Bagikan artikel ini :

In This World Not Of This World

Asal Usul yang menjelaskan Identitas

Tentu banyak sekali teori yang sampai hari ini ingin menjelaskan asal usul manusia berasal dari mana. Apakah manusia diciptakan? Atau manusia sudah ada dan tidak diciptakan? Apakah manusia berasal dari hewan atau batu? Kita tentu pernah mengetahui dan mendengar ada teori yang berpendapat bahwa manusia berasal dari monyet atau kera yang mengalami evolusi sehingga menjadi manusia. Tentu saja, teori ini cukup menggemparkan banyak orang dan membuat banyak orang bertanya-tanya apakah benar demikian adanya?

Di dalam perspektif Kekristenan tentu kita menolak teori ini karena teori ini merupakan sebuah keanehan terbesar dalam sepanjang peradaban manusia. Manusia tidak mungkin berasal dari makhluk lain yang lebih rendah darinya. Manusia disebut sebagai makhluk hidup yang paling tertinggi dalam tingkatannya karena manusia memiliki perasaan, akal, dan kehendak, untuk melakukan sesuatu dalam hidupnya. Manusia mampu merencanakan masa depannya dan membuat sesuatu yang besar dan spektakuler dalam sepanjang peradaban sejarah manusia. Jika demikian, dari manakah manusia berasal?

Iman Kekristenan menjelaskan bahwa manusia berasal dari Allah, diciptakan oleh Allah, buatan tangan Allah, serta menyerupai Allah (Imago Dei) dan ditempatkan di dalam dunia yang juga merupakan ciptaan Allah. Manusia yang berasal dari Allah namun ditempatkan di dalam dunia untuk hidup, bergerak, berkembang, dan melakukan banyak hal dalam hidupnya, namun dunia bukanlah menjadi tujuan akhir manusia. Dunia hanyalah tempat sementara manusia yang nantinya semua manusia akan menuju kepada asal-usul sebenarnya, yaitu kembali kepada Tuhan yang menciptakan manusia itu pada mulanya.

Identitas yang Menjelaskan Cara Hidup

Manusia diciptakan sesuai gambar dan rupa Allah yang berarti manusia hidup, bergerak, bertindak, berbicara dan melakukan apapun dalam hidupnya itu disesuaikan dengan pikiran, perkataan, dan perbuatan Allah. Sayangnya, banyak manusia ciptaan Allah justru melakukan apapun dalam hidupnya berbeda dengan Allah dan bahkan bertolak belakang dengan Allah. Mereka menjadi sama dengan dunia dan bahkan lebih mengasihi dunia dibandingkan Allah . Dunia yang telah jatuh ke dalam dosa membuat manusia tidak lagi mendekat kepada Allah melainkan menggiring seluruh manusia untuk menjauh dan melawan Allah dalam segala hal.

Alkitab secara konsisten memberitahukan kepada kita bahwa sebagai orang yang telah ditebus oleh Kristus, kita memang ditempatkan di dalam dunia ini namun kita bukanlah berasal dari dunia ini sehingga kita tidak boleh ikut ke dalam arus dunia dengan segala kesenangan di dalamnya yang menuju kepada kebinasaan dan menjauh dari Allah. Di dalam kitab Yakobus pasal 4 mengingatkan kepada kita bahwa persahabatan dengan dunia merupakan permusuhan dengan Allah. Sedangkan dalam kitab Filipi 3 ayat 20 menyatakan dengan jelas bahwa kewarganegaraan kita di dalam Tuhan adalah kewarganegaraan surgawi, dan ketika kita ada di dalam dunia saat ini maka itu hanyalah bersifat sementara saja.

Oleh sebab itu, yang seharusnya menjadi perspektif orang Kristen dalam menjalani kehidupannya di dunia yang sementara ini adalah bahwa di dalam kesementaraan hidup di dunia, kita sedang mengerjakan kekekalan surgawi. Kehidupan di dunia yang sementara ini dimaknai sebagai sebuah persiapan untuk pulang kembali kepada Tuhan di surga sebagai tempat terakhir kita sebagai orang-orang tebusan-Nya. Dengan pemikiran seperti itulah akan membantu kita untuk menghidupi hidup yang tidak duniawi melainkan hidup yang membawa kesaksian bagi dunia yang sudah sangat jauh dari Allah. Kita tidak menaruh harapan dan kedamaian serta kenyamanan di dalam dunia yang sementara ini, pada apa yang kita miliki di dalam dunia ini, melainkan kita menggunakan seluruh apa yang kita miliki di dalam dunia ini untuk mengerjakan kekekalan surgawi sebagai asal-usul identitas hidup kita sebagai warga Kerajaan Surga. Kita menaruh harapan, ketenangan, kenyamanan, dan kekuatan dalam hidup ini di dalam Tuhan yang menciptakan kita dan yang akan kita temui ketika kita kembali kepada-Nya dalam kekekalan.

Ada di Dalam Dunia, namun Tidak Menjadi Duniawi

Kita hidup di dalam dunia tetapi kita bukan dari dunia ini. Biarlah penyataan ini selalu kita ingat dalam menjalani kehidupan kita sebagai pengikut Kristus, bahwa kita bukan berasal dari dunia ini dan kita hanyalah sementara di dunia ini. Untuk itu, kita perlu waspada agar tidak mengalami gegar budaya (shock culture) yang artinya adalah di dalam perkembangan zaman sekarang ini, bentuk godaan dan tantangan dapat saja semakin bertambah jumlah dan kilau godaannya, dan membuat manusia menjadi semakin lebih dekat dengan dunia, dan akhirnya membuat manusia semakin menjauh dari asal identitasnya yang sebenarnya. Dunia dengan segala kegemilangan, pesona, dan kemilaunya sangat mungkin membuat manusia terlena dan terpesona dan akhirnya melupakan asal usulnya di dalam Tuhan.

Manusia Kristen yang telah mengetahui dengan jelas identitasnya, akan menjalani hidupnya di dalam dunia dengan cara yang berbeda. Mereka akan hidup di dalam hikmat Kristus dan bukan hikmat dari dunia ini. Tetap berada di dalam dunia tidak berarti manusia Kristen akan menjadi duniawi, melainkan membawa hikmat surgawi untuk menerangi dunia yang gelap. Hidup dengan penuh hikmat terhadap orang-orang di sekitar kita di dalam dunia ini, berinteraksi dengan mereka (bukan menjauhkan diri) dalam keseharian hidup kita, dan kita menginspirasi mereka melalui kejelasan identitas kita untuk menjelaskan identitas mereka yang merupakan ciptaan Allah juga.

Hidup yang penuh dengan hikmat juga berarti bagaimana berkata-kata dengan penuh hikmat sesuai dengan perkataan Kristus. Bukan apa yang dikatakan, melainkan bagaimana berkata-kata dan menggunakan mulut kita untuk berkata-kata yang sesuai dengan perkataan Kristus di dalam Firman-Nya. Menciptakan sebuah kebiasaan berkata-kata yang berbeda dengan dunia, yaitu berkata-kata di dalam kasih karunia yang dimengerti oleh mereka dan memberikan ketenangan, kesejukan, dan kenyamanan dalam hati mereka yang mendengarnya. Jika kita terbiasa berbicara dengan penuh anugerah kepada semua orang, maka kita pasti akan tahu bagaimana memberi jawab kepada setiap orang dan kita akan menjadi kesaksian yang hidup untuk menyatakan siapakah Kristus kepada mereka yang belum pernah mengenal-Nya di dalam dunia ini. ** HH