Diberkati untuk menjadi berkat
Zaman ini dipenuhi dengan kompetisi dan pergeseran paradigma yang luar biasa dan cepat. Kita melihat bagaimana internet of things sedang mengubah pola hidup dan struktur bermasyarakat dengan cepat dan masif, yang ditandai antara lain dengan produktivitas dan efisiensi yang semakin tinggi. Banyak orang, setidaknya di daerah perkotaan, berupaya menata diri agar dapat bertahan menghadapi pergeseran ini. Segala upaya dilakukan untuk pengembangan diri, perluasan pengetahuan dan wawasan serta penambahan keterampilan yang diperlukan untuk berhasil.
Orang percaya tentu saja tidak imun terhadap berbagai pergeseran yang ada dan juga perlu untuk terus menerus menata diri agar bukan hanya tetap eksis tetapi juga menjadi berkat yang tidak kalah dengan orang-orang yang tidak percaya. Ini tentunya juga dengan memanfaatkan semua talenta, karunia, keterampilan apapun yang dimilikinya. Tentu saja ada pula perbedaan bagaimana orang percaya memanfaatkan apa yang ada pada dirinya dengan orang belum percaya. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan ketika berusaha menjadi pribadi Kristen yang lebih baik memanfaatkan apa yang ada untuk menjadi berkat.
Pertama, kita perlu menyadari bahwa semua kemampuan, bakat, karunia rohani dan apapun yang kita miliki pada hakikatnya berasal dari Allah. Dia memberikan semuanya kepada kita melalui berbagai cara: secara genetika melalui orangtua kita (misalnya, bakat musik dari lahir), melalui berbagai teknik dan bermacam-macam orang (misalnya, melalui pendidikan formal, seminar, pelatihan), atau pemberian secara langsung (misalnya, karunia khusus untuk menyembuhkan orang pada masa dan tempat sesuai kehendak-Nya). Kesadaran kita akan Allah yang menjadi sumber segala yang kita miliki sangat penting karena ini adalah dasar bagi kita untuk bekerja sebaik-baiknya dengan memanfaatkan segala milik kita. Kesadaran akan hal ini juga yang dapat membawa kita memiliki sikap rendah hati untuk selalu belajar sekaligus juga mengembalikan semua pujian, kemuliaan dsb kepada Allah.
Kedua, kita juga perlu sadar bahwa ketika Allah memberikan sesuatu kepada kita, maka kita tidak bisa hanya menggunakan itu hanya untuk diri sendiri. Sebaliknya, kita harus memakai apapun yang kita miliki untuk membawa dan memperluas kebaikan kepada orang lain, termasuk keluarga kita, mengusahakan alam ciptaan Tuhan dan membawa kemuliaan kepada Allah Sang Pemberi. Terlebih lagi ketika hal ini dilakukan dengan kesadaran bahwa Tuhan Yesus yang telah menebus kita dari kuasa dosa, telah melakukan tugasnya dengan sepenuh hati dan semaksimal mungkin. Sudah seharusnyalah kita meneladani Dia dengan sebaik mungkin berkarya. Dengan melakukan kebaikan semacam itu dalam kesadaran akan kebaikan Allah, maka kita ada dalam proses untuk memenuhi mandat Tuhan untuk berkembang biak dan memenuhi bumi dengan segala kemuliaan Allah termasuk memberitakan tentang kasih karunia Tuhan bagi pemulihan manusia dari dosa.
Ketiga, jikalau kita sudah benar-benar sadar akan Sang Pemberi dan apa yang Dia tuntut dari kita, maka langkah selanjutnya adalah mengetahui sejauh mungkin apa saja yang telah Tuhan anugerahkan kepada diri kita. Tujuannya tentu agar kita tidak salah duga dengan apa yang kita miliki sehingga bisa dipakai sebaik mungkin. Ada berbagai cara untuk mengetahui diri kita lebih dalam. Psikologi telah menyiapkan sejumlah tes yang dapat dipakai untuk mengetahi bakat, minat, kepribadian, kekuatan-kelemahan dan sebagainya dari peserta tes. Berbagai tes lain untuk memindai karunia rohani apa yang dimiliki seorang Kristen juga dapat dipakai dengan bijaksana. Semua tes ini tentu sangat baik, dan meskipun tingkat akurasinya bervariasi serta tidak bisa 100%, akan sangat membantu kita untuk mengenali diri sendiri. Selain memakai berbagai tes yang ada, kita juga bisa bertanya kepada sahabat, keluarga, pembimbing rohani dan komunitas kita untuk memberitahukan kepada kita kemampuan apa yang mereka amati. Yang tidak boleh dilupakan tentu saja adalah memohon kepada Tuhan untuk memberi hikmat agar kita dapat mengenali talenta, karunia, kemampuan dan kelemahan yang kita miliki. Kunci pada point ini adalah pada kesediaan untuk mencari dengan sungguh-sungguh, kerendahan hati untuk diberitahu hasilnya dan kesiapan untuk memakai apa yang telah diketahui.
