Bagikan artikel ini :

Kehadiran Kristus di Musim Semi

Tahun Baru Imlek merupakan festival musim semi yang menandakan musim dingin sudah berakhir. Di musim ini, orang-orang biasanya mulai menanam dan menuai, sehingga tepat jika dirayakan sebagai momen memulai sesuatu yang baru. Dengan semangat inilah Imlek akan dihadirkan dengan berbagai makna simbolis guna membawa satu harapan yaitu memasuki musim kehidupan yang lebih baik, lebih berkelimpahan dan indah di masa depan.

Konteks sukacita hari raya Imlek pun bersifat kolektif. Maksudnya di momen ini setiap orang berusaha menjaga keharmonisan dan keutuhan di dalam keluarga. Kebahagian itu justru tercermin ketika masing-masing anggota keluarga saling berbagi, hormat – menghormati, saling menyapa dan seterusnya. Itu sebabnya di momen Imlek ini, masing-masing anggota keluarga menyatakan hal tersebut dengan berbagi angpau (Hong Bao), saling menjamu atau memberi makanan, dan berbagai makna simbolis lainnya.

Usaha mempertahankan keharmonisan ini merupakan usaha manusia. Pada umumnya usaha tersebut cenderung tergantung dari apa yang dilakukan dan diberikan kepada anggota keluarga. Jika demikian, bagaimana menyikapi saat situasi justru sebaliknya. Ada kalanya situasi buruk justru terjadi di momen paling bahagia. Dan kecenderungannya kita berusaha menutupinya atau menyembunyikan demi kehormatan nama baik keluarga.

Kisah perkawinan di Kana (Yoh. 2:1-11) bukanlah peristiwa ideal. Di tengah-tengah peristiwa berbahagia ini, justru keluarga tidak dapat menjamu para tamu undangan dengan baik. Karena “mereka kekurangan anggur” (Yoh. 2:3). Suatu perkara yang memalukan bagi keluarga di kala itu. Ada kemungkinan mereka kekurangan atau kehabisan anggur karena jamuan pernikahan Yahudi biasanya dilaksanakan satu minggu. Dan ada kemungkinan, mereka bukanlah orang yang kaya secara materi. Apa pun alasannya, peristiwa ini tampak mencoreng nama baik keluarga saat itu.

Di tengah peristiwa yang tidak ideal ini, justru kehadiran Kristus menyatakan suatu keajaiban yang tidak terduga. Enam tempayan yang biasa dipakai untuk membasuh diri sebelum mereka makan minum dan masuk ke tempat pesta pernikahan, justru menjadi tempat terjadi mujizat. Air dalam tempayan tersebut berubah menjadi anggur (Yoh. 2:6-9). Hal ini terjadi di luar kemampuan atau nalar manusia. Hal yang memalukan diubah menjadi hal yang menggembirakan.

Sadarkah Anda setiap momen itu tidak selalu baik dan indah. Akan tetapi, apa yang Tuhan kerjakan dalam situasi yang “buruk” malahan menolong kita menerima berkat yang lebih baik dalam kehidupan. Itulah yang terjadi pada momen perkawinan di Kana. Apa yang dapat menjadi masalah besar (kehabisan anggur) justru menjadi kesempatan untuk mengalami pemberian ajaib yang tidak terduga dari Tuhan.

Beberapa hal yang ingin diajarkan melalui perkawinan di Kana. Pertama, Tuhanlah satu-satunya sumber dari kebahagiaan dan sukacita itu sendiri. Kedua, setiap musim itu pasti berganti. Itu bisa baik, biasa saja, atau pun buruk. Hanya saja yang pasti Tuhan Yesus senantiasa hadir dalam pelbagai situasi tersebut. Dan Dia hadir membawa mujizat yang terduga. Ketiga, hal terpenting dalam sebuah momen (khususnya hari raya Imlek) bukanlah berapa banyak kehadiran anggota keluarga berkunjung ke rumah Anda, bukan seberapa banyak angpau yang Anda dapat atau berikan, bukan seberapa mewah jamuan yang ada. Yang terpenting adalah kehadiran Tuhan Yesus dalam keluarga Anda. Kehadiran-Nya yang bukan saja pemberi berkat di dunia tetapi pemberi kemuliaan dalam kekekalan.

Selamat merayakan hari raya Imlek, dan kiranya dalam anugerah-Nya kita mengalami sukacita dan kebahagiaan bersama keluarga. Tuhan Yesus memberkati. **CWS