Bagikan artikel ini :

Terang yang Progresif

Pendahuluan

Di dalam Amsal 4:18, kita dapati rumusan perjalanan hidup orang benar yang digambarkan dengan metafor terang yang progresif dari cahaya fajar pagi hingga rembang tengah hari. Konsep progresif di sini menyiratkan perjalanan yang dimulai dari dunia yang fana dan mencapai puncaknya di dunia yang akan datang. Konsep progresif ini menolak tegas dua macam hidup yang seringkali dianggap sebagai hal yang normatif:

Pertama, hidup yang fatalistik dan tidak tentu arah. Di dalam masyarakat ada sebuah konsep yang diterima secara luas tentang metafor ‘Roda kehidupan.’ Rod aini berputar dan menempatkan seseorang di atas atau di bawah. Ketika seseorang berada di bawah, maka kata-kata penghiburan yang sering kita dengar adalah: ‘Jangan putus asa. Kita harus tetap sabar dan tabah. Badai pasti berlalu!’ Konsekuensi dari konsep ini melahirkan dua sikap yang berbeda: Sikap untuk tetap tegar dan menelan semua kepahitan hidup (Jw. mendem jero), atau sikap tegar dan bangkit melawan segala kepahitan hidup dengan mengerahkan segala daya yang ada. Ketika badai kehidupan tidak kunjung berlalu, maka fenomena ‘hidup segan, mati tak mau’ adalah sikap yang paling sering diadopsi. Sebaliknya, ketika Roda kehidupan menempatkan seseorang di atas, kata-kata yang sering kita dengar adalah: ‘Wah, selamat ya mas or mbak, angin keberuntungan sedang memihak padamu!’

Kedua sikap yang diadopsi ini dilandasi oleh semangat humanistik yang bertentangan dengan iman kepercayaan Kristen.

Ke-dua, hidup yang keruh dalam pencampuran (fusion) terang dan gelap. Di dalam masyarakat luas ada banyak kaum agamis yang hidup di dalam dua dunia: secara de jure, mereka merasa yakin bahwa orang yang benar etika moralnya pasti ada pahala yang menanti. Namun secara de facto memang sulit menjadi orang benar. Akibatnya, terjadilah fenomena fusion (pencampuran) antara terang dan gelap, atau baik dan jahat. Yakobus menggambarkan fenomena ini dengan metafor sumber yang memancarkan air tawar dan air pahit, atau air yang manis dan air yang pahit (Yak. 3:11-12), yang merupakan suatu kemustahilan Ketika fenomena fusion itu terjadi, kemungkinannya hanya satu: sumbernya tidak mungkin sumber air tawar atau manis, melainkan sumber air pahit. Demikianpun halnya dengan hidup rohani. Orang ‘benar’ yang tidak mengalami janji Allah tentang terang yang progresif itu pasti bukan orang benar yang sesungguhnya.

Orang Benar dalam konsep Alkitab

Siapakah orang benar itu? Di dalam kotbah-Nya di atas bukit, Tuhan Yesus menandaskan: ‘Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan’ (Mat. 5:6). Secara implisit, ayat ini menegaskan bahwa mereka yang memiliki kemampuan untuk merasa lapar dan haus akan kebenaran adalah orang yang paling bahagia, karena Allah itulah Sumber kebenaran, dan orang yang lapar dan haus akan kebenaran adalah orang yang lapar dan haus akan Allah yang benar adalah orang benar,dan mereka akan dipuaskan oleh Allah sendiri. Di dalam konteks kata-kata ‘Bahagia’ ini,

hanya orang memiliki hidup ilahi itulah yang mampu menghasilkan buah-buah ilahi yang Tuhan Yesus sebut ‘berbahagia,’ walaupun buah-buah ini dihasilkan bukan tanpa menuai aniaya dari orang fasik pembenci kebenaran (Mat. 5:11).

Lalu bagaiman kita tahu bahwa kita adalah orang benar, dan telah memiliki hidup ilahi dari Allah?

Pertama, ada tanda-tanda kehidupan ilahi. Bayi-bayi kecil yang baru lahir tidak pernah diajarkan bagaimana merasa lapar dan haus, karena mereka memiliki kemampuan itu. Hidup rohanipun demikian. Orang yang memiliki hidup ilahi dengan sendirinya akan lapar dan haus akan Allah, sumber kebenaran. Orang-orang Farisi di zaman Tuhan Yesus seringkali mendapat kecaman pedas dari Tuhan Yesus karena mereka selalu merasa diri mereka adalah orang-orang benar dan layak menerima berkat Allah. Padahal pada realitanya roahani mereka mati dan karenanya mereka tidak memiliki kemampuan untuk merasa lapar dan haus akan Allah. Bukti nyata bahwa rohani mereka mati dapat kita lihat dari kiprah mereka mengusir (ex-komunikasi) orang-orang berdosa keluar dari rumah ibadat. Mereka berbuat demikian karena tidak mampu mengusir sakit penyakit dan roh-roh jahat keluar dari orang-orang berdosa itu dan oleh kuasa Allah mengubahkan orang-orang berdoa menjadi orang-orang benar, seperti yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Maka benar kata Rasul Paulus, bahwa kerajaan Allah bukanlah soal perkataan, retorika, atau orasi belaka, namun soal kuasa (1 Kor. 4:20).

Ke-dua, gelora semangat (passion) hidup yang dicurahkan kepada kebenaran. Di dalam dunia ini, orang akan mengerahkan segala ikhtiar dan daya untuk meraih kepuasan yang mereka inginkan. Ada orang yang lapar dan haus akan kasih sayang. Ia berjuang mati-matian meniti karir dan mengukir prestasi untuk mendapatkan pengakuan, respek, dan penerimaan dari sanak keluarga, rekan sejawat, serta segmen masyarakat yang ia anggap signifikan. Ada pula orang yang merasa lapar dan haus akan kesenangan serta kenyamanan dunia. Juga tidak sedikit yang rasa lapar dan hausnya adalah membalaskan dendam musuh pribadi, keluarganya, perusahaan, kaln, dlsb. Namun, hanya satu saja rasa lapar dan haus yang akan dipuaskan Allah: kebenaran. Karena manusia adalah gambar dan rupa Allah, hanya Allah Sumber kebenaran sendirilah yang dapat memuaskan rasa lapar dan haus jiwa manusia yang terdalam. Raja Daud yang memiliki hidup ilahi menceritakan betapa jiwa dan raganya senantiasa merasa haus akan Allah Seumber kebenaran, bagaikan seekor rusa yang merindukan air, seperti tanah yang kering dan tandus (Maz. 63:1). Rasul Paulus juga mengalami rasa lapar dan haus yang sama. Sampai akhir hidupnya, Paulus ingin mengenal lebih dalam lagi tentang Kristus dan kuasa kebangkitan-Nya, dan bersekutu dalam penderitaan-Nya (Fil. 3:7-11).

Penutup

Bagaimana dengan kita, apakah kita adalah orang benar yang senantiasa memiliki rasa lapar dan haus yang besar terhadap Allah, Sumber kebenaran? Jika jawaban kita adalah ya, maka kita adalah orang yang paling ‘berbahagia,’ karena janji Allah adalah kita akan dipuaskan, bukan oleh berkat -Nya semata, melainkan oleh Allah sendiri. Kita akan berjalan dari terang menuju terang yang tidak terhampiri. **IT.