Produktivitas Menurut Alkitab
Menjadi manusia yang produktif adalah desain Allah bagi manusia. TUHAN adalah Allah yang produktif. Ia Allah yang senantiasa bekerja. Setelah Ia menciptakan bumi dan langit serta segala isinya, Ia beristirahat pada hari ke-7 (Kej. 2:2), namun bukan berarti Ia berhenti bekerja. Allah terus memelihara dan menopang ciptaan-Nya (Ibr. 1:3). Ketika manusia terjatuh ke dalam dosa, Ia bertindak untuk menyelamatkan mereka (Mat. 1:21). Pada akhir zaman, Ia akan memulihkan dan menjadikan segala sesuatu menjadi baru (Why. 21:5). TUHAN adalah Allah yang produktif dan yang terus bekerja (Yoh. 5:17).
Allah yang produktif juga menciptakan manusia seturut dengan citra-Nya (Kej. 1:27). Produktivitas, dengan demikian, adalah desain Allah bagi manusia. Ketika Allah menciptakan manusia, Ia memerintahkan mereka untuk beranakcucu dan bertambah banyak, memenuhi bumi, menaklukkannya serta berkuasa atas ciptaan lainnya (Kej. 1:28). Dengan kata lain Allah ingin manusia bekerja dan menjadi produktif dengan menatalayani alam ciptaan yang Ia telah percayakan kepada mereka.
Panggilan untuk menjadi manusia yang produktif tertuang jelas dalam perumpamaan Yesus tentang talenta (Mat. 25:14-30). Dari perumpamaan ini, jelas bahwa manusia harus mempertanggungjawabkan segala investasi yang Allah telah tanamkan dalam hidup mereka. Mereka yang produktif menerima talenta, menjalankannya, dan mengembalikannya itu beserta dengan hasilnya. Mereka yang tidak produktif, sebaliknya, menerima talenta, menguburkannya, dan mengembalikan tanpa hasilnya. Pada akhirnya hamba yang produktif dipuji sebagai hamba yang baik dan setia. Mereka menerima balasan dari Allah. Sedangkan hamba yang tidak produktif dicela sebagai hamba yang malas dan jahat. Pada akhirnya ia menerima hukuman setimpal dengan perbuatannya.
Allah menciptakan dan memanggil manusia untuk hidup yang produktif. Namun dosa telah mencemari seluruh aspek hidup manusia, termasuk juga produktivitas mereka. Setelah kejatuhan, tujuan pekerjaan dan pengejaran produktivitas telah menjadi bengkok. Semula produktivitas dalam pekerjaan adalah panggilan Allah yang mulia tetapi sekarang pengejaran produktivitas telah berubah menjadi berhala. Agar tidak terjebak ke dalam pemberhalaan produktivitas, orang Kristen harus kembali kepada konsep produktivitas sesuai dengan pandangan Alkitab.
Efektivitas Bukan Efisiensi
Produktivitas dari perspektif ekonomi adalah ukuran efisiensi. Sebidang tanah, satu benda, atau sejumlah kapital, dikatakan produktif jika menggunakan sumber daya lebih sedikit dan dalam waktu lebih singkat, namun menghasilkan lebih banyak. Misalnya, sehektar sawah, menggunakan pupuk lebih sedikit, dan dalam waktu lebih singkat, mampu menghasilkan gabah lebih banyak, maka dikatakan lebih produktif. Secara singkat, produktivitas secara ekonomi adalah pengejaran hasil sebanyak-banyaknya dengan cepat, mudah, dan murah.
