Bagikan artikel ini :

Hambatan Terhadap Pertumbuhan Rohani Di Era Digital

Dunia kita terus mengalami perubahan.  Salah satu perubahan terbesar saat ini adalah perubahan gaya hidup menjadi semakin digitalisasi. Kondisi pandemi saat ini juga turut ambil bagian dalam mempercepat perubahan ke arah digital ini. Tentu ada berbagai manfaat yang diberikan oleh perkembangan digital bagi kerohanian kita, tetapi tidak bisa disangkal bahwa kemajuan digital juga menimbulkan tantangan tersendiri yang bisa menghambat pertumbuhan kerohanian orang Kristen. Apa saja tantangan-tantangan tersebut?

Dosa

Tentu dosa bukanlah masalah baru. Dosa adalah masalah terbesar dan tertua dalam peradaban manusia yang menjadi penghalang hubungan antara Allah dan manusia. Namun kemajuan digital yang pesat menyebabkan dosa menjadi semakin mudah dan semakin nyaman untuk dilakukan. Teknologi seperti internet memudahkan orang-orang untuk mengakses konten apapun untuk bisa dikonsumsi melalui layar gadget mereka di saat sedang sendirian.

Dosa pornografi menjadi semakin cepat menjangkau segala kalangan, mulai dari anak-anak usia sekolah dasar sampai orang dewasa. Dalam beberapa detik dan hanya dengan memasukkan beberapa kata kunci, mereka sudah bisa menonton video porno. Selain itu, di masa sekarang, menipu atau mencuri uang bisa dengan mudah dilakukan di rumah dengan gadget tanpa harus bertemu dan berbicara dengan orang lain.

Information-overload

Salah satu ciri utama era digital adalah akses terhadap informasi yang semakin luas, cepat, dan sulit dibendung. Ada beberapa isu yang perlu kita sadari tentang efek negatif perkembangan informasi ini terhadap iman kita.  Pertama, kita bisa dengan mudah mendapatkan dan menyebarkan fake news, yang adalah kebohongan-kebohongan. Yohanes 8:44 berkata bahwa Iblis tidak hidup dalam kebenaran dan di dalam dia tidak ada kebenaran, Iblis adalah pendusta dan bapa segala dusta. Ketika kita mengkonsumi dan menyebarkan fake news, kita sedang menjadi alat Iblis yang dipakai untuk mengikuti keinginannya.

Di sisi lain, saat ini begitu banyak konten rohani yang bisa kita dapatkan secara online seperti khotbah, studi Alkitab, artikel rohani, pembinaan doktrin, dll. Namun tidak sedikit dari antara semua informasi tersebut yang berisi ajaran-ajaran sesat atau menyimpang yang dapat mengacaukan pemahaman iman orang-orang Kristen sehingga berujung pada praktek yang tidak memuliakan Tuhan.

Ada lagi isu lain yaitu keserakahan intelektual. Kita bisa begitu terobsesi mendapatkan banyak pengetahuan tentang Firman Tuhan dan iman Kristen, namun apakah semua pengetahuan itu benar-benar kita pakai untuk membawa hidup kita lebih dekat dengan Tuhan dan mempraktekkan Firman Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari? Atau jangan-jangan kita mencari semua pengetahuan itu hanya untuk memuaskan keingintahuan kita saja? Pengkhotbah 12:12 mengingatkan kita bahwa, “Membuat banyak buku tak akan ada akhirnya, dan banyak belajar melelahkan badan.” dan rasul Paulus mengatakan bahwa pengetahuan malah bisa membuat kita menjadi sombong.

Distraksi

Era digital juga membentuk kebiasaan-kebiasaan baru dalam kehidupan kita. Contohnya, kita menjadi terbiasa untuk selalu terkoneksi (dengan internet dan media sosial). Hal ini menimbulkan efek negatif seperti kekuatiran (fear of missing out) dan kecanduan. Kita akan selalu terdorong untuk mengecek gadget kita setiap saat. Kita menjadi tidak bisa fokus dalam melakukan kegiatan kita. Dengan kata lain, perhatian kita terdistraksi, mudah sekali teralihkan. Hal ini tentu bisa sangat menghambat pertumbuhan kerohanian kita. Beberapa jemaat mengaku bahwa mereka lebih sulit untuk berkonsentrasi ketika mengikuti kebaktian, persekutuan, care group, atau pembinaan secara online karena mereka bisa mengikuti semua kegiatan tersebut sambil tetap mengecek gadget mereka yang lain. Kadang kita pun dapat terdistraksi oleh notifikasi-notifikasi yang muncul di gadget kita ketika kita sedang menjalankan disiplin-disiplin rohani seperti bersaat teduh dan berdoa.

Kurangnya Literasi Alkitab

Salah satu akibat dari kemajuan teknologi digital adalah berkurangnya attention span (rentang perhatian) manusia. Di era digital ini manusia banyak distimulai oleh media yang multi-sensori dan salah satu efeknya adalah berkurangnya kapasitas manusia untuk membaca buku. Manusia lebih terbiasa untuk membaca hanya sepintas lalu (skimming) tanpa mengolah informasi yang dibaca. Dalam kehidupan Kekristenan, hal ini berpengaruh terhadap kebiasaan membaca dan merenungkan Firman Tuhan yang tertuang dalam Alkitab. Orang-orang percaya semakin hari menemukan dirinya semakin sulit untuk berkonsentrasi dalam membaca Alkitab karena merasa bahwa kegiatan ini membosankan. Selain itu, kita menemukan banyak anak muda Kristen yang minim sekali pengetahuan Alkitabnya. Jika membaca Alkitab saja menjadi tantangan bagi orang Kristen, bayangkan kesulitan yang dialami dalam merenungkan Firman Tuhan.

Membangun Relasi yang Otentik

Relasi dan komunitas adalah hal yang krusial dalam perkembangan kerohanian orang Kristen. Perkembangan teknologi media digital memang memudahkan kita membangun koneksi dengan siapa un dan dimana un. Pertanyaannya, relasi seperti apakah yang kita bangun? Ada kekhawatiran bahwa melalui media sosial kita bisa terjebak untuk hanya membangun relasi yang superfisial dan dangkal. Beberapa mungkin bahkan menggunakan alasan koneksi online untuk menghindari pelawatan atau interaksi langsung dengan saudara-saudara seiman.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah bahwa keterikatan manusia terhadap media digital membuat manusia menjadi malas untuk berinteraksi dengan sesama. Sebuah pemandangan yang tidak asing lagi bagi kita saat ini untuk melihat beberapa anggota keluarga atau sahabat berkumpul namun masing-masing sibuk dengan gadget-nya. Keterikatan kepada media digital dan berkurangnya interaksi personal dengan manusia lain berpotensi untuk menurunkan kapasitas kita dalam berempati terhadap orang lain. Hal ini tentu bisa menahan pertumbuhan kerohanian kita mengingat bahwa Allah memanggil kita untuk menjadi berkat bagi orang lain dengan memperhatikan dan membantu mereka yang membutuhkan. Tanpa empati kita akan kesulitan untuk melakukan panggilan Allah ini.

Allah tentu menghendaki kita untuk terus bertumbuh dalam kerohanian kita. Kiranya hal ini juga menjadi kerinduan kita sebagai pengikut-pengikut Kristus. Mari kita melihat kehidupan kita dan mengobservasi apakah tantangan-tantangan yang disebutkan di atas sudah mempengaruhi hidup kerohanian kita. Jika kita menemukan bahwa tantangan di atas telah menghambat pertumbuhan kerohanian kita, mari kita mencari cara untuk menghindari dan mengatasi godaan-godaan tersebut.*(YS)