Berdoa dengan Iman
Doa adalah nafas orang Kristen; doa bukan hal yang membuat ia hidup, tetapi bukti bahwa ia masih hidup, demikian kata Oswald Chambers. Doa vital bagi orang Kristen. Orang Kristen yang rohaninya hidup akan berdoa, jika tidak, terbukti rohaninya sudah mati. Sekalipun demikian, doa nyatanya tidak mudah. Ada orang Kristen telah lalai berdoa dan yang berdoapun tidak berdoa dengan baik dan benar. Oleh sebab itu belajar berdoa adalah keniscayaan.
Tulisan ini akan merangkumkan beberapa poin penting tentang doa dari tulisan Edward M. Bounds, seorang pendeta Methodist Amerika, yang telah memberikan hidupnya menekuni doa dan menuliskan pelajaran-pelajaran tentang doa. Fokus kali ini diberikan kepada relasi doa dan iman, yang diambil dari buku Bounds, the Necessity of Prayer, pasal 1.
Berdoa dengan iman
Berdoa yang benar adalah berdoa dengan iman. Doa pada dasarnya bentuk iman yang paling sederhana. Kesalehan sejati adalah terus bertekun dalam iman dengan berdoa. Saat iman berhenti berdoa, ia berhenti hidup.
Iman melakukan hal yang tak mungkin, bukan karena iman itu sendiri, tetapi karena dengan iman Allah berkarya untuk kita, dan tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Jika keraguan sirna dari hati kita, apa yang kita minta dari Allah akan terjadi. Yesus berkata: “Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu” (Mrk. 11:24).
Namun pertanyaannya adalah: Adakah iman kita bertumbuh atau justru menyusut? Adakah kita saat ini bertambah kuat di tengah-tengah dunia di mana kedurhakaan bertambah dan kasih kebanyakan orang menjadi dingin? Adakah iman tetap bertahan, saat agama menjadi formalitas dan keduniawian meningkat? Adakah Anak Manusia Yesus Kristus menemukan iman saat Ia kembali? (Luk. 18:8)
Iman adalah sentral dalam karakter Kristen. Yesus mengetahui Petrus akan menyangkalnya, maka Ia memperingatkannya dan berdoa agar imannya tidak gugur. “Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum,tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu."(Luk. 22:31-32) Namun, iman bukan saja harus dijaga agar tidak gugur, tetapi harus ditumbuhkan. Maka Firman Allah berkata: “Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan” (1Pet. 1:5). Iman harus ditumbuh-kembangkan, salah satunya dengan berdoa.
Doa orang beriman besar kuasanya (Yak. 5:16). Tentu saja bukan sembarang iman, tetapi iman yang berpusat kepada Yesus Kristus yang maha kuasa. Seorang kusta datang kepada Yesus dan meminta: “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku" (Mrk. 1:40). Orang kusta tidak ragu akan kuasa Yesus menyembuhkan. Pada kesempatan lain, Yesus juga bertanya kepada dua orang buta, "Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" (Mat. 9:28). Yesus menuntut mereka memohon memiliki iman bahwa Ia mampu melakuka mukjizat.
Berdoa dan taat
Beriman adalah taat. Yesus bertemu dengan satu orang yang buta sejak lahirnya. Yesus tentu saja bisa menyembuhkannya dalam sekejap, namun kali ini Ia tidak melakukannya. Sebaliknya Ia meludah, mengaduknya dengan debu tanah, mengoleskannya ke mata orang buta itu, dan menyuruhnya ke kolam Siloam untuk membasuh matanya (Yoh. 9:1-7). Orang buta itu taat, maka sembuhlah dia.
Demikian dengan Petrus taat saat Yesus menyuruhnya menebarkan jalanya sehingga ia menangkap sejumlah besar ikan (Luk. 5:1-7). Ketaatan membangkitkan iman dan iman membangkitkan ketaatan. Melakukan kehendak Allah adalah esensi iman sejati, dan iman adalah niscaya untuk ketaatan.
