Bagikan artikel ini :

Bukan sekedar sukses (more than being successful)

I Samuel 8:1-6

Ekspresi Pribadi

Samuel adalah seorang tokoh transisi antara sistem teokrasi atau sebuah negara yang dipimpin oleh tokoh agama dengan sistem monarki, sebuah negara yang di pimpin oleh seorang raja. Siapa yang tidak tahu bahwa sistem monarki bangkit dan berkembang di bawah kepeminpinan Samuel. Pada masa kepemimpinannya juga sistem pemerintah Hakim-hakim yang sporadis berakhir di tanah Israel. Nabi Samuel berhasil menyatukan suku-suku Israel yang tercerai-berai pada masa hakim-hakim. Dapatkah ia dikategorikan sukses? Bila ditinjau dari prestasi dan pencapaian-pencapainya, kita wajib menjawab "Ya." Bagaimana ia sukses dan adakah yang lebih penting yang harus dikerjakan setelah sukses?

Eksplorasi Firman

Nats Alkitab hari ini menceritakan setelah Samuel tua ia mengangkat anak-anaknya menggantikan dirinya untuk menjadi pemimpin rohani yang sekaligus adalah pemimpin Negara, sebagaimana sistem teokrasi. Seperti yang diuraikan dengan ringkas di atas, bahwa Samuel cukup sukses sebagai pemimpin teokrasi, hal-hal yang membuat ia sukses adalah, pertama, ia punya panggilan yang jelas, itu sebabnya Tuhan menyertai dia dalam segala hal. Kedua, ia punya karakter. Sebagai seorang pemimpin rohani, karakter merupakan faktor penentu, apakah kepemimpinannya diakui dan dituruti. Ketiga, ia mempunyai kemampuan/skill yang mumpuni untuk memimpin. Setidak-tidaknya tiga bagian penting ini dimiliki oleh Samuel, sehingga seluruh negeri patuh dan mendengarkan dia. Dirunut dari kisah hidupnya, Samuel jelas mengabdikan keseluruhan hidupnya untuk TUHAN, mewakili Dia memimpin Israel bahkan sampai masa tua. Dapat dipahami bahwa Samuel adalah pemimpin yang sangat sibuk yang mungkin bekerja sampai "burn-out," hasilnya sampai masa tua ia dikategorikan sebagai pemimpin yang sukses dan disegani.

Di sisi lain muncul sebuah ironi, sangat disayangkan keberhasilan Samuel sebagai pemimpin yang berintegritas (berkarakter dan berdedikasi) tidak diturunkan kepada anak-anaknya yang pada ayat 1 ditunjuk olehnya untuk menggantikannya memimpin Israel. Ini adalah kecerobohan yang sama seperti yang dilakukan oleh Yosua. Setelah Yosua tidak ada regenerasi seperti yang Musa telah lakukan. Musa tidak menunjuk anaknya mengantikan dia untuk memimpin Israel, tetapi ia menunjuk Yosua sebagai orang yang tepat untuk menggantikan dia yang dikenal dengan istilah right man in the right place. Samuel gagal mewariskan spiritualitas dan karakter pemimpin yang otentik kepada anak-anaknya, dengan demikian yakni tanpa kerohanian dan karakter yang otentik, anak-anak Samuel tidak mungkin dapat menjadi pemimpin yang berintegritas dan berdedikasi. Pada ayat ke 3-4 melukiskan kebobrokan anak-anak Samuel yang kala itu memimpin dan akhirnya komplain bermuculan di sana-sini dan yang lebih tragis lagi sistem teokrasi akhirnya ditolak oleh rakyat Israel. Itu sebabnya pada ayat 6 rakyat meminta seorang raja, yang berarti menolak sistem teokrasi. Karena itu sukses dalam pelayanan, karir dan sebagainya belum cukup, bila tidak dibarengi dengan regenerasi yang baik dan adil, generasi penerus menentukan masa depan sebuah negara, organisasi dan sebagainya.

Kiranya kisah ini menjadi sebuah pembelajaran penting bagi setiap para ayah, agar mereka menjadi para ayah yang bukan sekadar sukses di dalam menjalankan profesinya dan membangun spiritualitasnya, tetapi juga sukses di dalam mewariskan hidup takut akan Allah kepada generasi berikutnya. Selamat hari ayah internasional 2018.

Aplikasi Kehidupan

PENDALAMAN

Menurut Anda, ukuran menjadi seorang ayah yang sukses itu seperti apa? Apakah Anda sudah masuk dalam kategori ayah yang demikian?

PENERAPAN

Apakah Anda cukup rendah hati untuk menyiapkan dan digantikan oleh anak, junior dan pemimpin muda lain yang berdedikasi dan berintegritas? Langkah konkrit apa yang dapat Anda lakukan agar proses regenerasi dapat berjalan baik di tengah keluarga Anda?

Saling Mendoakan

Akhiri Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain