Bagikan artikel ini :

Menjadi Baik vs Menjadi Benar

Baru-baru ini, Angel Production yang menayangkan film “His Only Son” kembali menayangkan film baru berjudul “Sound of Freedom” yang diangkat berdasarkan kisah nyata. Film ini mengisahkan tentang Tim Ballard, seorang agen federal AS yang “nakal” dalam misi menyelamatkan anak-anak di Amerika Latin dari perdagangan seks. Demi misinya, ia harus melawan birokrasi yang berlaku karena secara hukum atasannya tidak dapat mengeluarkan izin untuk misi itu. Di satu sisi, melawan birokrasi dan hukum adalah hal yang tidak baik dilakukan, namun di sisi lain ada hal yang benar yang butuh diperjuangkan. Pernahkah kita juga merasa terjebak dalam kondisi demikian?

Menjadi orang yang baik tentu merupakan harapan setiap manusia. Semua agama jelas mengajarkan tentang kebaikan. Dunia juga mengajarkan bagaimana menjadi orang yang baik secara moral. Sebab itu, semua orang berlomba-lomba ingin menjadi orang yang baik. Demikian juga Paulus pernah menuliskan sebab tidak mudah seorang mau mati untuk yang benar, tetapi mungkin untuk orang yang baik, ada yang berani mati.

Kisah seorang kaya (Lukas 18:18-27) yang datang kepada Yesus sangat relate dengan kondisi hari ini. Pemimpin muda ini merasa hidupnya yang memenuhi tuntutan Hukum Taurat adalah sangat baik. Selama itu pula tentu ia dikenal sebagai orang yang baik dan demikian merasa layak menerima hidup yang kekal. Baik secara moral, baik dalam pemikiran kita, baik menurut standar dunia, belum tentu benar. Sebab itu, Yesus memberitahu apa yang benar yaitu kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan kasihilah sesamamu manusia. Juallah segala harta kepunyaanmu yang selama ini menjadi prioritasmu dan kesukaan hatimu. Bagikan harta kepunyaanmu kepada orang-orang miskin, yang mungkin tidak pernah dia pedulikan. Menjadi baik belum tentu menjadi benar, sesuai apa yang Tuhan inginkan.

Kebalikannya dengan yang dialami oleh Nabi Natan ketika diminta Allah untuk menegur raja Daud atas dosa yang telah dilakukannya. Untuk melakukan hal itu, nabi Natan tahu resiko yang mungkin terjadi. Raja Daud mungkin akan marah, menghukum, atau bisa mengambil nyawanya seperti yang dilakukannya pada Uria. Tidak baik mencari masalah dengan seorang raja. Tidak baik menimbulkan kemarahan raja. Namun melakukan apa yang difirmankan Tuhan adalah benar karena Tuhan adalah Sang Kebenaran itu sendiri. Nabi Natan memutuskan untuk melakukan apa yang benar walaupun tidak baik bagi dirinya dalam pandangan dunia.

Menjadi baik bukanlah suatu hal yang salah, memang kita harus melakukan kebaikan. Namun jika kebaikan hanya sebatas pandangan manusia disandingkan dengan melakukan kebenaran Allah, maka kita sebagai orang percaya harusnya memprioritaskan diri melakukan kebenaran Allah daripada cuma sekadar jadi orang yang baik dalam pandangan dunia atau manusia.

Hari-hari ini memang semakin sedikit orang yang berani memperjuangkan dan melakukan hal yang benar sesuai Firman Tuhan. Malahan mungkin kita seringkali tahu sesuatu yang benar untuk dilakukan tetapi berakhir kita tidak melakukannya karena berbagai alasan seperti menghindari konflik, mengutamakan kedamaian, atau sekadar mempertahankan label “orang baik” dalam diri kita.

Mari saling mengingatkan bahwa kita adalah orang-orang yang telah diselamatkan dan dibenarkan di hadapan Tuhan menjadi anak-anak-Nya. Walaupun tidak mudah, belajarlah untuk berani melakukan kebenaran Tuhan karena di dalam kebenaran Tuhan selalu mendatangkan nilai kebaikan yang lebih besar bagi kita dan sesama.**VL