Berdoa dan sabar menanti
Berdoa dengan iman adalah berdoa dan sabar menanti Allah bekerja. Orang beriman harus menyiapkan hati karena doa mungkin tidak dijawab dengan segera. Jika terjadi penundaan, mereka tidak boleh kecewa. Allah bekerja sesuai dengan Firman-Nya dan waktu-Nya untuk memenuhi rencana-Nya. Orang beriman menerima penundaan jawaban doa sebagai ujian agar olehnya iman yang kokoh nampak nyata.
Kadang Yesus sengaja menunda jawaban doa, seperti pada kasus Lazarus, saudara Marta dan Maria (lihat Yoh 11). Mereka menyuruh orang memberitahukan Yesus bahwa saudara mereka sakit dan agar Yesus segera datang untuk menyembuhkannya. Tetapi tanpa alasan yang jelas, Yesus menunda datang, dan ketika Ia tiba di sana, Lazarus sudah mati dan dikuburkan. Ini sungguh ujian iman yang begitu besar bagi Maria dan Marta. Akan tetapi orang beriman harus berdoa dan sabar, karena Ia tidak akan gagal. Jika Kristus menunda, tunggulah Dia. Dalam waktu-Nya yang baik, Ia akan datang, dan Ia tidak pernah akan terlambat.
Penundaan seringkali adalah ujian kekuatan iman. Kita harus sabar saat ujian tiba. Iman bertambah kuat dengan menunggu dan berdoa. Dalam banyak kasus penundaan adalah esensi doa, karena Allah harus menyelesaikan banyak hal sebelum Ia menjawab doa kita. Yakub berdoa dengan amat sangat agar ia dilepaskan dari tangan Esau. Tetapi sebelum doanya dapat dijawab, Allah harus menyelesaikan banyak hal dalam diri Yakub (lihat Kej. 32-33). Yakub harus diubah, dan Esau juga harus diubahkan. Yakub harus menjadi manusia baru sebelum Esau juga disentuh. Yakub harus bertobat dan kembali kepada Allah, sebelum Esau diperdamaikan dengan Yakub.
Berdoa dan bersandar setiap hari
Berdoa adalah beriman; dan beriman adalah bersandar pada pemeliharaan Tuhan hari demi hari. Oleh sebab itu Yesus mengajarkan kita berdoa: “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya” (Mat. 6:11). Maka kita tidak berdoa untuk hari esok. Kita tidak hidup di hari esok, tetapi di hari ini. Kita tidak mencari anugerah esok, tetapi hari ini. Kita tidak berdoa untuk makanan kita hari esok, tetapi hari ini. Mereka yang berkembang maksimal dan mencurahkan energi terbaik adalah mereka yang hidup hari ini. Mereka berdoa yang terbaik juga adalah yang berdoa untuk kebutuhan hari ini, bukan untuk hari esok.
Doa-doa yang sejati lahir dari ujian dan kebutuhan hari ini. Makanan hari ini adalah makanan secukupnya. Makanan yang diberikan hari ini adalah janji akan ada makanan untuk hari esok. Kemenangan hari ini adalah jaminan kemenangan hari esok. Doa-doa kita harus fokus pada hari ini. Kita harus bersandar pada Allah hari ini, dan menyerahkan hari esok seutuhnya kepada-Nya. Hari ini milik kita; hari esok milik Allah. Doa adalah tugas dan tanggung jawab untuk setiap hari. Berdoa setiap hari untuk kebutuhan sehari-hari.
Setiap hari kita perlu makanan, maka setiap hari kita perlu berdoa. Tidak ada doa sebanyak apapun yang dilakukan hari ini cukup untuk hari esok. Sebaliknya tidak ada doa untuk hari esok yang memiliki nilai untuk kita hari ini. Kita perlu manna untuk hari ini; esok Allah akan memastikan kebutuhan kita dicukupi. Inilah iman yang Allah inginkan kita miliki. Oleh sebab itu, serahkanlah hari esok – kebutuhannya dan masalahnya – ke dalam tangan Allah. Kita tidak dapat memiliki anugerah hari esok, kita tidak dapat makan makanan hari esok, kita tidak dapat melakukan doa hari esok. Yesus berkata: “kesusahan sehari cukuplah untuk sehari” (Mat. 6:34). (PD)