (budaya membatalkan). Budaya ini dinamakan demikian karena masyarakat ramai-ramai melakukan protes atau sabotase kepada seorang artis atau tokoh terkenal jika mereka melakukan pelanggaran dan kesalahan yang amoral. Tindakan tersebut bertujuan untuk membatalkan penampilan tokoh tersebut di publik dan biasanya akan mengakhiri karirnya. Menariknya, cancel culture berkembang di masyarakat Barat dan Timur yang menunjukkan kecenderungan orang pada masa kini untuk tidak mentolerir kesalahan. Orang Kristen pun tidak terlepas dari kecenderungan tersebut. Tidak jarang orang yang melakukan dosa atau gagal dalam panggilannya merasa tertolak dari komunitas Kristen. Bagaimana kita harus menyikapi kesalahan atau dosa dalam kekristenan?
EKSPLORASI FIRMAN
Orang Kristen bukanlah orang yang terlepas dari dosa maupun kesalahan dalam hidup. Rasul Petrus, seorang rasul yang terkemuka dan pemimpin gereja mula-mula, juga pernah melakukan kesalahan, bahkan dapat dikata sebuah kesalahan yang besar. Ia pernah tidak mengaku sebagai pengikut Yesus di hadapan orang dan bukan hanya sekali, tetapi sebanyak tiga kali (Mat. 26:69-75). Sebuah kesalahan yang tidak seharusnya dilakukan seorang rasul yang mengaku bahwa ia rela menyerahkan nyawanya bagi Yesus (Yoh. 13:37) dan memotong telinga seseorang ketika membela-Nya (Yoh. 18:10-11). Bagaimana sikap Yesus terhadap pengikut-Nya yang melakukan kesalahan yang besar?
Tuhan Yesus tidak membiarkan murid-Nya untuk terus berkubang dalam kesalahan. Sikap dari Tuhan Yesus kepada Petrus begitu terlihat jelas dalam peristiwa di Yohanes 21 ini. Kesalahan yang dilakukan oleh Petrus membuat dia begitu patah hati dan merasa bersalah. Buktinya, Petrus memilih untuk kembali kepada profesi lamanya sebelum mengikut Yesus (Yoh. 21:3). Padahal Yesus telah bangkit dari kematian pada titik tersebut dan telah meneguhkan kembali panggilan-Nya kepada para rasul (lih. 20:19-23). Keputusan Petrus untuk kembali menjadi penjala ikan mengomunikasikan hatinya yang merasa tidak layak menjadi penjala manusia. Yesus tidak membiarkan hal tersebut dan menemui Petrus pada titik terendah dalam panggilannya. Ia tidak membiarkan urusan yang belum terselesaikan dengan Petrus menghalanginya untuk menjadi pengikut Yesus.
Tuhan Yesus mengkonfrontasi kesalahan masa lalu agar murid-Nya menjalani panggilan dengan baik. Tindakan yang dilakukan oleh Yesus kepada Petrus dilakukan dengan kesengajaan (intentionally) untuk membereskan kesalahan Petrus terhadap-Nya. Pertama, Yesus mengulang kembali peristiwa panggilan Petrus menjadi murid-Nya dengan memberikan kepadanya sebuah tangkapan ikan yang “sangat banyak” (Yoh. 21:6, kata yang sama digunakan di Luk. 5:5). Kedua, Yesus membuat “api arang” (Yoh. 21:9) untuk peristiwa Petrus menolak Yesus di persidangan di malam hari (lih. Yoh. 18:18). Ketiga, Yesus tiga kali menanyai Petrus, “apakah engkau mengasihi Aku?” sama dengan jumlah sangkalan Petrus akan Yesus. Semua hal itu Yesus lakukan agar Petrus tidak lari lagi dari rasa bersalahnya dan menunjukkan kasih-Nya yang melampaui kesalahan Petrus.
Tuhan Yesus ingin memastikan bahwa murid-Nya yang bersalah memahami kasih-Nya agar kasih itu terwujud dalam kehidupan murid-Nya. Tiga pertanyaan Yesus kepada Petrus menunjukkan bagaimana Yesus rindu Petrus agar memahami kasih-Nya, karena kasih itulah yang harus ditunjukkan Petrus kepada domba-domba-Nya, bukan kasih yang Petrus tunjukkan. Dalam pertanyaan yang Yesus berikan kepada Petrus terdapat dua kata Yunani yang berbeda yang digunakan, yaitu kata agapaō (ay.15-16) dan phileō (ay.17). Yesus menggunakan dua kata tersebut untuk memastikan dan mendorong Petrus untuk terus mengasihi-Nya. Hal ini penting untuk dimengerti, karena ada pandangan yang merasa dua kata tersebut menunjukkan kualitas mengasihi yang berbeda. Kata agapaō memang banyak digunakan untuk menyatakan kasih Allah kepada pengikut-Nya (Yoh. 13:23; 19:26), tetapi kata phileō juga digunakan untuk menyatakan kasih Allah (Yoh. 5:20; 11:3; 16:27), meski kata tersebut juga digunakan untuk menyatakan kasih persaudaraan antar manusia. Tidak perlu membuat pembedaan antara kata tersebut, hal yang penting adalah Yesus ingin Petrus untuk merawat domba-domba-Nya dengan kasih tersebut.
Kasih Tuhan Yesus yang menerima dan memulihkan Petrus yang bersalah juga tersedia bagi orang Kristen pada masa kini. Orang Kristen pada masa kini rentan hidup dengan pemahaman bahwa menjadi pengikut Yesus haruslah sempurna tanpa kesalahan. Pemahaman tersebut dapat saja membuat orang Kristen gampang menghakimi dan merasa dirinya benar serta tidak memerlukan Tuhan Yesus. Kenyataannya setiap orang telah berdosa dan dapat menerima pengampunan karena anugerah dengan iman dalam Yesus; anugerah tersebut juga menjanjikan makna kehidupan dalam kehidupan orang percaya (Ef. 2:8-10).
Orang percaya juga dipanggil untuk menyatakan pengampunan dalam kasih Yesus kepada orang lain. Pengampunan dari Tuhan juga harus nyata dalam kehidupan bersama orang Kristen. Tidak banyak orang yang menghakimi sesamanya karena suatu kesalahan dan menimbulkan sakit hati. Hal tersebut dapat terjadi karena ekspektasi yang secara tidak sadar terbentuk bahwa orang Kristen harus sempurna. Mengenai hal ini, saya setuju dengan perkataan dari Timothy Keller, “Gereja bukanlah museum orang-orang kudus, tetapi rumah sakit untuk orang berdosa.” Mari kita melihat diri kita dengan jujur dan meminta pertolongan dari Tuhan. Mari kita juga melihat sesama dengan perspektif kasih Yesus. Akhirnya, mari kita menghidupi kasih Tuhan Yesus dalam kehidupan personal dan komunal agar kasih-Nya yang memulihkan tersebut nyata dalam dunia serta memuliakan Bapa di Surga.[JP]
APLIKASI KEHIDUPAN
Pendalaman
Mengapa Yesus harus menanyakan pertanyaan kepada Petrus di hadapan para murid yang lain?
Penerapan
Bagaimana kita menjaga diri untuk tidak merasa benar dan layak menghakimi orang lain?
SALING MENDOAKAN
Akhiri Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain.