Community of Holiness (Komunitas Kudus)
Paul T. Sloan, seorang profesor teologi, pernah memberikan suatu pernyataan yang menarik bahwa, “Imitating Christ is not just an individual concern but a corporate affair” (Mengimitasi Yesus bukan sekadar urusan pribadi namun juga kelompok). Pernyataan Paul ini sangat tepat, sebab pernyataan tersebut beresonansi dengan dimensi komunalitas yang begitu sentral dalam narasi Kitab Suci. “Israel” (Perjanjian Lama) dan “Gereja” (Perjanjian Baru) adalah komunitas orang percaya bukan sekadar individu yang percaya. Allah tidak hanya peduli pada individu, namun juga individu dalam kaitannya dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, “lone-ranger” Christian (Kristen anti-sosial) bukanlah opsi dari kehidupan kristiani yang sehat dan baik. Perlu bagi seorang percaya menyadari peran masing-masing dalam skema besar umat Allah, dimana setiap manusia yang ada di dalamnya saling berinteraksi dan mempengaruhi, dalam satu tubuh Kristus. Kitab Suci menyatakan, “Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh” (1 Kor. 12:12).
Tentu saja berbicara soal detak jantung komunalitas, itu bukan sekedar terjadi pada saat momen ibadah, doa, dan firman, yang dimana umat percaya bersatu bersama setiap Minggunya, Namun dengan umat Allah membangun komunitas kudus (holiness community) yang memancarkan kekudusan yang Tuhan telah berikan terlebih dahulu, setiap hari, dan setiap detak detik kehidupan yang Tuhan beri pun sangatlah esensial dalam kehidupan umat percaya. Mengapa demikian? Stanley Huewaras, seorang teolog, pernah menyatakan sebuah konsep yang ia sebut dengan “resident alien”, bahwa setiap umat percaya mereka adalah komunitas yang dipanggil berbeda dengan dunia (non conformari huic mundo), dan panggilan utama komunitas Kristen adalah menghidupkan narasi Injil yang berbeda dengan kehidupan duniawi, sehingga memberikan sebuah alternatif kehidupan bagi dunia. Oleh sebab itu, dalam hal ini tentu orang Kristen harus bergandengan tangan, sebab satu kegagalan dapat menjadi batu sandungan, dan satu keberhasilan mampu menjadi batu loncatan untuk seseorang berjumpa dengan Kristus Yesus. Semakin umat Allah bersatu dalam memancarkan dan menghidupkan kekudusan, maka dunia yang gelap akan semakin tersadarkan betapa gelapnya mereka, dan kemudian dalam Anugrah Tuhan membawa mereka untuk mencari tahu
dari mana asal sumber cahaya yang terpancar dalam hidup umat percaya, yang akan berujung pada perjumpaan dengan Yesus Kristus, sang Juru Selamat sejati dan yang satu-satunya (the true and only savior) atas umat manusia.
Tentu saja, bukan sekadar menjadi berkat ketika umat Allah bersatu dalam kekudusan. Umat percaya yang bersatu dan berfokus pada kekudusan tentunya akan saling menopang, menginspirasi, dan menguatkan satu dengan yang lainnya. Sehingga skenario yang terjadi bukan umat Allah yang akan mudah dibawa arus zaman, tetapi sebaliknya justru akan semakin kokoh dalam memimpin arus perubahan. Bayangkan saja, apabila orang Kristen di komunitas kita hidup semena-mena, maka akan sangat mudah bagi kita pun juga terbawa arus. Demikian sebaliknya, jika komunitas Kristen disekitar kita teguh pada iman percaya mereka, kita pun akan semakin dikuatkan. John Wesley pernah dengan percaya diri mengatakan, “beri saya 100 pengkhotbah yang tidak takut apapun selain takut berdosa, dan tidak menginginkan apapun selain Tuhan … Maka gerbang neraka akan diguncangkan dan Kerajaan Surga ditegakkan!’’
Meskipun orang lain akan sangat mempengaruhi diri kita, kita yang rindu menghidupkan kekudusan tentu tidaklah di mulai dengan pola tuntutan dan sikap suka menyalahkan yang lainnya, tapi biarlah masing-masing kita melakukan bagian kita, untuk menjadi teladan dalam kekudusan hidup bahkan walau usia kita muda sekalipun, sebagaimana Paulus pernah katakan kepada Timotius, “Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu” (1 Tim. 4:12). Pada akhirnya, kekudusan bukan sekadar proyek individu. Pada saat Tuhan berkata hendaklah engkau kudus, sebab Aku kudus (baca Im. 11:44-45; 1 Pet. 1:15-16), bagian ini tentu tidak ditujukan kepada satu individu, namun kepada umat Allah yang telah diselamatkan Tuhan dan ditebus oleh Kristus. Mari, setiap umat percaya saling menopang, berjuang dan berusaha memancarkan kekudusan dengan kuasa Tuhan, sehingga Kristus Yesus dimuliakan dari saat ini sampai selama-lamanya. Soli Deo Gloria. ** YCT