Bagikan artikel ini :

Belajar dari kegagalan

Ams.  24:16 "Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali,  tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana."

Jikalau kita disuruh memilih antara berhasil atau gagal,  tentu semua orang memilih berhasil.  Perencanaan yang matang,  curahan perhatian yang serius dan menyita waktu, training-training yang kita ikuti untuk mendapatkan pembekalan,  koneksi yang dibangun untuk menciptakan rekanan, bahkan doa-doa yang kita naikkan,  semua ini menyatu menjadi sebuah paket usaha yang kita lakukan.  Tentu saja tujuan akhirnya adalah mendapatkan keberhasilan, bukan? Hal ini tentu baik. Justru aneh dan tidak bijak jikta kita mengharapkan keberhasilan tanpa berbuat apa-apa.  Kita menunggu sambil tidur-tiduran (malas) dan berharap kesuksesan itu muncul begitu saja. Yang benar adalah kita harus berjuang sampai pada akhirnya Tuhan membawa kita pada keberhasilan yang Dia kehendaki.

Realita kehidupan yang tidak bisa dipungkiri adalah sebesar-besarnya keinginan kita untuk mencapai keberhasilan, sedetail-detailnya perencanaan yang kita lakukan, dan sebesar-besarnya usaha yang kita kerjakan, kegagalan bisa saja kita alami. Jika itu terjadi, bagaimana kita bersikap terhadap kegagalan di tengah perjuangan yang kita lakukan?

  1. Melihat kegagalan bukan sebagai akhir.

    Hidup adalah sebuah perjalanan yang sangat prematur jika kita menyatakan perjalanan ini berhenti karena sebuah kegagalan.  Kegagalan hanyalah bagian dari dinamika perjalanan kehidupan yang akan berlanjut pada fase perjalanan selanjutnya.  Dengan kata lain setelah kita mengalami kegagalan,  ada kesempatan yang sebenarnya terpampang di depan kita dan di sana ada kesempatan-kesempatan yang Tuhan anugerahkan sehingga kita dapat bangkit  dan mulai melangkah lagi dengan sebuah pengharapan.  Inilah setidaknya yang dapat kita pelajari dari perjalanan tokoh-tokoh Alkitab yaitu orang-orang yang dalam perjalanan hidupnya dipilih Allah untuk melayani-Nya. Sebut saja Daud dalam kasus perzinahannya dengan Betsyeba atau Petrus dalam kasus penyangkalannya.  Kedua tokoh ini pernah gagal dan hancur hati karena kegagalan mereka. Akan tetapi pada akhirnya mereka melanjutkan hidup dengan kesadaran bahwa Tuhan memberikan anugerah pengampunan dan anugerah untuk melangkah melanjutkan perjalanan kehidupan.
     
  2. Melihat kegagalan sebagai proses pembelajaran.

    Ada banyak cara belajar yang bisa kita tempuh yang melaluinya kita mendapatkan pengetahuan atau hikmat yang sangat diperlukan untuk mencapai sebuah kehidupan yang lebih baik di antaranya pendidikan formal, non formal,  informal, membaca bacaan yang bagus, pergaulan,  belajar dari pengalaman termasuk kegagalan, dsb.  Ironisnya, alih-alih menjadikan kegagalan sebagai sebuah alat untuk proses pembelajaran, tidak sedikit orang yang menganggapnya sebagai godam besar yang meluluhlantahkan kehidupan. Mereka tinggal dalam keterpurukan, meratapi kegagalan yang dialami,  dan tenggelam dalam keputusasaan. Kita bisa melihat dua tokoh yang biasanya diangkat sebagai negasi dari Daud dan Petrus,  yaitu Saul dan Yudas Iskariot. Mereka adalah orang-orang yang pernah gagal tetapi sangat disayangkan, harta terpendam dari sebuah kegagalan tidak ditemukan. Akhir dari kehidupan mereka pun mengenaskan. Semua ini terjadi karena mereka tidak belajar sesuatu dari kegagalan itu.
     
  3. Percaya bahwa Tuhan berdaulat atas hidup kita.

    Sebagai orang-orang yang percaya pada Tuhan,  adalah penting untuk memiliki keyakinan  bahwa tidak ada satupun kejadian dalam kehidupan kita terjadi secara kebetulan.  Termasuk di dalamnya kegagalan.  Entahkah karena kesalahan kita sendiri atau karena faktor ekternal yang menyebabkan kegagalan,  setidaknya kondisi ini tentu tidak lepas dari izin Tuhan.  Lalu mengapa Tuhan mengizinkan kegagalan dapat terjadi dalam kehidupan kita? Tentu ada maksud Tuhan di dalamnya.  Ketika kita memasuki ranah maksud Tuhan itu, maka kita harus memiliki keyakinan bahwa hal itu bukan untuk merusak atau membinasakan hidup kita. Di sinilah pentingnya memercayakan kehidupan kita pada kedaulatan Allah.  Keyakinan ini akan memampukan kita untuk menjalani prinsip melanjutkan kehidupan dengan pengharapan walaupun mengalami kegagalan dan belajar sesuatu yang baik dari kegagalan. Pada akhirnya kegagalan adalah sebuah kesempatan di mana kita dapat mengalami anugerah Tuhan dan belajar sesuatu yang berharga sebagai bekal melanjutkan kehidupan. Salam belajar dari kegagalan. [TA]