Arsip tema sepekan

Bagikan artikel ini :

Dare To Examine (Berani Memeriksa Diri)

Lukas 18:9-14

EKSPRESI PRIBADI

Sebuah pribahasa berbunyi demikian, “Buruk muka cermin dibelah”. Artinya, seseorang yang menyalahkan keadaan yang buruk kepada orang lain, padahal kesalahannya sendiri yang menyebabkannya. Kemudian, tidak mau mengakui kesalahan atau kelemahan sendiri, tetapi menyalahkan orang lain. Manusia memang lebih mudah melihat kesalahan orang lain dari pada melihat kesalahan sendiri. Di dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen pun, seringkali kita sibuk melihat dan menilai baik dan buruknya orang lain dari pada melihat dan menilai diri sendiri. Kita seharusnya bersikap jujur dan berani memeriksa diri (dare to examine) di hadapan Tuhan dalam terang kebenaran firman Tuhan, lalu mengakui dosa-dosa kita dan mohon pengampunan-Nya. Menurut Anda, mengapa orang lebih suka melihat dan menilai hidup orang lain dari pada diri sendiri? Apakah Anda termasuk kategori orang yang suka menilai baik dan buruknya hidup orang lain dari pada diri sendiri? Bagikan jawaban Anda dalam Care Group Anda.

EKSPLORASI FIRMAN

Melalui perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai dalam Lukas 18:9-14, Tuhan Yesus mengajak kita untuk memeriksa diri sendiri agar kita memiliki sikap hati atau motivasi yang benar di hadapan Allah. Adapun maksud atau tujuan dari perumpamaan ini adalah hendak mengajarkan tiga hal:

Pertama, orang yang sombong akan direndahkan. Di ayat 11, seorang Farisi merasa dirinya paling benar, tapi sayangnya bukan berdasarkan standar kebenaran Allah, tetapi standar kebenarannya sendiri. Hal ini tercermin dalam doanya yang ingin memberitahukan Tuhan bahwa dirinya orang yang benar (bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan pemungut cukai). Selain itu, dia memelihara hukum Taurat dengan rajin berpuasa dan membayar persepuluhan (ay. 12). Simon J. Kistemaker menulis, “Dalam perkataan dan tingkah lakunya orang Farisi ini menunjukkan bahwa dia tidak membutuhkan Allah karena dia percaya dapat berbuat sesuai dengan standar yang telah ditetapkannya,… dia merasa telah melaksanakan semua perintah Allah, sehingga tidak perlu ada pengakuan dosa. Dia tidak sadar bahwa karunia Allah telah memeliharanya dari kejatuhan ke dalam dosa-dosa yang mengerikan, misalnya merampok, menipu dan berzinah.” Dia tidak menyadari apa artinya hidup dengan hati nurani yang bersalah seperti pemungut cukai. Akibatnya dia memandang hina orang yang tidak dapat memenuhi standar tersebut. Kesombongan orang Farisi adalah contoh bagaimana manusia mencoba membenarkan diri di hadapan Allah hari ini, dengan membandingkan diri mereka dengan orang lain. Pembenaran di hadapan Allah tidak bisa diperoleh melalui perbuatan baik, melainkan hanya oleh iman dalam Kristus (Ef. 2:8-9).  Berhati-hatilah dengan kesombongan, karena selain Allah menentang orang yang congkat (Yak. 4:6), kesombongan juga dapat membuat kita gelap mata sehingga kita tidak mampu melihat kekurangan diri dalam cermin firman Tuhan. “Sebab barang siapa meninggikan diri, ia akan direndahkan…” (ay. 14).