Keempat, setelah kita mengetahui (dan dalam proses untuk terus menemukan talenta dan kemampuan diri sepanjang hidup) tentunya kita tidak akan menyia-nyiakan apa yang kita miliki tersebut, tetapi memakainya. Pemakaian talenta, karunia dan kemampuan kita dapat menjadi salah satu ujian untuk melihat apakah memang kita memiliki hal-hal itu. Selain itu, pemakaian apa yang kita miliki akan membuat milik kita semakin teasah dan dipakai lebih efektif dan baik. Terlebih lagi jika apa yang kita miliki bukan hanya dipakai, tetapi ketika memungkinkan, juga ditingkatkan kemampuannya melalui pelbagai pelatihan, upgrading dan sebagainya. Milik yang sudah ada juga perlu terus dipakai dan dieksplorasi sehingga mungkin saja ditemukan milik baru yang belum terdeteksi sebelumnya melalui tes atau pengamatan orang. Hal ini tentunya akan menjadikan diri kita lebih berdampak bagi dunia.
Kelima, pemakaian berbagai talenta dan kemampuan ini perlu dilakukan dengan sikap murah hati sambil tetap mempertimbangkan aspek keseimbangan sosial-ekonomi. Ada kemampuan yang menurut pandangan banyak orang dianggap langka dan dapat dihargai secara ekonomis dengan imbalan yang baik. Jika demikian, tentu tidak ada salahnya dimanfaatkan dengan baik. Namun ada kalanya kemampuan dan keahlian langka itu juga dibutuhkan dalam lingkungan yang kurang mampu memberikan imbalan ekonomi yang memadai. Kemurahan hati akan mendorong kita yang memiliki kemampuan tersebut untuk memakainya di lingkungan tersebut tanpa menghitung-hitung untung ruginya. Bukankah Tuhan juga telah memberikan semuanya dengan murah hati?
Keenam, di dalam memakai apa yang ada pada kita, bukan hanya sikap tanggung jawab, rendah hati dan murah hati yang dibutuhkan, tetapi keseimbangan pun perlu menjadi panduan. Penyebabnya adalah karena kita adalah orang-orang yang memiliki berbagai tanggung jawab dalam hidup kita yang perlu dilayani pula dengan baik. Misalnya, seseorang bisa saja memiliki kemampuan penyembuhan yang luar biasa dalam profesinya sebagai seorang dokter. Ia dapat saja bekerja mati-matian memanfaatkan keahliannya untuk membawa kebaikan bagi banyak orang, entah dengan imbalan ekonomi yang tinggi ataupun gratis. Namun demikian sang dokter perlu sadar bahwa ada tanggung jawab kehidupan lain yang juga harus diperhatikan dan menuntut kemampuan lain dari dirinya: keluarga yang di rumah, komunitas gereja yang membutuhkannya, dan sebagainya. Orang percaya tidak seharusnya menghabiskan waktu dan kesehatan untuk mengejar pemanfaatan talenta, keahlian dan apapun yang dimilikinya sambil mengabaikan tanggung jawab lainnya. Kalau ia melakukan hal tersebut, maka ia dapat membuat keluarganya menderita karena kehilangan figur suami-ayah, atau membuat gereja harus membayar mahal untuk biaya pengobatan karena tidak ada dokter dengan keahlian seperti dirinya.
Dengan perkataan lain, kita sungguh membutuhkan hikmat dan pimpinan Tuhan bukan hanya untuk menemukan, tetapi juga untuk memanfaatkan apa yang Tuhan telah berikan kepada kita, bukan hanya untuk bertahan di tengah pergerseran zaman, tetapi agar kita selalu menjadi berkat bagi dunia.