Bagikan artikel ini :

Proses Pengudusan Orang Percaya

Pendahuluan

Di awal tahun 2024, tepatnya pada tanggal 3 Januari, di Kyrgyzstan, sebuah negara bekas pecahan Uni-Soviet, ada sebuah Gereja Baptis yang dilempari granat koktil molotov oleh orang-orang yang membenci kekristenan, sehingga menyebabkan kebakaran di beberapa bagian gedung gereja. Kendatipun demikian, tidak ada korban jiwa maupun cedera, semuanya selamat dan sangat bersyukur, bukan hanya karena Tuhan masih memelihara nyawa hidup mereka, melainkan juga karena mereka memahami bahwa peristiwa yang mereka alami itu datangnya dari Allah Khalik semesta, yang sempurna di dalam segala pengaturan-Nya. Sehingga setelah insiden pemboman itu, mereka semakin giat mengabarkan Injil dan berdoa bagi orang-orang yang telah berniat mencelakai mereka. Mereka sama seperti rasul Petrus dan Yohanes yang bergembira karena dianggap layak menderita oleh karena Nama Tuhan Yesus (Kis. 5:40-41).

Perspektif semacam ini memang langka. Orang percaya kebanyakan biasanya hanya mau menerima apa yang baik dari Allah, dan tidak yang buruk, sama seperti respons Ayub terhadap isterinya yang ia juluki ‘perempuan gila’ (Ayb. 2:10), karena memprotes pengaturan Allah yang sempurna. Marilah kita amati hidup Naomi, yang hidup di zaman hakim-hakim, zaman di mana tidak ada raja di Israel, dan setiap orang berbuat sesuka hatinya, sesuai dengan apa yang ia pandang benar.

Aku dan Bukan Tuhan

Naomi adalah orang percaya yang hidup berkecukupan di dataran subur Efrata, Betlehem. Naomi, yang artinya ‘menyenangkan’ dan Elimelekh, yang artinya ‘Allahku Raja’, hidup jauh dari menjadikan Allah sebagai raja hidup mereka. Anak mereka yang sulung mereka namakan Makhlon, yang artinya ‘sakitan, tersia-siakan’, dan anaknya yang bungsu mereka namakan Kilyon, yang artinya ‘hukuman’. Kita tidak tahu apa yang telah terjadi, namun nampaknya hidup keluarga ini kurang mulus. Yang kita tahu pasti adalah bencana kelaparan yang menimpa seluruh Betlehem. Orang Israel tahu bahwa di masa-masa seperti itu, Allah menginginkan agar mereka tetap tinggal di Tanah Perjanjian yang Ia berikan, menantikan pertolongana-Nya. Namun, Naomi dan Elimelekh sudah tidak mau berlama-lama menanti lagi. Mereka merasa hidup mereka ada di dalam tangan mereka, dan keputusan pragmatis yang mereka ambil adalah mengungsi ke negeri asing untuk mengadu nasib di sana. Negeri yang menjanjikan yang mereka pilih adalah Moab, yaitu negeri yang Allah juluki “nachats”, yang artinya ‘tempat pembasuhan kotoran manusia’ (Maz. 60:8). Tentunya kita ingat satu perumpamaan yang diberikan Tuhan Yesus tentang Anak yang Hilang (Luk. 15:11-32), si bungsu pergi meninggalkan rumah bapanya menuju ke kandang babi, di mana babi-babi kotor tinggal. Itulah juga gambaran sesungguhnya dari Naomi dan keluarganya yang pergi meninggalkan Tanah Perjanjian menuju ke ‘kandang babi’ di Moab. Tidak berhenti di situ saja. Di negeri Moab itu, Makhlon dan Kilyon dengan terang-terangan melanggar perintah Allah dengan mengambil perempuan-perempuan Moab menjadi isteri mereka (Ul. 23:3-8). Mereka merasa bahwa hidup dan mati mereka adalah milik mereka sendiri, dan di dalam kamus mereka sudah tidak ada lagi istilah Allah dan perintah-perintah-Nya.

Tuhan dan Bukan Aku Lagi

Sepuluh tahun telah berlalu di Moab, dan di tahun kesepuluh musibah yang lebih besar menghantam Naomi. Orang-orang penting dalam hidup Naomi, yaitu Elimelekh dan kedua anaknya meninggal dunia, meninggalkan Naomi dan kedua menantunya, orang Moab. Naomi terpuruk, terjerembab, dan mati kutu, karena ia ditinggalkan tanpa ahli waris lelaki, sehingga sekalipun Elimelekh masih memiliki properti di Betlehem, Efrata, ia tidak bisa menjualnya untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Dengan ditemani Rut – menantunya, Naomi pulang ke Betlehem dengan tangan hampa. Ia tidak tahu lagi apa yang harus diperbuat untuk melangsungkan hidupnya. Harapannya yang tersisa adalah bersandar kepada Allah yang telah ia abaikan selama ini.

Agenda Pengudusan Allah

Allah memang ingin memakai hidup Naomi untuk terlibat di dalam rencana-Nya yang agung bagi dunia ciptaan-Nya. Namun, Allah tidak bisa memakai Naomi, jika Naomi belum siap menerima berkat tanggung-jawab yang Allah ingin berikan. Karenanya, Allah dengan sistematis mengosongkan apa yang Naomi genggam erat sebagai andalan dalam hidupnya.

Pertama, bencana kelaparan. Secara geografis, bencana kelaparan terjadi ketika hujan awal (di bulan Oktober dan November yang seharusnya dapat menggemburkan tanah), tidak turun. Sehingga hujan utama yang deras dan cepat di bulan Januari dan Februari, segera menyapu bersih benih-benih yang baru saja ditanam, mengakibatkan gagal panen. Jika hujan akhir di bulan Maret dan April juga tidak turun, maka masa paceklik dan bencana kelaparan pun tidak terelakkan lagi. Lalu siapakah pengatur iklim dan curah hujan? Bukankah Allah Khalik semesta?

Kedua, nafas hidup. Ketika Elimelekh, Makhlon dan Kilyon meninggal di tahun kesepuluh, siapakah penyebabnya? Bukankah Allah Khalik semesta, pemberi dan pengambil nyawa manusia?

Ketiga, Naomi yang tidak punya ahli waris lelaki. Siapakah yang menutup kandungan Rut dan Orpa, sehingga mereka tidak melahirkan ahli waris bagi keluarga Naomi? Bukankah Allah Khalik semesta, pembuka dan penutup kandungan?

Ternyata memang Allah lah yang mengintervensi dan mengambil dari hidup Naomi segala sesuatu yang berharga dalam hidupnya, agar ia boleh siap dipakai untuk kemuliaan-Nya. Allah tidak bisa memakai Naomi, ketika tangannya penuh dengan dirinya dan segala sesuatu yang menjadi andalan hidupnya. Allah harus mengosongkan tangannya, sehingga ia hanya menggenggam Allah Khalik semesta dan berkat yang lebih besar dari-Nya. Bukankah ranting yang berbuah lebat memang harus mengalami proses pembersihan dari Allah (Yoh. 15:2)? Bukankah orang yang berlomba lari harus menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintanginya (Ibr. 12:1)?

Pada saat hati Naomi sudah siap dengan postur hati seorang hamba yang tulus, ia menerima janji berkat Allah yang terbesar, yakni hadirat Allah. Seperti kata pemazmur, Allah dekat kepada orang-orang yang patah hati. Ia akan menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya (Mzm. 34:19).

Naomi juga menerima berkat mujizat Allah yang menyediakan Boaz yang bertindak sebagai sanak keluarga yang rela mengambil Rut, janda Makhlon, untuk meneruskan garis keturunan Elimelekh. Akhirnya dari keturunan Boaz lahirlah Obed, dan Obed memperanakan Isai, ayah Daud, raja Israel. Dan dari keturunan Daud, lahirlah Yeshua ha Massiah dari Nazareth, Juruselamat dunia. Tidak terbersit sedikitpun dalam benak Naomi, bahwa ia boleh menjadi orang yang dipakai oleh Allah berbagian di dalam menggenapi rencana keselamatan-Nya bagi dunia.

Penutup

Bagi kita yang sangat ingin dipakai oleh Allah, kita pasti mengalami proses pengudusan yang sempurna dari Allah yang melibatkan momen-momen yang membuat hati kita pedih. Namun, marilah kita selalu mengadopsi postur hati seorang hamba yang rela Allah bentuk. Bukankah Allah itu Penjunan, dan kita tanah liat (Yes. 64:8)? **IT