Kedua, orang yang menghakimi akan dihakimi oleh Tuhan. Sikap menghakimi itu muncul ketika seseorang menganggap dirinya paling benar. Itulah yang diperlihatkan oleh orang Farisi dalam perumpamaan di atas (ay. 9). Tuhan Yesus melarang para pengikut-Nya menghakimi orang lain (Mat. 7:1), selain karena penghakiman itu hak Tuhan, juga karena kita sendiri tidak bebas dari kesalahan (Rm. 2:1). Itu berarti dalam menghakimi orang lain, kita menghakimi diri sendiri. Yesus pernah berkata kepada mereka yang hendak menghakimi seorang perempuan yang berzinah, “Barang siapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu” (Yoh. 8:7). Mendengar perkataan Yesus itu, satu per satu dari mereka meninggalkan perempuan itu, karena mereka merasa tidak layak menghakimi orang lain. Mari kita kembalikan hak penghakiman itu kepada Tuhan. Belajarlah mengintrospeksi diri, melihat dan menyadari kesalahan, kekurangan, kelemahan dan keberdosaan diri sendiri, (bukan melihat kesalahan orang lain), kemudian bertobat dan mengandalkan anugerah Tuhan untuk mengampuni dan menyelamatkan kita.

Ketiga, orang yang rendah hati akan ditinggikan. Di ayat 13, kerendahan hati seorang pemungut cukai terlihat dari sikap dan isi doanya. Dia berdiri jauh-jauh, tidak berani menengadah ke langit dan memukul dirinya sebagai tanda penyesalan. Dia merasa malu dengan dosa yang telah dilakukannya melawan Allah dan sesamanya. Dia menjadi objek caci maki dan ejekan di antara bangsanya sendiri (Yahudi) karena ia bekerja untuk pemerintah Romawi. Pemungut cukai tahu bahwa ia telah menggelapkan uang rakyat, sehingga mereka memandangnya sebagai “seorang perampok dan penghianat bangsa Yahudi”. Pemungut cukai itu berhutang uang kepada mereka yang telah ditipunya dan tidak sanggup mengembalikannya dan menambah seperlima seperti perintahkan hukum Taurat (Im.6:2-5). Selain itu karena pekerjaannya, dia telah mengabaikan ibadah kepada Allah di sinagoge dan di Bait Allah. Tidak heran kalau orang-orang Farisi melihat dia sebagai seorang berdosa yang telah melanggar hukum Allah. Akan tetapi pemungut cukai itu menyadari dosa dan ketidaklayakannya di hadapan Allah. Dia tidak berani datang ke altar mendekati imam untuk mempersembahkan korban penebus salah. Dia berdiri jauh dari altar, kemudian dia berdoa “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini” ( (O God, be merciful to me, the sinner that I am). Dia mengaku dosa sambil memukul dadanya, menunjuk kepada hatinya yang adalah sumber dosa dan memohon belas kasihan Allah.

Sikap pemungut cukai ini menjadi contoh bagaimana seharusnya kita datang kepada Allah dengan rendah hati, mengaku dosa dan percaya pada belas kasihan-Nya (ay. 13). Karena Allah lebih menyukai hati yang hancur dan berdukacita menyesali dosa, daripada semua persembahan yang dilakukan dengan kesombongan (Mzm. 34:19; Mat. 5:3-6). Yesus mengajak kita untuk belajar dari-Nya, yang lemah lembut dan rendah hati dan menemukan ketenangan bagi jiwa kita (Mat. 11:28-29). Yakobus mengingatkan kita pentingnya merendahkan hati di hadapan Tuhan. "Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu." (Yak. 4:10). Karenanya, melalui perumpamaan ini, Tuhan Yesus mengajak kita untuk berani memeriksa diri, berdoa mengakui dosa-dosa kita dan memohon pengampunan, maka Tuhan akan membenarkan dan meninggikan kita. “Sebab barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (ayat 14). Bersama dengan Pemazmur, marilah kita berdoa, "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!" (Mzm. 139:23-24). 

APLIKASI KEHIDUPAN

Pendalaman

Dengan sikap hati seperti apa seharusnya Anda memeriksa diri di hadapan Allah?

Penerapan

Langkah konkrit apakah yang Anda lakukan untuk mengatasi kesombongan dan menjauhkan diri dari sifat dan sikap menghakimi serta merendahkan diri di hadapan Allah dan sesama?

SALING MENDOAKAN

Akhiri Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain.