Bagikan artikel ini :

Believe Beyond Doubt (Percaya Melampaui Keraguan)

Yohanes 11:27-44

EKSPRESI PRIBADI

CS Lewis (penulis terkenal dari buku The Chronicles of Narnia) dalam buku otobiografinya “Surprised by Joy: The Shape of My Early Life,” terkutipkan demikian: “…1929 I gave in, and admitted that God was God, and knelt and prayed: perhaps, that night, the most dejected and reluctant convert in all England” (“…1929, saya menyerah, mengakui bahwa Tuhan itu Tuhan, berlutut dan berdoa. Mungkin, pada malam itu, saya adalah orang yang paling enggan untuk bertobat di seluruh Inggris”). Walaupun sebelumnya beliau adalah seorang ateis yang meragukan keberadaan Allah, namun pada akhirnya menyerah dan beriman kepada Tuhan, dimana percayanya saat ini telah melampaui keraguan sebelumnya (believe beyond doubt).

Barangkali kita mengatakan diri tidak seperti tokoh CS Lewis yang pernah meragukan Tuhan (sebagai seorang ateis), namun sadarkah kita (walaupun sebagai orang Kristen), terkadang kita masih suka meragukan banyak hal tentang bagaimana cara Tuhan bekerja di banyak area kehidupan kita? Bukankah terkadang kita masih suka protes dengan cara kerja Tuhan yang tidak masuk akal? Bukankah terkadang kita masih menilai Tuhan lalim dan kejam atas kejadian-kejadian hidup kita yang gelap dan kelam? Lalu, jika demikian, bagaimana seharusnya kita bersikap agar iman percaya kita tidak goyah dan diwarnai penuh keraguan? Bagaimana iman yang melampaui keraguan (believe beyond doubt) dalam menolong kita agar tidak terjebak menjadi orang Kristen dengan predikat ”ateis praktis”?

Marilah melalui perikop Yoh 11:27-44, kita akan belajar dari kisah Yesus membangkitkan Lazarus apa sikap yang perlu kita miliki sehingga bisa ”percaya melampaui keraguan” (believe beyond doubt)?

EKSPLORASI FIRMAN

  1. Jangan Membatasi Cara Kerja Allah

Dalam kisah ini baik Marta maupun Maria membatasi cara kerja Allah dalam logika mereka dan menaruh kesimpulan mereka sebagai patokan apa yang seharusnya terjadi. Saat Lazarus ”telah empat hari berbaring dalam kubur” (ay. 17), maka kedua saudaranya mengatakan hal yang persis sama kepada Tuhan Yesus dengan berkata, ”Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini saudaraku pasti tidak mati” (ay. 21, 32). Disinilah Tuhan Yesus menjawab kepada Marta, ”Saudaramu akan bangkit” (ay. 23) sebab apakah Lazarus akan bangkit? Sebab Tuhan Yesus yang akan membangkitkannya memiliki agenda yang lebih besar yaitu hendak memperkenalkan siapa dirinya kepada orang banyak saat itu. Jawab Yesus adalah ”Akulah kebangkitan dan hidup. Siapa yang percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun ia sudah mati” (ay. 25). Kemudian, Tuhan Yesus menindaklanjuti perkataanNya itu dalam tindakanNya saat meresponi Maria datang padaNya penuh rapat tangis, kataNya, ”Dimanakah kamu baringkan dia?” (ay. 34). Lalu apa yang terjadi adalah Tuhan Yesus menantang mereka untuk percaya kepadaNya, ”Bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah?” (ay. 40). Apakah sampai detik ini mereka masih membatasi cara kerja Allah? Iya, mereka masih meragukannya sebab jenazah sudah empat hari dan bau. Dan itulah yang dikatakan oleh Marta, ”Tuhan, ia sudah berbau, sebab sudah empat hari ia mati”, padahal Yesus sudah jelas berkata, ”Angkat batu itu!” (ay. 39). Akhirnya mereka pun mengangkat batu itu dan mukjizat Tuhah pun terjadi dengan suara keras, Tuhan Yesus berseru, ”Lazarus, marilah keluar!” (ay. 43) dan Lazarus pun keluar dari kubur, walaupun kondisinya masih ”terikat dengan kain kafan dan mukanya masih tertutup dengan kain peluh” (ay. 44)

Tiada yang mustahil bagi Allah, itu adalah kuncinya! Jangan membatasi cara kerja Allah dengan logika manusia, sebab apa yang tidak mungkin bagi manusia, itu bisa dilakukan oleh Allah. Kita perlu melatih diri kita memiliki pengenalan yang lebih dalam lagi akan siapa Yesus, sehingga iman kita tidak bertumpu pada logika kita yang terbatas sebagaimana dituliskan dalam kitab Efesus, ”Bagi Dia yang dapat melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita” (Ef. 3:20).

  1. Jangan Terlalu Dangkal Menilai Allah

Tuhan kita adalah Allah yang penuh kasih. ”ketika Yesus melihat Maria menangis...lalu menangislah Yesus” (ay. 33, 35). Tuhan memahami bahasa tetesan air mata dan berbelasungkawa kepada Marta dan Maria serta kerabat yang kehilangan Lazarus. Tentu saja, tidak ada orang yang memilih untuk ditinggal mati orang yang dicintai. Tuhan Yesus terlihat sangat dekat dan punya hubungan yang akrab yang Lazarus. Hal ini terbukti dengan berita yang coba dikirimkan kepada Yesus saat Lazarus sakit, dituliskan, ”Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit” (ay. 3) dan ada lagi tambahan catatan yang menuliskan, ”Yesus mengasihi Marta dan saudaranya (Maria) serta Lazarus” (ay. 5). Namun, mengapa kepada orang-orang yang dikasihiNya, Tuhan dengan sengaja menunda untuk segera bergegas datang dan malahan ”Ia tinggal dua hari lagi di tempat Ia berada” (ay. 6) sehingga baru tiba di saat Lazarus sudah mati selama empat hari. Ingatlah, dalam konteks seseorang dinyatakan ”sah” meninggal dunia apabila jasadnya sudah mati lewat dari tiga hari lamanya. Ini untuk benar-benar membuktikan bahwa saat Yesus membangkitkan Lazarus, bukan karena Lazarus ”mati suri” atau belum sungguh-sungguh meninggal dunia. Hal ini untuk mengantisipasi juga orang banyak yang akan menentang kuasa kebangkitan Kristus yang akan didemontrasikan bagi kemuliaan Allah. Dan penundaan ini bukan berarti Tuhan kejam dan jahat. Tuhan punya agenda yang lebih besar untuk digenapi.

Kita perlu belajar untuk tidak menilai Allah secara dangkal bahwa Dia kejam dan tidak peduli hanya dengan kejadian mikro dalam kehidupan kita. Kita perlu melihat dan menantikan ”metanarasi” Allah yang lebih makro dalam kehidupan ini. Memang hal ini tentu saja tidak mudah sebab butuh waktu untuk membuktikannya ke depan, bahwa apa yang terjadi pada akhirnya pasti mendatangkan kebaikan. Kita memang belum melihatnya, tapi bukankah justu disinilah letak iman dibutuhkan? Kita belum melihatnya tapi kita percaya sebagaimana definisi dalam surat Ibrani yang mengatakan, ”Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang diharapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak dilihat” (Ibr. 11:1).

  1. Jangan Sia-siakan ”Keraguan Pada Allah”

Apakah setelah peristiwa mujizat yang didemonstrasikan Yesus di depan mata orang banyak itu menghasilkan iman di hati semua orang yang menyaksikannya? Tidak juga. Ini menjadi menarik, bukan? Memang dicatat ”banyak di antara orang Yahudi yang datang melawat Maria dan yang menyaksikan sendiri apa yang telah dibuat Yesus, percaya kepadaNya” (ay. 45). ”Namun, beberapa di antara mereka pergi...” (ay. 46) dan malah menjadi resah, merasa terancam dan bersepakat untuk melenyapkan Yesus (ay. 46-48). Keraguan bisa membawa kita pada ”lompatan iman” apabila kita meresponinya dengan terbuka, bukan dengan hati yang gelap. Keraguan yang dialami oleh Marta dan Maria serta beberapa orang justru membuka lembaran baru bagi proses pengenalan mereka akan siapa Yesus yang mereka kenal selama ini. Mukjizat kebangkitan Lazarus justru menjadi ”lompatan iman” bagi mereka untuk semakin beriman lebih lagi melampaui keraguan mereka sebelumnya (Believe beyond doubt). Oleh karena itu, apabila kita mengalami keraguan akan Allah, jangan sia-siakan momentum itu sebagai kesempatan kita berproses untuk semakin mengenal Allah lebih lagi. Ingatlah juga kisah Tomas murid Yesus yang sempat meragukan Tuhan, namun akhirnya dia justru semakin beriman teguh, ”Ya Tuhanku dan Allahku” (Yoh. 20:28)

Dalam rangkaian masa minggu pra paskah, dimana kita mempersiapkan iman kita untuk diproses lebih lagi, apakah kita mau terbuka untuk membawa keraguan-keraguan hidup kita kepada Anak Allah yang hidup? Dia yang mati dan bangkit dari kubur pada hari ketiga menjadi bukti nyata bahwa tidak ada lagi musuh kehidupan yang perlu ditakutkan, sebab musuh terbesar kehidupan yaitu maut telah dikalahkan Anak tunggal Allah. ”Hai maut, dimanakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?... Syukur kepada Allah, yang telah memberikan kemenangan melalui Tuhan kita Yesus Kristus” (I Kor. 15:55, 57). Selamat mempersiapkan diri menyambut Paskah dengan iman yang lebih lagi (believe beyond doubt)[CK]

APLIKASI KEHIDUPAN

Pendalaman

Apa yang membuat keraguan dapat terjadi di tengah Anda mempercayai Tuhan?

Penerapan

Bagaimana cara Anda memanfaatkan moment ”keraguan akan Allah” itu sebagai kesempatan untuk mengalami ”lompatan iman” dalam hal mengenal-Nya lebih dalam lagi?