Arsip tema sepekan

Bagikan artikel ini :

The Path of No Return: Jalan Tanpa Kembali

Yohanes 21:20-23

EKSPRESI PRIBADI

Meski telah jatuh dalam penyangkalan dan hendak mundur ke kehidupannya yang lama sebagai nelayan, Petrus diampuni dan diterima kembali oleh Gurunya. Tak hanya itu, ia diberikan tugas, “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Sesudah itu, Tuhan Yesus memberitahukan bagaimana Petrus akan mati martir dalam melaksanakan panggilan tersebut (Yoh. 21:18-19).

Sebagai orang Kristen, kita suka berita anugerahnya, kisah pengampunan yang dialami oleh Petrus, dan sosok Tuhan Yesus yang menerimanya kembali dengan tangan berlubang paku yang terbuka baginya. Sebaliknya, kita tidak suka dengan panggilan untuk bertanggung jawab akan anugerah yang telah kita terima, kisah kematian Petrus sebagai martir, dan sosok Tuhan Yesus yang memberinya mandat. Dengan kata lain, kita sebagai orang Kristen hanya mau enaknya saja, dan mengabaikan tanggung jawabnya. Kita suka dengan anugerah keselamatan, tetapi tidak suka tuntutan mengerjakan keselamatan. Kita suka mendengar dan bahkan sudah menerima Injil, tetapi malas menghidupi Injil tersebut dalam keseharian kita.

Mungkin itulah sebabnya hidup kita tidak berubah. Hidup mengiring Tuhan Yesus kita anggap sebatas KTP berlabel Kristen, keanggotaan gereja, ritual-ritual serta aktivitas agamawi, serta pelayanan-pelayanan yang sekedar menyibukkan tetapi tidak membangun kerohanian kita. Komitmen mengikut Tuhan Yesus tidak menjadi komitmen yang holistik dan mengubah setiap aspek hidup kita, melainkan satu sempilan tambahan di hidup kita. Akibatnya, ketika kita tersadar bagaimana hidup kita tidak berbuah, kita menoleh ke arah orang lain dan berkata, “tapi, bagaimana dengan dia?”

EKSPLORASI FIRMAN

Bukannya menjawab, “ya, Tuhan!” Petrus malah berpaling dan memandang Yohanes, kemudian menyakan hal yang setiap kita tanyakan, “tapi, bagaimana dengan dia?” “bagaimana dengan si itu dan si anu?” Matanya teralihkan dan mulailah ia membandingkan diri dengan orang lain. “Tuhan, kalau Engkau memberiku tugas seperti itu, bagaimana dengan dia? Masakan aku diberi tanggung jawab seberat ini sementara dia tidak?” “Ah, Tuhan, si itu dan si anu menjadi orang Kristen biasa-biasa saja, dan hidupnya baik-baik saja, kok.”

Tetapi Tuhan Yesus tidak menjawab pertanyaan itu. Ia kembali mengulang, “ikutlah Aku.”

  1. Diberi Anugerah, tetapi Dipanggil Keluar

Sebenarnya, pola ini tidak hanya terjadi pada diri Petrus, tetapi juga oleh orang-orang beriman sepanjang Alkitab sejak Kitab Kejadian. Abraham, seorang penyembah berhala, menerima anugerah luar biasa sebagai orang yang dipilih Tuhan. Tetapi, tanggung jawab mengiringi anugerah tersebut, yakni ia harus keluar dari tanah kampung halamannya. Di kitab selanjutnya, yakni Kitab Keluaran, Tuhan juga beranugerah kepada orang-orang Israel yang saat itu hanyalah budak Mesir. Tetapi, sekali lagi tanggung jawab mengiring anugerah tersebut, yakni ia harus meninggalkan Mesir dengan segala “mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih” (Bil. 11:5). Petrus juga sama. Ia menerima anugerah, tetapi tanggung jawabnya adalah bahwa kini ia harus keluar dan mengabarkan Injil serta menggembalakan orang-orang percaya.

Kita melihat pola yang sama: tokoh-tokoh ini berada di suatu keadaan yang kurang ideal, meski mereka telah menikmati kenyamanan itu. Abraham dan tanah Ur-Kasdim yang menyembah berhala, bangsa Israel dan tanah Mesir yang subur tetapi yang menjadikan mereka budak, serta Petrus dan perahu nelayannya. Kemudian, anugerah Tuhan datang menyapa mereka. Namun, anugerah itu diiringi dengan panggilan untuk keluar.

  1. Perjalanan Bersama Tuhan = Perjalanan Tanpa Mundur

Kemanakah Tuhan memanggil mereka? Abraham, bangsa Israel, dan Petrus tentunya berpikir mereka akan dibawa ke tempat yang nyaman dan menyenangkan. Namun, Abraham malah dibawa ke tanah asing dimana kelaparan terjadi (Kej. 10:4-20), bangsa Israel dibawa ke padang gurun, dan Petrus dibawa ke “tempat yang tidak kaukehendaki” (Yoh. 21:18).

Mengapa pola ini diulangi terus disepanjang Alkitab, mulai dari Abraham sampai Petrus? Karena inilah inti dari mengikut Tuhan! Ketika kita mengatakan "ya" kepada panggilan Tuhan, jangan berharap kita akan melihat tanah yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Sebaliknya, kita akan melihat tanah asing, padang gurun, bahkan kematian. Tak heran pada akhirnya orang-orang Israel berkali-kali ingin kembali ke Mesir. Inilah yang sering terjadi dengan orang-orang Kristen pada umumnya: mengklaim mengikuti Tuhan, tetapi hidupnya tidak berubah dan tidak menjadi kesaksian, selama-lamanya hanya berputar-putar di padang gurun. Kemudian kita, seperti Petrus, menjadi terdistraksi, “panggilan ini berat. Sebaiknya aku jadi orang Kristen biasa-biasa saja seperti mereka.” Di saat itulah Tuhan Yesus mengulurkan tangan-Nya lagi kepada kita. “Ikutlah Aku.”

Hidup memenuhi panggilan Tuhan adalah sebuah perjalanan. Sehari lepas sehari, kita meninggalkan dosa dan godaan dari dunia yang menawarkan jalan pintas. Sehari lepas sehari, kita menjadi makin serupa dengan-Nya dalam kasih, kejujuran, hikmat, kerendahan hati, dan lain sebagainya. Sehari lepas sehari, kita mengerjakan pelayanan-pelayanan yang menuntut komitmen kita. Tidak ada kata mundur. Sebab, betapapun susahnya jalan itu, tangan-Nya akan selalu memegang tangan kita.     (DO)

APLIKASI KEHIDUPAN

Pendalaman

Selain Abraham dan bangsa Israel, tokoh-tokoh Alkitab siapa lagi yang memiliki pola seperti Petrus (menerima anugerah tetapi dipanggil keluar ke tempat yang sukar)? Menurut Anda, mengapa pola seperti ini ditekankan berkali-kali dalam Alkitab? Apakah pola ini terjadi juga dalam kehidupan Anda?

Penerapan

Pernahkan Anda merasa sukar untuk berjalan dan jalan ketaatan—baik dalam keluarga, pekerjaan, atau pelayanan—dan memilih untuk menjadi orang Kristen KTP? Di dalam keadaan seperti ini, hal yang membuat Anda tidak mundur dan tetap menempuh jalan ketaatan tersebut?

SALING MENDOAKAN

Akhiri Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain