Bagikan artikel ini :

Predestinasi Dan Penginjilan

Salah satu aspek dari teologi Reformed tentang keselamatan adalah doktrin predestinasi. Predestinasi adalah ajaran yang mengatakan bahwa Allah dalam kedaulatan-Nya memilih dan menetapkan siapa saja yang akan diselamatkan (Yoh 6:44; Rm 8:29; Ef 1:4). Landasan pikirnya adalah sbb: (1) Manusia telah jatuh ke dalam dosa dan karena itu tidak sanggup meraih keselamatan dengan usahanya sendiri (Rm 3:23). (2) Oleh karena manusia tidak sanggup mencari dan menemukan Allah, maka Allah berinisiatif untuk menyelamatkan manusia (Rm 3:10-18). (3) Inisiatif Allah itu dinyatakan dengan memilih dan menetapkan siapa saja yang akan diselamatkan (Ef 1:4). (4) Keselamatan itu efektif ketika seseorang menyatakan iman kepada Yesus Kristus (Rm 10:9; Ef 2:8,9).

Doktrin predestinasi memunculkan pertanyaan, yaitu jika Allah telah memilih siapa yang akan diselamatkan, dan mereka pasti diselamatkan, lalu apa gunanya penginjilan? Bukankah tanpa penginjilan pun, orang-orang pilihan itu pasti akan selamat? Jawaban paling sederhana mengapa kita harus memberitakan Injil adalah karena Allah memerintahkan kita melakukannya (Mat 28:18-20). Apa yang diperintahkan-Nya harus kita lakukan meskipun kita tidak sepenuhnya memahami alasannya.

Penginjilan adalah Sarana Allah untuk Menggenapi Rancangan Keselamatan

Ada alasan lain mengapa kita memberitakan Injil. Doktrin predestinasi mengajarkan bahwa Allah menetapkan tujuan akhir (keselamatan manusia) sekaligus menetapkan cara untuk sampai pada tujuan itu (cara manusia menerima keselamatan). Rancangan Allah itu bersifat utuh. Ketika Ia menetapkan siapa yang akan diselamatkan, Ia juga menetapkan cara bagaimana manusia diselamatkan yaitu mendengar dan percaya Injil. Untuk itu, Ia menggunakan umat-Nya dalam menjangkau mereka yang hilang dan membawa mereka kembali kepada-Nya. Tuhan mengutus umat-Nya untuk memberitakan Injil. Jadi, penginjilan adalah sarana yang dipakai Allah untuk menggenapi rancangan keselamatan bagi orang pilihan-Nya.

Jika Allah mempredestinasikan seseorang selamat, maka Ia juga telah mempredestinasikan mereka untuk mendengar Injil dan beriman. Misalnya, Anda berpikir begini. “Ok, si A belum pernah mendengar Injil. Saya adalah satu-satunya orang yang dapat memberitakan Injil kepadanya, tetapi saya tidak mau pergi karena jika Allah telah mempredestinasikan si A selamat, maka ia akan selamat tak peduli saya pergi atau tidak.” Apakah cara pikir ini masuk akal? Sama sekali tidak. Jika Allah memakai penginjilan sebagai cara untuk menyelamatkan umat-Nya, dan andaikata saya adalah satu-satunya orang yang bisa memberitakan Injil kepada si A, dan saya menolak untuk pergi, maka faktanya adalah Allah tidak mempredestinasikan si A untuk selamat. Jika Allah mempredestinasikan keselamatan si A, maka saya tidak mungkin bisa menolak untuk menjadi pemberita Injil kepada si A. Keterkaitan antara predestinasi dan penginjilan itu jelas.

Penginjilan adalah Hak Istimewa Kita

Penginjilan bukan hanya tugas tetapi hak istimewa orang percaya. Allah memberi kita kesempatan untuk ambil bagian dalam pekerjaan terbesar dalam sejarah manusia, yaitu karya penebusan. Perhatikan apa yang dikatakan Rasul Paulus dalam Roma 10:13-15 “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!”

Mari kita perhatikan alur logika Rasul Paulus. Ia mendaftarkan serangkaian tahapan bagaimana manusia dapat diselamatkan. Jika tidak ada yang diutus, maka tidak ada yang memberitakan. Jika tidak ada yang memberitakan, maka tidak ada berita. Jika tidak ada berita, maka tidak ada yang mendengarkan Injil. Jika tidak ada yang mendengarkan Injil, maka tidak ada yang percaya pada Injil. Jika tidak ada yang percaya pada Injil, maka tidak ada yang berseru kepada Allah. Jika tidak ada yang berseru pada Allah, maka tidak ada yang diselamatkan.

Iman tidak timbul begitu saja dalam hati seseorang. Seseorang bisa beriman karena telah mendengar Injil dan memberi respon pada firman yang didengarkan. Firman itu sampai kepadanya melalui seorang pemberita. Allah dapat saja memberitakan Injil tanpa melibatkan kita. Ia dapat menuliskan Injil di langit, menggelegar dengan suara-Nya, atau cara-cara lain. Tetapi Ia tidak melakukan hal itu. Ia memilih melibatkan kita sebagai pemberita Injil. Itu adalah hak sekaligus kesempatan istimewa dari Allah bagi kita.

Betapa Indah Kedatangan Mereka yang Membawa Kabar Baik

Rasul Paulus mengacu pada ayat Perjanjian Lama ketika ia berbicara tentang betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik. “Betapa indahnya kelihatan dari puncak bukit-bukit kedatangan pembawa berita, yang mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, yang mengabarkan berita selamat dan berkata kepada Sion: ‘Allahmu itu Raja!’ Dengarlah suara orang-orang yang mengawal engkau: mereka bersama-sama bersorak-sorai. Sebab dengan mata kepala sendiri mereka melihat bagaimana TUHAN kembali ke Sion. Bergembiralah, bersorak-sorailah bersama-sama, hai reruntuhan Yerusalem! Sebab TUHAN telah menghibur umat-Nya, telah menebus Yerusalem” (Yes 52:7-9).

Pada zaman kuno, berita kemenangan dalam perang atau berita penting lainnya disampaikan oleh pelari. Nama lomba lari Marathon pada masa kini diambil dari peristiwa pertempuran Marathon. Pada waktu itu, prajurit Yunani bernama Pheidippides berlari dari medan pertempuran ke Atena, kota asalnya, tanpa berhenti untuk melaporkan kemenangan perang atas Persia. Dalam menantikan kedatangan utusan itu, beberapa orang ditempatkan di pos pengamat untuk memerhatikan utusan yang berlari mendekat. Mata mereka tajam dan terlatih untuk membedakan gerak-gerik pelari yang mendekat. Jika pelari itu membawa kabar buruk, langkah kakinya berat. Sebaliknya, jika pelari itu membawa kabar baik, langkahnya ringan seperti melayang di atas debu. Langkah-langkah mereka menunjukkan kegirangan hati mereka. Bagi para pengamat, pemandangan pelari yang berlari di kejauhan dengan langkah-langkah cepat dan ringan ini adalah pemandangan yang indah. Demikian pula peran kita dalam penginjilan. Kita adalah seperti pelari yang diutus dari medan perang untuk membawa kabar baik yaitu berita keselamatan dari Allah kepada mereka yang menantikannya. Kehadiran kita bagi mereka yang merindukan Injil adalah kehadiran yang membahagiakan.

Kedaulatan Allah adalah Penghiburan dalam Penginjilan

Allah berdaulat menetapkan siapa yang akan diselamatkan. Itu adalah penghiburan bagi kita bahwa usaha kita tidak akan sia-sia. Ada kepastian bahwa orang-orang pilihan Allah akan mendengar Injil dan percaya melalui pemberitaan kita. Di sisi lain, kita jangan sombong dan menganggap penting peran kita seolah-olah tanpa kita, mereka tidak mungkin akan selamat. Bagaimana pun kita giat bersaksi, memberitakan, meyakinkan tetap Allah sendiri yang punya kuasa memanggil seseorang untuk percaya kepada-Nya. (referensi: R.C. Sproul, “Chosen By God” , h.180-185) * BSB.