Bapa yang Kekal: Dirangkul Kasih Kekal
Di sepanjang sejarah gereja, sejak zaman Romawi di masa Kaisar Nero hingga abad ke-21, orang-orang Kristen mengalami persekusi atau penganiayaan yang seringkali tidak manusiawi. Di periode awal sejarah gereja, misalnya, mereka dibakar hidup-hidup sebagai obor manusia. Menurut Eusebius, sejarawan Kristen yang hidup pada abad ke-3 dan ke-4 Masehi, orang Kristen yang mati ketika pemerintahan Romawi berkuasa, besar jumlahnya. Banyak dari mereka yang miskin dan dilupakan oleh sejarah.
Di masa kini, jumlah orang Kristen yang mengalami aniaya, jumlahnya tidak semakin berkurang. Bahkan menurut George Weigel, peneliti di Pusat Etika dan Kebijakan Publik di Amerika Serikat, “Lebih banyak orang Kristen mati demi iman pada abad ke-20 daripada pada abad ke-19 dan abad-abad sebelumnya digabungkan.” Namun yang luar biasa, di tengah ancaman persekusi dan maut semacam itu, orang-orang itu tetap memegang erat iman mereka kepada Yesus Kristus. Rupanya hati mereka dipenuhi oleh kasih Kristus, sehingga mereka rela berkorban nyawa sekalipun.
“Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan. Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Roma 8:35-39).
Rasul Paulus menuliskan ayat-ayat di atas kepada jemaat di Roma yang sebagian besar terdiri dari orang-orang non-Yahudi. Mereka menghadapi berbagai tantangan, termasuk diskriminasi dan penganiayaan dari masyarakat Romawi. Namun jemaat Roma di masa lalu maupun kita di masa kini, dapat menghadapi masa-masa sulit dengan keyakinan bahwa Allah selalu hadir bersama kita. Kasih-Nya merangkul kita di masa kini, tapi juga sampai kekekalan nanti. Fakta inilah yang memberi orang Kristen kekuatan untuk bertahan di tengah penderitaan.
Bahkan, fenomena yang justru kerap terjadi, ketika orang Kristen mangalami aniaya, di situlah Kristus justru dimuliakan. Sebelum dipenggal pada tahun 165 Masehi, Justinus Martyr mengatakan “Semakin kita dianiaya, semakin banyak orang yang memeluk iman dan menjadi penyembah Allah melalui nama Yesus.”
Jika saat ini Anda sedang berada di tengah penderitaan yang rasanya tidak tertahankan, seperti kehilangan pekerjaan, sakit parah, pengkhianatan, atau hubungan yang retak bahkan hancur, maka ubahlah fokus dari masalah kepada Allah, sumber kekuatan dan penghiburan yang rindu untuk memenuhi Anda dengan kasih, sukacita, dan damai sejahtera-Nya. **GE