Produktivitas dari perspektif Alkitab, sebaliknya, adalah ukuran efektivitas dan bukan efisiensi. Allah bekerja dengan efektif, namun belum tentu harus dengan cepat, mudah, dan murah. Allah maha kuasa dan Ia tentu dapat melaksanakan kehendak-Nya dengan segera, karena tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Namun untuk menggenapkan rencana keselamatan-Nya, Allah justru melaksanakannya dengan cara yang tidak cepat. Setelah Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, Allah tidak “segera” mengutus Putra-Nya untuk datang ke dalam dunia ini. Tentu
saja rencana Allah penyelamatan telah ditetapkan dalam kekekalan, namun pelaksanaan dari rencana itu akan memakan waktu yang begitu panjang. Allah terlebih dahulu memberikan janji-janji keselamatan, menubuatkan kedatangan Mesias, memberikan umat Allah hukum Taurat untuk mempersiapkan mereka. Ribuan tahun berlalu, janji kedatangan Mesias ini baru digenapkan dengan kelahiran Yesus Kristus di Kota Betlehem. Allah melaksanakan rencana-Nya juga dengan cara yang tidak mudah. Ia tidak begitu saja mengampuni dosa manusia dan mengangkat mereka ke surga. Sebaliknya, Ia mengutus Putra-Nya yang tunggal untuk lahir sebagai manusia. Inkarnasi Putra Allah menjadi manusia adalah jalan yang tidak mudah. Jalan ini juga tidak murah, karena Yesus Kristus harus menumpahkan darah-Nya untuk menebus dosa-dosa manusia. Produktivitas dari segi Alkitab adalah efektif. Allah bekerja dan dengan efektif menyelamatkan manusia, namun dengan waktu panjang, jalan yang tidak mudah, dan dengan harga yang mahal untuk memenuhinya.
Hal yang Benar dengan Cara yang Benar
Produktivitas menurut Alkitab adalah melakukan pekerjaan yang benar dengan cara yang benar. Alkitab mengajarkan agar manusia bekerja dengan benar, bukan bekerja sebanyak-banyaknya. Manusia harus melakukan pekerjaan yang baik dan benar, yakni pekerjaan yang tidak melanggar perintah Allah.
Bekerja dengan benar adalah sesuai dengan irama yang telah ditentukan oleh Tuhan, enam hari bekerja dan satu hari istirahat. Tuhan memerintahkan agar menguduskan hari ke-7 untuk istirahat dan menyembah Tuhan. Manusia harus bekerja, tetapi tidak boleh diperbudak oleh pekerjaan. Ia tidak boleh bekerja mengandalkan diri sendiri, tetapi harus beristirahat sebagai tanda bahwa ia mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Dengan beristirahat, manusia menyadari bahwa ia tetap dapat bertahan hidup, karena Allah mencukupi kebutuhannya sekalipun ia tidak bekerja. Dengan demikian produktivitas menurut Alkitab bukan bekerja berlebihan, tetapi bekerja keras sesuai dengan irama yang telah ditentukan oleh Allah sendiri untuk kebaikan manusia itu.
Bagi Kebaikan Sesama untuk Kemuliaan Allah
Produktivitas menurut Alkitab adalah bekerja bagi kebaikan sesama untuk kemuliaan Tuhan (1Kor. 10:31). Firman Allah menggambarkan produktivitas orang percaya seperti pohon yang berbuah. Mazmur 1:3, misalnya, berkata: “[Orang benar] seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.” Produktivitas adalah seperti pohon yang berbuah pada musimnya. Sebatang pohon yang sehat akan berbuah pada musimnya. Ini hal yang alami dan bukan sesuatu yang dipaksakan. Pohon berbuah juga tidak pernah untuk dinikmati sendiri, tetapi untuk dinikmati orang lain. Dengan demikian, orang-orang percaya harus hidup produktif, menghasilkan kebaikan-kebaikan untuk dapat dinikmati sesama mereka. Tujuannya pada akhirnya bukan untuk diri sendiri, tetapi agar Bapa di surga dipermuliakan. Oleh sebab itu Yesus berkata dalam Yoh. 15:8, “Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." Demikian juga, Yesus berkata dalam Mat. 5:16: “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."
Produktivitas menurut Alkitab sangat berbeda dengan perspektif dunia. Produktivitas dunia mengarah kepada dan untuk kepuasan diri sendiri. Produktivitas dunia hanya berakhir dengan pemberhalaan. Sedangkan produktivitas menurut Alkitab untuk menghasilkan buah-buah kebaikan yang dinikmati oleh sesama manusia yang pada akhirnya berakhir pada kemuliaan Allah. (PD)