“Kecerdasan” Orang Percaya
Kitab Daniel mencatat bahwa dalam hal kebijaksanaan dan pengertian Daniel dan kawan-kawannya didapati sepuluh kali lebih cerdas dibandingkan dengan semua orang berilmu dan semua ahli jampi di seluruh kerajaan Babilonia (Dan. 1:20). Apakah kecerdasan mereka bersifat kasus saja, yakni bahwa Daniel dan kawan-kawan dalam hal ini adalah orang-orang yang cerdas? Ataukah ada kemungkinan bahwa kecerdasan ini juga berlaku secara lebih luas untuk orang-orang percaya? Apakah orang-orang percaya akan memiliki kecerdasan melebihi orang-orang yang tidak percaya? Jawabannya adalah ya dan tidak! Dalam hal pengetahuan akan alam ciptaan ini, orang beriman tidak memiliki keuntungan melebihi orang tak beriman, karena akses utama kepada pengetahuan alami adalah akal budi yang dimiliki baik orang beriman maupun tak beriman. Namun dalam pengetahuan akan Allah dan hikmat, orang beriman memiliki keuntungan melebihi orang tak beriman, karena iman memiliki peran khusus untuk memperoleh hikmat dari Allah. Bagaimana menjelaskannya?
Pengetahuan alami (non-teologis)
Pertama kita perlu membedakan dua macam pengetahuan: non-teologis dan teologis. Baik pengetahuan teologis maupun non-teologis bersumber dari Allah sendiri yang adalah sumber segala pengetahuan. Namun keduanya perlu dibedakan baik secara hakikat maupun aksesnya.
Pengetahuan non-teologis (alami) adalah pengetahuan tentang dunia ciptaan ini. Misalnya pengetahuan tentang pohon, binatang, manusia, bumi, batu-batuan, bintang, galaksi, dsb. Pengetahuan alami tersedia dalam alam ciptaan, tetapi bersumber dari Allah sendiri. Semua pengetahuan ini dapat diperoleh oleh akal budi manusia dengan mempelajari dan mengamati alam ciptaan itu sendiri. Dalam hal pengetahuan alami, akal budi manusia yang memegang peranan utama. Iman dalam hal pengetahuan alami tidak memegang peranan utama. Oleh sebab itu seseorang – terlepas dari imannya – dapat menjadi ahli yang handal dalam hal geologi, fisika, kimia, dsb. Oleh sebab itu dalam hal pengetahuan alami, iman seseorang tidak akan membuatnya memiliki keuntungan lebih. Namun hal ini berbeda dalam hal pengetahuan teologis.
Pengetahuan teologis
Pengetahuan teologis adalah pengetahuan tentang Allah sendiri, yakni tentang hakikat Allah dan karya-karya-Nya. Pengetahuan teologis berkenaan dengan siapa Allah dan apa yang dilakukan-Nya dalam dunia ciptaan. Bagaimana manusia memperoleh pengetahuan teologis? Hanya melalui wahyu Allah semata, yakni wahyu umum dan wahyu khusus. Baik wahyu khusus maupun wahyu umum keduanya hanya dapat diterima oleh iman.
Apakah orang-orang yang tidak beriman mampu mengenal Allah melalui wahyu umum? Ya dan tidak! Firman Allah berkata: “Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap” (Ro. 1:21). Di sini nyata bahwa orang tak beriman dapat mengenal Allah melalui wahyu umum, namun pengenalannya begitu terdistorsi sehingga tidak membawa mereka untuk menyembah dan memuliakan Allah. Oleh sebab itu orang tak beriman, sekalipun “berbuat seolah-oleh mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh” (Ro. 1:22). Maka jelas dalam hal pengetahuan teologis, orang beriman memiliki keuntungan melebihi orang tak beriman. Orang beriman, oleh terang Roh Kudus, dapat mengenal Allah bukan saja melalui wahyu umum, tetapi terutama melalui wahyu khusus.
Hikmat
Pengetahuan dan hikmat terkait erat namun keduanya perlu dibedakan. Hikmat pada dasarnya adalah penerapan dari pengetahuan. Seseorang dapat memiliki pengetahuan, namun belum tentu dapat menerapkannya. Namun yang berhikmat dapat menerapkan pengetahuan dengan benar, baik, dan tepat. Seperti pengetahuan, hikmat juga datang dari Allah yang adalah sumber segala pengetahuan dan hikmat (Amsal 2:6).
Alkitab membedakan dua macam hikmat: duniawi dan surgawi (Yak. 3:13-18). Segala hikmat yang dimiliki oleh manusia berasal dari Allah yang adalah sumber segala yang baik (Yak. 1:17). Namun, hikmat yang baik ini kemudian tercemar oleh dosa dan dipengaruhi oleh nafsu manusia serta kuasa jahat – oleh sebab itu disebut hikmat duniawi. Manusia di dunia ini hanya bisa memiliki hikmat duniawi yang sifatnya terbatas, dan hanya berguna untuk memahami kehidupan dunia ini. Hikmat duniawi tidak mampu memahami rahasia kerajaan Allah yang sifatnya rohani.
Oleh sebab itu dalam hal hikmat, orang beriman memiliki keuntungan melebihi orang-orang di dunia ini, karena memiliki bukan saja hikmat secara umum, tetapi juga hikmat surgawi. Hikmat surgawi adalah hikmat yang telah diterangi dan disucikan oleh Roh Kudus. Oleh sebab itu hikmat surgawi adalah murni, damai, ramah, penurut, penuh belas kasihan, dan dipenuhi buah-buah yang baik (Yak. 3:17).
Sebagai kesimpulan, dalam hal pengetahuan alami, orang-orang beriman tidaklah memiliki keuntungan ataupun kelebihan dibandingkan dengan orang-orang tak beriman. Namun, dalam hal pengetahuan teologis dan hikmat, orang-orang beriman memiliki keuntungan dibandingkan mereka yang tak beriman. Karena mereka dimampukan untuk memiliki pengetahuan Allah yang benar di dalam Yesus Kristus. Dalam hal hikmat pun, mereka dapat memiliki hikmat surgawi yang melebihi hikmat-hikmat dunia ini. (PD)