Bagikan artikel ini :

Minggu Palem: The King We Need (Raja Yang Kita Butuhkan)

Yohanes 12:12-19

EKSPRESI PRIBADI

James Dobson dalam bukunya When God Doesn’t Make Sense mengisahkan sebuah cerita pelik dari sahabatnya bernama Darly dan Clarita. Mereka sudah mengalami kemandulan walau sudah menjalani tes dan prosedural medis yang lengkap. Mereka berdoa agar dianugerahi anak. Namun surga bergeming dan rahimnya tetap mandul. Lalu suatu hari, peristiwa penting pun terjadi. Clarita disinyalir hamil. Allah akhirnya berbicara. Seorang anak laki-laki akhirnya lahir dengan sehat dan diberi nama Aaron. Kehadirannya menjadi buah sukacita. Namun tragedi pun terjadi. Saat berusia 3 tahun, ia didiagnosa menderita kanker yang mematikan. Ia harus menjalani kemoterapi dan perawatan radiasi yang menyakitkan. Segala cara ditempuh untuk kesembuhan anak itu. Mereka ingin Allah menyembuhkan anak itu. Tidak terhitung berapa banyak doa yang dipanjatkan dengan tekun. Tetapi, kondisi tetap sama. Malah makin memburuk dan akhirnya Aaron meninggal dunia. Apa yang Allah lakukan tidak sesuai dengan ekspektasi mereka. Tragedi tersebut meninggalkan jejak pertanyaan yang menjadi misteri bagi mereka. Diskusikan dalam Care Group Anda, apa perasaan dan tindakan Anda ketika berada dalam posisi yang sama?

EKSPLORASI FIRMAN

The King We Want (raja yang kita inginkan)

Kedatangan Yesus ke Yerusalem di Minggu Palem disambut banyak orang dengan meriah dan sorak sorai bak menyambut raja yang datang dengan membawa kemenangan (the triumphal entry). Dalam pandangan mereka secara kolektif, Yesus dipandang sebagai pahlawan yang dapat diandalkan. Persoalan apapun pastinya Ia bisa tuntaskan dengan mudah. Terbukti pelbagai mukjizat telah Ia lakukan menjadi solusi atas pelbagai persoalan berat. Masih segar dalam ingatan mereka, belum lama kejadiannya, orang mati yang sudah membusuk selama 4 hari, dengan satu panggilan nama saja, “Lazarus, marilah keluar!’ seketika itu pula, ia bangkit dan hidup kembali. Saking spekakulernya, mereka tidak bisa diam dan menahan diri untuk memviralkannya kepada banyak orang (ay. 17). Sehingga makin banyak orang tertarik pada Yesus, menaruh perhatian dan mengelu-elukan-Nya dengan penuh antusias. Orang Farisi dengan gaya bahasa hiperbola mengomentari fenonema itu, "Kamu lihat sendiri, bahwa kamu sama sekali tidak berhasil, lihatlah, seluruh dunia datang mengikuti Dia." (ay. 19). Sikap penyambutan mereka yang berlebihan itu didasarkan pada keyakinan bahwa Yesus adalah raja seperti yang mereka inginkan (The King We Want). Mereka ingin Yesus mengatasi persoalan politik yang telah menjerat dan menyengsarakan Israel selama ini, yaitu pembebasan dari penjajahan romawi. Itulah sebabnya mereka berteriak “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel.” (ay. 13). Kata Hosana berarti “save, please now!” dipersempit ruang maknanya menjadi teriakan minta tolong yang kental dengan nuansa nasionalistik demi sebuah ambisi kebebasan politik. Mereka yakin bahwa Yesus adalah solusi dan penyelamat politik yang selama ini mereka inginkan dan harapkan. Raja dalam definisi mereka adalah pemimpin pergerakan revolusioner, membebaskan Israel dari penjajahan romawi. Raja jenis ini yang mereka inginkan dari Yesus. Itulah sebabnya, mereka sangat kepada Yesus ketika Dia tidak melakukan seperti yang mereka inginkan. Seketika itu juga, pujian berubah menjadi umpatan dan kutukan. Di hari Minggu, mereka yang lantang berteriak “Crown Him” (Mahkotailah Dia!) berubah di hari Jumat, berteriak lebih keras lagi, “Crucify Him!” (Mat 27:23).

Hal serupa kita pun kerap tanpa disadari terjerat oleh sindrom the king we want. Kita memuji Dia sebagai raja yang patut dimuliakan di hari minggu dalam ibadah. Namun, tidak dengan hati yang tulus dan murni. Dibalik itu kita memiliki personal agenda—Kita ingin Dia menyembuhkan kita. Kita ingin Dia menyelesaikan setiap persoalan yang kita hadapi. Kita ingin Dia membebaskan kita dari situasi spesifik yang sedang kita hadapi. Kita ingin Dia selalu memberkati kita. Kita ingin Yesus melakukannya. Itulah arti raja menurut versi kita. Ketika Ia tidak memenuhi harapan kita. Kita ngambek, kecewa dan berpaling dari-Nya.

