Penatalayanan Waktu
Artikel pembinaan ini membahas penatalayanan waktu, bukan manajemen waktu (stewardship, not management, of time). Sekalipun keduanya terkait erat, namun ada perbedaan mendasar antara penatalayanan dan manajemen. Manajemen menekankan pengelolaan barang atau sesuatu yang adalah milik sendiri. Sedangkan dalam penatalayanan, yang dikelola adalah kepunyaan orang lain. Dalam hal ini kepunyaan Allah sendiri. Jadi penatalayanan waktu artinya mengelola waktu dengan benar dan bertanggung jawab, atas dasar bahwa waktu bukan milik kita, tetapi milik Allah. Dalam penatalayanan kita adalah para pelayan yang dipercayakan Allah untuk mengelola milik-Nya.
Di bawah ini ada beberapa poin penting mengenai penatalayanan waktu. Waktu adalah investasi dari Tuhan yang berharga yang harus dikelola dengan sebaik-baiknya untuk kemuliaan Tuhan.
Waktu adalah investasi dari Tuhan
Dalam Mat. 25:14-30, Tuhan Yesus memberikan perumpamaan talenta. Seorang tuan hendak bepergian ke luar negeri. Ia memanggil tiga hambanya dan mempercayakan mereka masing-masing 5 talenta, 2 talenta, dan 1 talenta. Mereka harus menjalankan talenta itu dan memperoleh hasilnya. Yang menerima 5 talenta memperoleh 5 talenta. Yang menerima 2 talenta kembali dengan 2 talenta. Tetapi yang menerima 1 talenta, pergi menguburkan talentanya, dan kembali hanya dengan 1 talenta tanpa hasilnya. Sang tuan memuji dan memberikan ganjaran bagi hamba-hamba yang telah mengelola talenta mereka dengan baik sehingga mendatangkan hasil. Sedangkan bagi hamba yang melalaikan tugas pengelolaannya, ia menerima teguran keras dan hukuman.
Talenta adalah segala sesuatu yang dipercayakan Allah kepada kita. Talenta bisa berupa karunia-karunia Roh, harta kekayaan, keluarga, pekerjaan, waktu, dsb. Waktu adalah talenta yang Allah berikan kepada setiap manusia. Sebagaimana talenta-talenta yang diterima masing-masing orang berbeda, demikian juga dengan waktu bagi setiap manusia. Umur manusia tidak sama – ada yang relatif panjang, sedang, atau pendek. Terlepas dari panjang pendeknya umur yang diperoleh, setiap manusia harus mempertangggungjawabkan waktu yang Allah yang telah investasi dalam hidup mereka.
Sama seperti setiap harta harus dikelola dengan benar, bijak, dan bertanggungjawab, demikian juga waktu manusia. Hamba yang menerima satu talenta dan menguburnya adalah mereka yang tidak mengelola waktunya dengan baik. Pada akhirnya ia harus berdiri di hadapan Allah untuk mempertangungjawabkan waktu yang ia telah sia-siakan dalam dunia ini. Jika ada yang berpikir umurnya terlalu pendek agar bisa dikelola dengan baik, maka ia harus melihat kepada Yesus Kristus yang saat di dunia ini tidak memiliki umur yang panjang, hanya 33½ tahun. Namun Yesus telah menyelesaikan segala tugas dan misi-Nya dengan sempurna (Yoh. 19:30). Dengan demikian panjang pendeknya umur manusia tidak menentukan apakah seseorang dapat mengelola waktunya dengan baik.
Waktu adalah berharga
Waktu adalah investasi dari Allah yang nilainya sangat berharga. Jonathan Edwards, pengkhotbah dan teolog Amerika abad ke-18, menjelaskan empat poin mengapa waktu begitu berharga. Saya akan rangkumkan poin-poinnya di bawah ini.
Pertama, waktu itu berharga karena kekekalan yang bahagia atau sengsara tergantung apakah kita dapat mengelola waktu hari ini dengan baik atau tidak. Untuk hidup di dunia ini, jika kita tidak mengelola waktu dengan baik, maka kita dapat menjadi miskin dan sengsara; sebaliknya jika waktu dikelola dengan baik, maka kita mungkin mendapatkan hal-hal yang berguna dan menyenangkan. Namun yang paling penting dan di atas semua ini adalah waktu hari ini menentukan kekekalan yang akan datang. Waktu begitu berharga, karena memberikan kesempatan kepada kita untuk menghindari kesengsaraan kekal, dan mendapatkan kebahagiaan dan kemuliaan selama-lamanya.
Kedua, waktu berharga karena waktu sangat pendek. Barang yang semakin sedikit, semakin berharga. Emas dan perak berharga karena jumlahnya sedikit dan sulit didapatkan. Air tidaklah terasa berharga, pada saat tersedia berlimpah bagi kita. Tetapi pada saat kehausan, dan tidak ada air yang tersedia, maka setetes air pun menjadi sangat berharga. Waktu hidup kita di dunia ini singkat dan berlalu begitu cepat (Ayub 9:25; Yak. 4:14). Waktu begitu singkat, namun pekerjaan yang harus dilakukan begitu banyak dan besar, sehingga tidak ada waktu yang boleh disia-siakan. Segala pekerjaan untuk mempersiapkan kita di kekekalan, harus dilakukan hari ini di dalam waktu. Jika tidak dilakukan hari ini, tidak akan bisa lagi dilakukan kemudian.
Ketiga, waktu itu berharga karena kita tidak tahu kapan itu berakhir. Kita tahu itu pendek, tetapi kita tidak pernah tahu seberapa pendek. Kita tidak pernah tahu waktu yang tersisa bagi setiap kita – apakah satu tahun, bulan, minggu, atau hari. Setiap hari kita hidup tanpa tahu apakah ini hari terakhir ataukah masih ada hari esok bagi kita. Jika saja kita tahu ada berapa waktu tersisa bagi kita, maka kita akan sungguh-sungguh menghargainya. Sungguh orang bijaksana akan semakin menghargai waktunya, karena ia tidak tahu kapan waktunya tiba.
Keempat, waktu itu berharga karena begitu berlalu, ia tidak akan kembali. Banyak barang di dunia ini, yang kita miliki, kalau hilang, masih mungkin didapatkan kembali, sekalipun mungkin harus dengan membayar harga untuknya. Tetapi tidak demikian dengan waktu. Begitu waktu berlalu, ia tidak berlalu selamanya, dan tidak ada harga yang bisa dibayar untuk mendapatkannya kembali. Sekalipun kita begitu menyesal karena ia telah berlalu, ia tidak pernah akan kembali. Setiap waktu yang ada tersedia bagi kita saat ini. Apakah kita dapat memanfaatkannya atau tidak, ia tidak pernah menunggu kita. Jika kita tidak memanfaatkannya saat ini, maka ia akan berlalu dari kita dan tidak akan kembali lagi.
Waktu harus dikelola dengan baik
Waktu adalah investasi berharga Tuhan dalam hidup kita. Oleh sebab itu waktu harus dikelola dengan baik dan bertanggung jawab. Ketika manusia terjatuh ke dalam dosa, seluruh aspek hidup mereka telah tercemar oleh dosa. Demikian juga dalam hal pengelolaan waktu telah tercemar oleh dosa. Manusia berdosa telah menyalahgunakan waktu dalam hidup mereka. Di satu pihak ada manusia yang hidup bermalas-malas dan tidak bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Di dalam 1Tes.3:10-11, misalnya, Paulus menegur orang-orang yang hidupnya tidak tertib dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna. Di lain pihak hari ini ada orang yang bekerja berlebihan tanpa istirahat sehingga merusak diri sendiri. Misalnya, di Jepang ada istilah karoshi, yakni mereka yang bekerja berlebihan, tertekan, dan hingga ada yang bunuh diri. Ini adalah bentuk pengelolaan waktu yang telah tercemar oleh dosa.
Itu sebabnya Efesus 5:16 mengatakan, “tebuslah waktu” (KJV: redeeming the time; TIB: pergunakanlah waktu). Pergunakanlah waktu yang ada adalah menebus waktu. Menebus waktu adalah memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sesuai dengan prinsip Alkitab. Tidak bekerja jelas tidak mempergunakan waktu dengan baik. Namun, mempergunakan waktu dengan baik juga berarti tidak bekerja berlebihan. Mempergunakan waktu dengan baik adalah bekerja dan beristirahat sesuai dengan pola Alkitab.
Kejadian 2:1-3 mencatat bahwa dalam 6 hari Allah menciptakan langit dan bumi dan pada hari ke-7 Ia beristirahat dari karya penciptaan-Nya. Apa yang dilakukan Allah menjadi pola bagaimana manusia seharusnya memanfaatkan waktu mereka dengan baik. Dengan demikian, enam hari bekerja dan satu hari beristirahat harus menjadi irama kehidupan manusia. Ada waktu untuk bekerja dan ada waktu beristirahat dari bekerja. Dengan menuruti pola ini, maka manusia akan menghargai dan mengagungkan Allah yang telah memberikan waktu kepada mereka. Allah diagungkan saat kita bekerja dengan baik (tidak berlebihan) dan Allah juga diagungkan saat kita beristirahat dari pekerjaan tangan kita. Memanfaatkan waktu yang ada bukan menyalahgunakan waktu ada – entah dengan bekerja tanpa beristirahat ataupun beristirahat tanpa bekerja – tetapi dengan bekerja dan beristirahat sesuai irama yang ditentukan Allah bagi kita. Hanya dengan cara ini, kita dapat mengembalikan waktu berharga yang Allah telah investasikan dalam hidup kita untuk kemuliaan-Nya. (PD)