Jebakan pemujaan diri
Daniel 6:7-10
“...barangsiapa yang dalam tiga puluh hari menyampaikan permohonan kepada salah satu dewa atau manusia kecuali tuanku, ya raja, maka ia akan dilemparkan ke dalam gua singa.
- Daniel 6:8b
Setelah memikirkan dalam-dalam rencana untuk menjatuhkan Daniel, para pejabat dan wakil raja yang iri hati itu menghadap raja, menyampaikan isu yang berhubungan dengan “kepentingan nasional”. Pendekatan mereka kepada Raja Darius tentang pelarangan untuk menyembah siapa pun kecuali raja, merupakan usaha “menyanjung” yang hanya berisi setengah kebenaran karena mereka mengklaim semua pejabat tinggi kerajaan telah bermufakat tentang ide ini. Padahal Daniel yang merupakan salah satu pejabat tertinggi tidak pernah diinformasikan tentang permufakatan ini. Orang-orang iri hati itu percaya diri rencana mereka akan sukses karena menggunakan jurus brilian dengan “menjilat pantat” raja. Darius pun masuk dalam jebakan ini lewat perangkap “pemujaan diri”.
Dalam sejarah manusia, banyak pemimpin yang rentan terhadap pemujaan diri. Mulai dari Firaun pada zaman Musa, dimana istilah “segambar dan serupa Allah” hanya berlaku bagi Firaun. Lalu para kaisar di Tiongkok yang menganggap diri mereka sebagai perwujudan dewa. Dan jangan salah, jebakan pemujaan diri juga menimpa orang-orang Kristen. Bahkan lebih parah lagi, mereka menggunakan nama Yesus untuk memuja diri sendiri. Teolog Henri Nouwen mengatakan, “Para pemimpin Kristen selalu mencari kekuasaan politis, militer, ekonomi, moral dan spiritual, tapi pada saat bersamaan terus bicara atas nama Yesus yang justru melepaskan kekuasaan Ilahi-Nya dan mengosongkan diri-Nya untuk menjadi sama seperti kita.”
Menyadari bahaya ini, Rasul Paulus menunjukkan adanya paradoks dalam kehidupan orang Kristen. Bagi dunia, yang membuat seseorang berkuasa dan memiliki prestise adalah hal-hal yang membuatnya bermegah. Namun, bagi orang Kristen adalah kebalikannya, yaitu di dalam kelemahanlah kuasa Allah menjadi sempurna. “Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku,” (2Kor. 12:9b) ujar Rasul Paulus.
Sebagai manusia yang masih terus berdosa sampai mati nanti, kita perlu waspada akan kecenderungan keberdosaan kita untuk memegahkan dan memuja diri, terutama jika kita menduduki posisi sebagai pemimpin. Marilah kita berkaca kepada Kristus, yang dengan rendah hati menghindarkan pemujaan terhadap diri-Nya sampai rela mati demi menyelamatkan kita semua.
Refleksi Diri:
- Apa wujud pemujaan diri yang secara sadar atau tidak sadar telah Anda lakukan dalam keseharian?
- Bagaimana cara Anda menyadarkan diri akan kemungkinan terjatuh dalam perangkap pemujaan diri semacam ini?