Bagikan artikel ini :

Tirani, Padang Gurun, dan Burn Out

Beberapa tahun yang lalu, saat saya masih seorang hamba Tuhan praktek, saya diajak untuk mengamati kegiatan outbond remaja oleh seorang hamba Tuhan senior. Sesampainya di sana, beliau bertanya kepada salah satu panitia tentang games apa yang sedang dimainkan saat itu. Si panitia sambil senyum-senyum menjawab bahwa mereka sedang melakukan games "cari orang", mengikuti games "cari orang" yang kala itu sangat populer di program TV Korea Running Man. Sang hamba Tuhan senior sambil berkelakar menjawab, "kok cari orang? Cari Tuhan, dong!"

"Cari Tuhan" adalah hal yang dilakukan Daud di dalam Mazmur 63:1-12. Ada banyak hal menarik yang dapat dipelajari dari lantunan kerinduan Daud ini. Dari semua hal-hal menarik tersebut, salah satu yang sayangnya jarang diperhatikan karena dibaca sepintas lalu saja adalah keterangan pendek di ayat 1, "ketika ia ada di padang gurun Yehuda." Oleh karena itu, artikel ini akan fokus kepada frasa ini. Mengapa fakta bahwa Daud berada di padang gurun sangat menarik?

Coba ingat apa yang terjadi pada saat bangsa Israel keluar dari Mesir. Akhirnya, sesudah beratus-ratus tahun hidup di bawah tirani Firaun yang gencar ingin mematikan keturunan mereka, Tuhan memberikan kebebasan. Namun pertanyaannya, kemanakah kebebasan itu membawa mereka? Tanah yang berlimpah-limpah susu dan madunya? Ya, tetapi hanya sesudah mereka melewati padang gurun.

Hal ini pula yang dialami Daud. Akhirnya ia keluar dari tirani Saul yang hendak membunuhnya. Namun ketika Tuhan membebaskannya, apakah ia serta merta menjadi raja Israel? Tidak! Sebagaimana Tuhan membawa orang-orang Israel ke padang gurun sesudah Ia membebaskan mereka dari tirani Firaun, demikianlah Ia membawa Daud ke padang gurun sesudah Ia membebaskannya dari tirani Saul. Keterangan pendek dalam Mazmur 63:1 ini seolah menggemakan perjalanan bangsa Israel dalam kehidupan Daud.

Keberadaan padang gurun ini sangat problematik. Buktinya, kita membaca bahwa orang Israel seringkali mencobai Tuhan dengan mengatakan bahwa Mesir lebih baik daripada padang gurun (Kel. 16:3; Bil. 11:5; 14:4). Dengan kata lain, lebih baik terbelenggu di bawah tirani daripada hidup bebas! Padahal, di bawah tirani orang-orang Israel kelaparan dan kehausan akan Tuhan. Itu sebabnya di dalam Kitab Keluaran, alasan yang Tuhan berikan agar Firaun membebaskan orang Israel adalah agar mereka beribadah kepada-Nya. Bahkan, di dalam Ulangan 5:13-15, Tuhan menggunakan alasan tirani Mesir untuk perintah menguduskan Sabat, berbeda dengan di bagian-bagian lain dimana penciptaan selama enam hari digunakan sebagai alasan. Hal ini disebabkan karena di dalam belenggu tirani, seseorang sadar atau tidak, mau atau tidak, suka atau tidak, sengaja atau tidak, pasti makin lama akan makin sulit menikmati Tuhan.

Lebih celaka lagi, tirani tidak selalu sifatnya dipaksakan dari pihak luar, tetapi bisa saja oleh diri sendiri. Seseorang bisa di bawah tirani pekerjaan atau karir yang memeras waktunya sepuluh jam perhari dan tujuh hari perminggu. Seseorang bisa di bawah tirani kecanduan (addiction) tertentu yang mengganggu fungsi hidup bahkan membahayakan nyawanya. Bahkan, seseorang bisa berada di bawah tirani hal-hal yang bersifat spiritual, misalnya pelayananan, entahkah pelayananan gerejawi atau di luar gereja. Keadaan inilah yang akhirnya berujung kepada kondisi yang disebut Burn Out.

Namun, aneh sekali bahwa sebagian besar orang yang terjebak di dalam tirani seperti ini justru, sama seperti orang-orang Israel, tidak mau keluar dari tirani tersebut! Itulah sebabnya ada istilah workaholic, yakni orang-orang yang tidak bisa kalau tidak bekerja. Ada orang-orang addict, entahkan drug-addict, games-addict, atau yang sering dialami remaja dan anak muda zaman sekarang, social-media-addict. Ketika mereka disuruh untuk keluar dari belenggu-belenggu tirani tersebut, mereka justru memberontak, entah dari dalam hati maupun terekspresikan keluar.

Anda mungkin heran melihat orang-orang yang seperti ini, sama herannya dengan orang-orang Israel yang memilih untuk tetap di bawah tirani daripada bebas dari belenggu-belenggu itu. Namun Anda tidak perlu heran. Kisah pelarian Daud dari Saul dan kisah bangsa Israel sebenarnya adalah pola dari kondisi yang sebenarnya dialami mereka yang telah keluar dari tirani. Bukan tanah yang berlimpah susu dan madu atau kejayaan sebagai raja Israel yang menantikan mereka, melainkan masa-masa padang gurun! Padang gurun ketidakpastian dan keragu-raguan. Tidak heran orang memilih tirani daripada kebebasan. "Kalau aku istirahat, aku akan mengganggur! Lebih baik aku bekerja!", "Kenapa aku harus berhenti mengkonsumsi atau melakukan hal-hal ini padahal aku menikmatinya?", “Kalau aku berhenti menggunakan social media, aku akan kehilangan follower yang sudah kukumpulkan susah payah!” Celakanya, sekali lagi, hal ini bisa terjadi dalam pelayanan seseorang. "Kalau aku tidak terlibat, bagaimana nanti jadinya pelayanan ini?" Mereka ini sangat aktif di gereja dan biasanya dikenal dengan istilah 4L ("lu lagi, lu lagi"). Inilah momen-momen padang gurun bagi orang-orang tersebut. Tidak lagi di bawah tirani, tetapi tidak merasa nyaman pula.

Izinkan saya memberikan sebuah analogi: bahasa Inggris untuk "sarapan" adalah "breakfast" yang berasal dari dua kata, yakni "break" dan "fast". "Fast" di sini bukan berarti "cepat" melainkan "puasa". Jadi, "breakfast" secara literal berarti "buka puasa". Bayangkan saja, seseorang normalnya tidur delapan jam dan tidak makan. Dengan kata lain: berpuasa. Oleh sebab itulah pada pagi hari ia membutuhkan sarapan dan minum air. Namun kenyataannya, ada juga orang-orang yang justru sama sekali tidak sarapan karena tidak merasa lapar. Hal ini dapat terjadi pula secara spiritual. Orang-orang Israel yang hidup di bawah tirani kini masuk ke dalam padang gurun, menggambarkan kelaparan dan kehausan akan Tuhan. Namun mereka tidak mencari Tuhan karena tidak lagi merasakan kelaparan dan kehausan spiritual tersebut. Demikian pula mereka yang burn out bukannya beristirahat dan mencari Tuhan, melainkan memilih tetap berada di bawah tirani tersebut.

Apakah Daud melakukan yang sama dengan orang-orang Israel? "Ah, Tuhan! Aku lebih baik jadi kacung Saul saja dan tidak menjadi raja Israel, daripada sekarang aku harus melewati padang gurun!" Bisa saja Daud ingin kembali ke bawah tirani, seperti orang-orang Israel, dan mencari Saul lagi untuk kembali dijadikan jendralnya. Namun, bukan ini yang dilakukan Daud. Daud tidak mencari Saul melainkan mencari Tuhan. Memakai bahasa hamba Tuhan senior tersebut, bukan "cari orang" tapi "cari Tuhan". Mengapa demikian? Karena justru saat-saat paling haus dan lapar akan Tuhan adalah di padang gurun sesudah lepas dari tirani! Inilah saatnya mencari Tuhan di tengah padang gurun, sama seperti sarapan sehabis puasa semalaman! Namun kadang kala, sangking lapar dan hausnya seseorang, ia bisa justru tidak peka lagi dan mengabaikannya.

Bukan ini yang dilakukan Daud maupun beberapa gelintir orang Israel seperti Musa. Mereka sadar akan kelaparan dan kehausan itu, kemudian "cari Tuhan", bukan cari orang. Inilah yang Musa lakukan dalam Keluaran 33 ketika ia memohon penyertaan Tuhan, dan yang Daud lakukan dalam Mazmur 63.

Jika saat ini Anda sedang burn out, inilah saatnya untuk keluar. Realistis saja, Anda tidak akan langsung disegarkan. Ini adalah hal yang wajar. Ada momen padang gurun sesudah keluar dari tirani: padang gurun kekhawatiran dan ketidakpastian akan hal-hal yang tidak menentu jika Anda berhenti dari apapun yang membelenggu Anda. Namun, justru di padang gurun inilah saat paling krusial mencari Tuhan, bukannya kembali kepada tirani.     (DO)