The King We Need (raja yang kita butuhkan)

Yesus bukanlah raja seperti yang mereka inginkan. Melainkan raja yang mereka butuhkan. Kebutuhan terdalam mereka bukanlah kebebasan secara fisik dari penjajahan romawi, tetapi kebebasan dari penjajahan dosa. Inilah tujuan Kristus datang ke dunia sebagai Raja untuk menggenapi janji keselamatan Allah. Kedatangan-Nya ke Yerusalem dilakukan secara vulgar, dipublish, disambut dengan kemeriahan adalah bagian dari penggenapan janji Allah. Yesus mempertontonkan kepada banyak orang bahwa Dialah Sang Raja yang selama ini dijanjikan (The promished King) dan dinubuatkan para nabi ribuan tahun silam untuk menyelesaikan persoalan dosa yang digambarkan dengan “meremukan kepala si ular” (Kej. 3:15). Secara khusus penggenapan ini ditandai dengan sangat vulgar lewat menunggangi keledai muda pinjaman untuk menggenapi nubuatan nabi Zakharia 500 tahun silam.

Cara Yesus datang dengan menunggangi keledai merupakan cara yang tidak lazim bagi seorang raja saat memasuki kota. Biasanya ia akan menjaga citra dirinya sebagai seorang pahlawan yang perkasa, dengan menunggangi kuda jantan sebagai simbol kekuasaan dan penaklukan. Namun justru Yesus memutarbalikan nilai ini. Ia datang dengan menunggangi keledai sebagai simbol kerendahan hati (meekness), kelembutan (lowliness), kedamaian (peace). Disini jelas sekali Yesus sedang memberikan pesan bahwa Ia datang bukan untuk berperang. Melainkan dengan tanpa perlawanan untuk menyerahkan diri dan berkorban demi menggenapi karya penebusan dosa melalui jalan penderitaan (via dolorasa) yang rengkuh sepenuhnya dan berujung pada kematian di Kalvari (Yes 53:7) sebagai puncak kegenapan rencana agung keselamatan. Demi tujuan inilah, Ia datang ke Yerusalem seperti dikatakan Lukas 18:31-33 "Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan segala sesuatu yang ditulis oleh para nabi mengenai Anak Manusia akan digenapi. Sebab Ia akan diserahkan kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, diolok-olokkan, dihina dan diludahi, dan mereka menyesah dan membunuh Dia, dan pada hari ketiga Ia akan bangkit." Hanya melalui cara inilah, dosa diselesaikan dengan tuntas, radikal dan sempurna. Dengan demikian tanpa pengorbanan-Nya, tanpa salib-Nya, tanpa penderitaan-Nya, tidak akan pernah ada pembebasan dari dosa (Ibr 10:12; Yoh 1:29; 2 Kor 5:21). Raja yang kita butuhkan itu adalah Sang Liberator yang membebaskan kita dari belenggu dosa melalui pengorbanan diri-Nya (sacrificial love) di Kalvari.

Mari kita menjalani kehidupan yang merajakan Kristus dengan berserah total kepada-Nya sebagai raja yang kita butuhkan. Maka kita akan lebih sabar dan kuat dalam menghadapi tragedi hidup dengan sengat penderitaannya yang menyakitkan. Meski Dia tidak melakukan apa yang kita inginkan, iman kita tetap berpaut kepada-Nya. Pujian kita tidak luntur dan tidak berubah menjadi kecaman. Kita tidak pernah kehilangan harapan dan iman kepada-Nya. Sebab Dia sudah memenuhi apa yang paling kita butuhkan, yang jauh lebih bernilai dan utama dari apa yang kita ingin Dia lakukan bagi kita, jawaban dari segala misteri di balik tragedi yang terjadi, kenyamanan yang kita impikan, yaitu pembebasan dosa yang menjaminkan hari esok yang sempurna dalam kekekalan. Pastinya, hidup kita selalu ada dalam kendali Sang Raja yang kita butuhkan!

APLIKASI KEHIDUPAN

Pendalaman

Apa yang membedakan antara memperlakukan Yesus sebagai The King We Need dengan The King We Want?

Penerapan

Bagaimana hidup yang merajakan Kristus secara penuh dalam kehidupan sehari-hari? Berikan contoh konkritnya!

SALING MENDOAKAN

Akhirilah Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain