Bagikan artikel ini :

Disiplin gerejawi (penggembalaan khusus)

Tulisan ini membahas disiplin gerejawi, topik yang esential dalam kehidupan bergereja. Ibrani 12:6 berkata "Tuhan menghajar orang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang diakui-Nya sebagai anak." Apa yang mungkin tidak disadari adalah Tuhan menghajar anak-anak-Nya melalui gereja-Nya, yakni melalui disiplin gerejawi. Tuhan Yesus sendiri mengajarkan disiplin gerejawi (Mat. 18:15-17). Paulus menegor keras gereja Korintus karena mereka gagal melakukan disiplin gerejawi (1Kor. 5:1-13).

Menurut Pengakuan Iman Gereja Belanda (Belgic Confession), Pasal 29, ada tiga ciri gereja yang sejati: (1) pemberitaan Injil yang murni, (2) pelayanan sakramen-sakramen yang murni sebagaimana yang ditetapkan Kristus, dan (3) pelaksanaan disiplin gerejawi. Ketiga elemen ini saling berkaitan. Kemurnian pemberitaan Injil dan pelayanan sakramen-sakramen tidak dapat dipertahankan tanpa adanya disiplin gerejawi. Dengan kata lain, gereja melaksanakan disiplin untuk menyingkirkan dosa agar tidak mencemari kekudusan Injil dan sakramen-sakramen Yesus Kristus.

Gereja mendapat otoritas untuk menjalankan disiplin dari Tuhan Yesus sendiri. Ia memberikan kunci kerajaan surga kepada gereja-Nya (Mat.16:19). Katekismus Heidelberg, Minggu ke-31, Pertanyaan 83-85, menjelaskan ada 2 kunci kerajaan surga yang diberikan Kristus kepada gerejaNya: (1) pemberitaan Injil dan (2) disiplin gerejawi. Dengan kedua kunci ini pintu kerajaan surga terbuka bagi mereka yang percaya, dan tertutup bagi mereka yang tidak mau percaya atau tidak mau bertobat. Melalui pemberitaan Injil, mereka yang percaya dibawa masuk ke dalam tubuh Kristus; dan melalui disiplin gerejawi mereka dimurnikan dari segala ajaran sesat dan cara hidup yang keji. Saat seorang Kristen berbuat dosa, ia diberikan disiplin, dan jika iabertobat dengan sungguh-sungguh, ia diterima kembali sebagai anggota Kristus dan jemaat-Nya.

John Calvin juga menekankan pentingnya disiplin gerejawi. Berikut ini adalah beberapa poin penting yang diambil dari bukunya Institutes of the Christian Religion, Buku ke-4, Pasal 12: 1-7.

Pertama, bagi mereka yang membenci disiplin, Calvin mengingatkan: jika tidak ada masyarakat dan tidak ada keluarga, sekecil apapun, yang dapat terjaga baik tanpa disiplin, apalagi gereja yang kondisinya perlu seteratur mungkin. Jika doktrin Kristus adalah rohnya gereja, maka disiplin adalah otot dan urat yang menyatukan anggota-anggota tubuh. Pemberitaan Firman harus disertai dengan koreksi dan nasihat secara pribadi, agar Firman itu bertahan dan tidak menjadi kendor. Maka disiplin gerejawi layaknya kekang yang mengontrol dan menjinakkan mereka melawan doktrin Kristus; atau seperti cambuk yang memacu maju mereka yang malas; dan kadang juga seperti rotan di tangan seorang ayah yang menghajar anak-anaknya yang menyeleweng dalam iman mereka dengan kelemahlembutan Kristus.

Disiplin gerejawi memiliki tiga tujuan: (1) untuk menjaga kekudusan tubuh Kristus. Gereja adalah tubuh Kristus yang tidak boleh dicemarkan oleh mereka yang hidup tercela. Bagaimanpun juga cela mereka akan mempermalukan Kristus, Kepala Gereja. Selain itu untuk menjaga kekudusan sakramen perjamuan kudus yang tidak boleh sembarangan diberikan. (2) Agar yang baik jangan ikut tercemar. Sedikit ragi mengkhamiri seluruh adonan. Maka Paulus menasihati orang-orang percaya untuk tidak bergaul dengan mereka yang hidup dengan perbuatan tercela (1Kor 5:6, 9). (3) Untuk mendatangkan pertobatan. Paulus berkata, mereka yang menolak teguran halus, harus didisiplin dengan keras. Mereka perlu diserahkan dalam nama Tuhan Yesus kepada Iblis, sehingga binasa tubuhnya, agar rohnya diselamatkan pada hari Tuhan (1 Kor.5:5).

Disiplin gerejawi dijalankan dengan prosedur sebagai berikut sebagaimana yang digariskan sendiri oleh Yesus Kristus di Matius 18:15-17. Pertama-tama teguran disampaikan secara pribadi oleh saudara seiman. Namun jika teguran pribadi tidak efektif, maka gembala dan penatua harus turun tangan, karena tugas mereka bukan saja mengajar tetapi juga memberi peringatan dan menasihati umat. Jika ia tetap bersikeras menolak teguran gembala dan penatua, maka harus diajukan ke sidang gereja. Jika sampai tahap ini, yang bersangkutan tetap menolak taat kepada disiplin gerejawi, ia dikeluarkan dari persekutuan orang percaya.

Namun, prosedur diatas tidak dapat diberlakukan secara umum. Calvin mengingatkan dalam pelaksanaannya perlu membedakan antara dosa yang bersifat publik dan dosa yang bersifat pribadi atau tersembunyi. Dosa yang bersifat publik atau terbuka, adalah dosa yang saksi-saksinya bukan hanya dua atau tiga orang, tetapi sudah diketahui semua orang dan menjadi cela bagi gereja keseluruhan. Dosa terang-terangan seperti ini tidak perlu melalui prosedur Matius 18, tetapi ditegur secara langsung, sebagaimana nasihat Paulus: "Mereka yang berbuat dosa hendaklah kau tegur di depan semua orang agar yang lain itupun takut" (1 Tim. 5:20). Sebagai contoh, saat Petrus berdosa dan dosanya telah menjadi skandal publik, maka Paulus pun langsung menegurnya di depan semua orang. Jadi, dosa yang bersifat publik dan telah menjadi batu sandungan bagi gereja keseluruhan harus ditegur dan dikoreksi langsung.

Untuk dosa yang bersifat pribadi atau tersembunyi (rahasia) berlaku prosedur Yesus Kristus. Masalah ini hanya akan sampai ditangan gereja jika yang bersangkutan keras kepala dan tidak mau bertobat. Jika sudah sampai di tangan gereja, kadar disiplin perlu disesuaikan dengan dosa yang dilakukan. Disini perlu dibedakan antara dosa yang dilakukan karena kelemahan, dan dosa yang merupakan kriminal atau perbuatan tercela. Ada dosa yang hanya perlu ditegur secara verbal. Tetapi dosa-dosa yang bersifat perbuatan keji dan tercela haruslah ditegur dengan keras dan dilarang mengikuti perjamuan kudus sampai yang bersangkutan sungguh-sungguh bertobat. (PD)